Taufik Basari Dukung Permendikbud 30: Jadi Payung Hukum Cegah Kekerasan Seksual

11 November 2021 7:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
zoom-in-whitePerbesar
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Politikus NasDem, Taufik Basari, ikut memberikan tanggapan soal polemik Permendikbud 30 tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Pria yang akrab disapa Tobas itu mendukung Permendikbud 30.
ADVERTISEMENT
Ia mengajak semua pihak khususnya kalangan akademisi dan pengelola lembaga pendidikan tinggi untuk memberikan dukungan terhadap aturan ini. Sebab kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus masih marak terjadi.
"Apresiasi yang tinggi untuk Mas Menteri Nadiem, semoga secepatnya setiap kampus mengeluarkan peraturan rektor di internal masing-masing sehingga kasus kekerasan seksual bisa ditangani dengan sebaik-baiknya" kata Tobas dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (11/11).
Tobas mengatakan, kewajiban kampus dalam hal pendampingan, perlindungan, dan pemulihan korban harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai korban mendapatkan ketidakadilan.
"Korban membutuhkan waktu untuk memberikan laporan atas kasus yang menimpanya, butuh keberanian untuk bicara, jangan sampai ada kesan kampus justru tidak berpihak pada korban apalagi jika kasus kekerasan seksual yang terjadi tidak sampai masuk ke ranah hukum" kata Tobas.
ADVERTISEMENT
Menurut Tobas, kekerasan seksual di lingkungan kampus sudah menjadi hal yang harus menjadi perhatian serius. Dari Survei Koalisi Ruang Publik Aman pada 2019, lingkungan sekolah dan kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya kekerasan seksual yakni 15 persen setelah jalanan 33 persen dan transportasi umum 19 persen.
Anggota Komisi III DPR RI ini prihatin masih banyak kesalahpahaman terhadap konsep pengaturan mengenai kekerasan seksual ini.
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
Menurutnya, kesalahpahaman terjadi karena masih ada yang belum memahami aturan ini berangkat dari kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan hak atas rasa aman, hak hidup, hak atas kesehatan, hak bebas dari diskriminasi serta hak bebas dari perlakukan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
"Oleh karena itu, tidak boleh ada seorang pun menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk melanggar hak-hak tersebut," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Tobas menambahkan, ada ketimpangan relasi kuasa memberikan potensi terjadinya pelanggaran hak tersebut, khususnya dalam bentuk kekerasan seksual. Sementara kekerasan seksual masih sering dipandang sebagai suatu hal yang tidak penting, perbuatan wajar atau bahkan dipandang akibat kesalahan korban.
“Kebutuhan akan adanya kesadaran mengenai pentingnya menjaga ruang interaksi yang aman dari kekerasan seksual melalui aturan hukum ini diharapkan dapat membangun perspektif yang utuh terhadap pentingnya jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan atas hak asasi manusia dan memanusiakan manusia”, jelas Taufik.
Ilustrasi kekerasan seksual. Foto: Shutter Stock
Lebih lanjut, Tobas berharap Permendikbud 30 ini bisa melengkapi SK yang dikeluarkan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag nomor 5494 Tahun 2019 tentang pedoman pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual pada perguruan tinggi keagamaan Islam.
Sebelumnya, surat itu telah terlebih dahulu dikeluarkan dan mendapat respons positif dari beberapa perguruan tinggi agama Islam dengan membuat aturan internal.
ADVERTISEMENT
“Inisiatif dari Kemendikbud Ristek dan Kementerian Agama ini menjadi penyemangat bagi DPR untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diharapkan akan menjadi payung hukum bagi upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di Indonesia yang sudah dalam kondisi darurat ini," tutup dia.