Terawan Heran Uji Klinis Vaksin Nusantara Dilarang: Baru Terjadi di Indonesia

16 Juni 2021 19:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sekaligus penggagas calon vaksin COVID-19 dalam negeri berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, akhirnya buka suara soal larangan uji klinis vaksin besutannya itu.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan Terawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6).
Di hadapan anggota DPR, ia mengaku heran mengapa uji klinis fase II vaksin Nusantara dilarang oleh BPOM. Menurutnya, larangan uji klinis belum pernah terjadi di negara lain, hanya terjadi di Indonesia.
"Kami ucapkan terima kasih yang luar biasa buat teman-teman di komisi VII yang begitu sangat mendukung program pengembangan vaksin Nusantara ini. Saya sangat salut karena tadinya saya merasa dalam kesendirian," kata Terawan dalam RDP di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6).
"Mudah-mudahan dukungan ini bisa terwujud dengan legalitas untuk uji klinis III. Karena saya [heran] rasanya. Uji klinis itu kok dilarang? Baru terjadi di sini, di Indonesia. Ya mudah-mudahan rasa gamang saya bisa hilang karena teman-teman komisi VII ini bisa betul-betul support," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Terawan berharap uji klinis Nusantara tak dihalangi. Apalagi, ia mengeklaim vaksin Nusantara juga berpotensi besar dapat melawan varian baru corona yang mulai banyak masuk ke RI, seperti varian B.117 dari Inggris (Alpha), B.1617 dari India (Delta), dan B.1351 dari Afrika Selatan (Beta).
"Mengenai bagaimana tadi kalau vaksin Nusantara ini menghadapi mutasi virus. Gampang sekali, hanya butuh 8 hari antigennya saya ganti. Kan itu antigen itu adalah rekombinan jadi dari Spike S kita tinggal lihat dia mutasi mana. Tinggal kita gabung-gabung aja. Tadinya broad-spectrum tinggal Kita tambahi dari mutasi kayak sekarang Inggris, India maupun Afrika Selatan," papar dia.
Terawan suntikkan vaksin Nusantara ke Aburizal Bakrie di RSPAD, Jumat (16/4). Foto: Lalu Mara
"Sekarang yang sedang saya pesan untuk antigennya untuk termasuk tiga varian itu sudah saya masukan. Jadi mudah mudahan kalau nanti diizinkan uji klinis III, saya kan juga harus minta izin untuk supaya dia bisa masuk Indonesia, rekombinan antigen itu, untuk saya bisa gunakan di uji klinis III, kalau diizinkan dilakukan di Indonesia," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, menurutnya larangan uji klinis bisa menghilangkan kesempatan vaksin Nusantara untuk diakui dunia. Sebab nilai ilmiah uji klinis II sangat mahal kalau itu sudah selesai.
"Nilai mahal itu bukan dalam arti uangnya, tapi nilai dari ilmiahnya itu luar biasa. Orang lain tinggal ngadep aja langsung loncat ke uji klinis III, negara mana pun bisa tinggal minta license dari kita. Artinya yang penting quality control-nya kita bikin. Jadi tenaga-tenaga kita yang sudah bisa bikin ini melatih tenaga-tenaga di negara lain maupun di daerah kita sendiri yang terpencil. Alangkah eloknya orang-orang kita bisa melatih di negara yang katanya lebih maju," ucapnya.
Terawan menerangkan hanya dibutuhkan sejumlah tabung, zat kimia, dan darah pasien untuk membuat vaksin Nusantara atau imunoterapi corona ini. Dalam vaksin Nusantara, setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien.
ADVERTISEMENT
"Kita dapat dua hasil devisa dalam bentuk apa boks [berisi alat-alat tabung] calon vaksinnya dan devisa pengetahuan dalam bentuk kita bisa berbagi ilmu. Pengetahuan itu menurut saya akan membuat hubungan dengan semua negara akan menjadi lebih baik. Kalau kemampuan produksi massal [kit boks] seperti ini, UMKM pun bisa langsung ikut serta," jelas Terawan.
Ilustrasi virus Corona. Foto: Shutter Stock
"Paling yang kita harus siapkan antigen dan tadi cairan yang tadi masih sebagian ada yang saya impor. Tapi itupun kalau jumlahnya kemudian besar tidak menutup kemungkinan kita bisa minta lisensinya untuk dibuat di Indonesia. Alangkah indahnya kalau kita bisa mendatangkan devisa bukan mengeluarkan devisa," sambungnya.
Terawan kembali menekankan ia kecewa uji klinis vaksin Nusantara dilarang. Ia tak mau terpaksa mengembangkan vaksin Nusantara di luar negeri kalau tak mendapat izin.
ADVERTISEMENT
"Mohon kalau bisa, mosok sih ada kendala untuk uji klinis III aja tidak boleh. Itu yang menurut saya agak melukai hati, dan saya juga ingin bertahan ini bisa saya kerjakan di Indonesia, tidak dipindahkan ke negara lain, karena sangat simpel cara membuatnya. Hanya satu cita-cita saya, bolehlah melalui rapat dengar pendapat kali ini di Komisi VII bisa mencetuskan, mendorong ,untuk tidak menghalangi, sehingga legalisasi untuk kami melakukan uji klinis," ucap Terawan.
"Kalau masalah anggaran jujur saya tidak perlu, karena saya lihat komisi VII saja mau urunan. Itu besar sekali ya. Saya enggak butuh anggaran dari negara, yang saya butuhkan adalah good will, political will, apa yang mau dilakukan. Orang enggak keluar anggaran kok, masa mengeluarkan aturan untuk menghalangi? Untuk apa? Kecuali vaksin Ini menimbulkan kematian penderitaan dan sebagainya," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Terawan pun menegaskan keamanan vaksin Nusantara tak perlu dilakukan lagi. Vaksin yang kerap disebut immunoterapi ini juga diklaim efektif melawan COVID-19.
"Saya sendiri sudah merasakan, dan anak istri saya. Artinya apa? Artinya saya sudah siap, sudah tahu, yakin, kalau yang lain ikut itu kan orang lain. Tetapi kalau istri bagian dari hidup saya, anak bagian hidup saya. Itu menurut saya sebuah hal yang kita yakini bawa vaksin itu aman. Dan hasil dari uji klinis I dalam 6 bulan saya dapat laporan memang sangat safety. Tidak ada yang tertular dari semua hasil uji klinis," tegas Terawan.
"Padahal pasien uji klinis ada yang kerja di cleaning service di area COVID-19. Itu saya sangat bersyukur dan mudah-mudahan diridhoi oleh Tuhan yang maha kuasa. Sekali lagi saya mohon dukungan supaya kami bolehlah melakukan uji klinis. Karena itu bagian dari kemerdekaan riset. Kalau itu saja dilarang ya, saya tidak tahu harus berkata apa," pungkas dia.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, vaksin Nusantara belum mendapat izin uji klinis fase II dari BPOM karena tak memenuhi syarat, di antaranya terkait kualitas produksi dan sterilitas. Kemudian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf AD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto pada 19 April lalu.
Di sisi lain, uji klinis fase II vaksinasi Nusantara tetap dilanjutkan dan kini diakui sudah rampung. Terawan dan keluarga, hingga tokoh penting seperti Aburizal Bakrie dan Dahlan Iskan diketahui merupakan sebagian relawan dari imunoterapi COVID-19 ini.