Terawan Pamer Vaksin Nusantara: Tak Terima Dicap Produk AS, Tak Butuh Cold Chain

17 Juni 2021 8:35 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sekaligus penggagas calon vaksin COVID-19 dalam negeri berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, mengatakan vaksin besutannya itu sudah merampungkan uji klinis fase II. Padahal BPOM sebelumnya tak mengizinkan uji klinis fase II vaksin Nusantara karena belum memenuhi sejumlah persyaratan.
ADVERTISEMENT
Adapun setelahnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik pada 19 April lalu. MoU ini menyepakati penelitian berbasis sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto.
Artinya, vaksin Nusantara tetap dilanjutkan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI Komisi VII, Terawan bahkan menjelaskan bagaimana proses pembuatan vaksin tersebut.
Dalam kesempatan ini, Terawan juga membantah tudingan vaksin Nusantara adalah produk Amerika karena berbahan impor. Penggagas vaksin berbasis sel dendritik itu menekankan, mayoritas bahan produksi buatan Indonesia.
Sebelumnya, hasil inspeksi BPOM mengungkap vaksin Nusantara menggunakan antigen dan manufaktur dari Amerika Serikat (AS). Sehingga klaim vaksin Nusantara sebagai vaksin buatan anak bangsa beberapa kali dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Terawan, bahan impor yang dipakai dalam vaksin Nusantara sangat sedikit, dan memang terpaksa diimpor karena belum diproduksi di Indonesia.
"Memang pertama kali membuat vaksin ini. Tapi isi dari vaksin ini hampir 90 persen lebih bahan produksinya sudah ada di Indonesia, bahkan dibuat di Indonesia," kata Terawan dalam RDP bersama Komisi VII, Rabu (16/6).
Terawan suntikkan vaksin Nusantara ke Aburizal Bakrie di RSPAD, Jumat (16/4). Foto: Lalu Mara
"Beberapa memang dibuat di Amerika seperti larutan antigen protein dan media diferensiasi. Dua hal ini yang kami masih harus datangkan [impor] karena memang kita belum sampai research and development untuk membuat itu," imbuhnya.
Ia memastikan dua bahan tersebut bisa dibuat sendiri oleh Indonesia di kemudian hari. Untuk uji klinis, dua bahan ini memang masih harus diimpor karena hak paten.
ADVERTISEMENT
"Masih impor, tapi di kemudian hari, 2 bahan di antara 24 atau 25 lebih bahan yang di pakai vaksin ini, kita bisa buat sendiri karena itu sangat simple. Baik dalam pembuatan antigen karena itu rekombinan termasuk media diferensiasinya, di sini karena paten sudah mereka miliki harus kita harus bekerja sama," terang dia.

Vaksin Nusantara Tak Butuh Cold Chain Khusus

Calon vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, sudah menyelesaikan uji klinis fase II.
Eks Menkes Terawan Agus Putranto yang menggagas vaksin itu pun mengungkap, proses distribusi vaksin Nusantara yang juga disebut imunoterapi ini sangat simpel dan tak butuh cold chain.
"Kami akan memaparkan mengenai bagaimana sih cara membuat vaksin dendritik imunoterapi atau vaksin imunoNusantara atau vaksin Nusantara, mau diberi nama apa saja, yang intinya adalah vaksin sel dendritik imunoterapi, dan dunia mengatakan sebagai dendritic cell vaccine imunoteraphy? Ini wujudnya satu paket begini," kata Terawan dalam RDP bersama Komisi VII, Rabu (16/6).
ADVERTISEMENT
"Inilah yang nanti kalau di kemudian hari didistribusikan ke mana saja sehingga tidak perlu cold chain, untuk mendistribusikannya cukup semua peralatan ini. Sangat simple. Pada hari pertama kita bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik atau di mana saja yang paling tidak punya sentrifus dan punya biological safety cabinet," lanjut dia.
Selengkapnya, Terawan menerangkan hanya dibutuhkan sejumlah tabung, zat kimia, dan darah pasien untuk membuat vaksin Nusantara atau imunoterapi corona ini. Dalam vaksin Nusantara, setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien.
Selama ini vaksin yang biasa digunakan, termasuk vaksin COVID-19, harus disimpan dalam suhu tertentu dari produsen hingga sampai ke konsumen (cold chain). Misalnya 2-8 derajat untuk vaksin Sinovac dan AstraZeneca.
ADVERTISEMENT
Tetapi karena vaksin Nusantara diproses di fasilitas kesehatan di mana pasien di ambil darah, lalu kemudian akan menerima suntikan, vaksin ini tidak memerlukan cold chain. Vaksin tak perlu didistribusikan jarak jauh hingga sampai ke penerima.

Proses Penyuntikannya

Lantas, bagaimana proses pembuatan vaksin berbasis sel dendritik atau imunoterapi COVID-19 yang biasa digunakan untuk pengobatan kanker itu? Berikut penjelasan Terawan:
- Pada hari pertama, peserta vaksinasi melakukan pengambilan darah. Darah pasien kemudian dimasukkan ke dalam 4 tabung vakum darah, masing-masing 10 cc, sehingga totalnya 40 cc.
- Dua tabung leucosep yang sudah ficoll disediakan. Tabung berisi zat tersebut kemudian disentrifus selama 1 menit, agar premium ficoll turun melalui folter.
Darah pasien dimasukan ke dua tabung tersebut masing-masing 20 cc.
ADVERTISEMENT
- Dua tabung ini disentrifus kembali dengan kecepatan 1.000 kali gaya gravitasi selama 10 menit, kemudian dibiarkan sampai cairan bening/serum dengan cairan selnya terpisah.
- Sebanyak 2 cc dari tabung tersebut diambil untuk disimpan, yang lain dipindahkan ke kerucut. Cairan jernih dari tabung kerucut dipindahkan ke satu tabung.
- Satu tabung tersebut disentrifus kembali dengan kecepatan 400 kali selama 5 menit. Setelahnya akan terdapat endapan. Buang cairan ke dalam ruang safety kabinet hingga tersisa pelet endapan.
- Sebanyak 25 cc media dieferensiasi lalu dicampurkan dengan endapan.
- Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke kantong vaksin dengan spet 30 cc, setelah spet dan ujung kanton diswab dengan alkohol. Tahapan untuk mengeluarkan sisa udara dari kantong pun dilakukan.
Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan
- Kantong vaksin berisi cairan lalu disimpan di inkubator khsusus media, diinkubasi 37 derajat celcius selama 5 hari.
ADVERTISEMENT
- Di hari ke-5, kantong vaksin akan dicek bila ada sel yang menempel.
- Antigen solution sebanyak 1 cc yang masih harus diimpor dimasukan ke dalam kantong vaksin yang sudah diinkubasi 5 hari. Menurut Terawan, 1 gram antigen solution bisa siap pakai untuk 10 juta vaksin bila dosisnya 0,1 mikron. Tetapi akan jadi hanya 3 juta vaksin kalau dosisnya 0,33 mikron. Dan akan menjadi hanya 1 juta vaksin bila dosisnya 1 mikron. Hal ini adalah salah satu pertimbangan yang diuji dalam uji klinis fase II.
- Penyedotan sisa udara dilakukan supaya tidak ada antigen yang menempel di dalam pipa ini. Masukan kembali ke dalam inkubator 37 derajat celcius.
- Di hari ke-7, satu tabung kerucut baru disediakan. Cairan yang sudah diinkubasi 7 hari dimasukkan ke tabung ini, lalu disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 400 kali gravitasi.
ADVERTISEMENT
- Endapan dari proses ini diambil, kemudian dicapurkan dengan 25 cc larutan NaCl, lalu disentrifus ulang.
- Endapan dari proses tersebut diambil, kemudian dicampurkan dengan 0,5 cc yang disimpan di lemari es pada hari petama, ditambah dengan larutan 0,5 larutan cryo sebagai stabilitator.
- Setelah campuran tersebut dicampur, inilah vaksin Nusantara jadi yang siap disuntikan kepada pasien.

Peneliti Vaksin Nusantara Klaim 136 Relawan Uji Klinis Aman, Termasuk Komorbid

Meski tak dapat persetujuan BPOM, calon vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, sudah menyelesaikan uji klinis fase II. Sebanyak 136 dari 220 orang telah berpartisipasi dalam uji klinis tersebut dan diklaim aman usai divaksin Nusantara.
"Memang saat ini payung hukum di kita adalah kesepakatan tiga pejabat yaitu MoU dari KSAD, Menkes, dan BPOM. Namun uji klinis fase II ini sudah mulai dan sudah dilaksanakan sebelum MoU keluar, sehingga kami ingin menyampaikan hasilnya," kata Peneliti Utama Uji Klinis Tahap II Vaksin Nusantara, Kolonel Jonny, dalam RDP di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6).
ADVERTISEMENT
"Dari 220 subjek, yang menyelesaikan penelitian ada 139. Dari follow up [136 relawan] yang dilakukan selama penelitian vaksin imun Nusantara sampai saat ini kabarnya baik, belum ada kejadian tidak diinginkan yang berat atau serius," imbuh dia.
Lebih lanjut, Jonny menjelaskan alasan mengapa hanya 136 orang dari 220 relawan yang menyelesaikan uji klinik vaksin Nusantara. Mulanya ada 149 yang masuk ke dalam kriteria inklusi, sedangkan 78 tidak masuk inklusi sehingga diekslusi.
Lalu ada 9 kriteria inklusi yang gagal skrining saat tes dan satu orang tidak datang, sehingga ada 139 yang melanjutkan penelitian. Tetapi di minggu pertama follow up dua subjek tidak bisa hadir, sementara di minggu ke-3 ada satu yang tidak hadir.
ADVERTISEMENT
Adapun kriteria lolos relawan [inklusi] vaksin Nusantara menurut penjelasan Jonny yakni:
- Berusia 18 tahun ke atas memahami dan setuju prosedur penelitian tertulis, dapat dan akan mematuhi prosedur penelitian
- Mampu melakukan kegiatan sehari-hari normal dan tidak memiliki keterbatasan
- Akses vena memungkinkan untuk pengambilan darah, serta menyetujui pengambilan darah vena dan penyimpanan sampel untuk penelitian.
- Secara umum sehat. Hal ini termasuk untuk usia di atas 65 tahun, obesitas ringan hingga sedang, hipertensi yang terkontrol, kadar kolesterol tinggi yang terkontrol, kemudian penyakit paru kronis yang ringan yang tidak memerlukan oksigen, dan pernah didiagnosis kanker sebelumnya sudah remisi minimal 1 tahun.
- Individu dengan kemampuan reproduksi. Bagi yang wanita diharuskan tidak hamil dan bersedia menggunakan kontrasepsi minimal 2 bulan setelah vaksinasi. Bagi pria tidak menghamili 2 bulan setelah vaksinasi dan tidak mendonorkan spermanya.
ADVERTISEMENT
Jonny melanjutkan, ada sejumlah efek samping yang diamati dari para relawan yang mengikuti uji klinis. Utamanya terkait dengan ketidaknyamanan lokal atau regional di dekat tempat suntikan.
Sementara efek samping sistemik yang dipantau di antaranya adalah demam, nyeri sendi, nyeri otot dan lain-lain. Namun, Jonny memastikan efek samping yang dialami relawan ringan dan tak sampai 20 persen.
"Kalau kita lihat di sini ada kejadian tidak diinginkan, itu semuanya derajatnya ringan. Yaitu didapatkan 21 subjek atau 15,44 persen yang mengeluhkan 24 reaksi lokal berupa memar, kemerahan, dan gatal. Paling banyak adalah pegal di titik penyuntikan. Semua kejadian yang dilaporkan ini termasuk derajat ringan," jelas dia.
"Pada follow up minggu 1-4 tidak didapatkan kejadian tidak diinginkan reaksi sistemik. Tidak juga didapatkan serious adverse event hingga dirawat di RS hingga follow up minggu 4 setelah vaksinasi. Kemudian tidak ditemukan kelainan dari hasil pemeriksaan keamanan lab berupa darah lengkap, kimia darah, elektrolit, fungsi hati, hingga fungsi ginjal pada minggu 1-4 setelah vaksinasi," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Vaksin Nusantara adalah calon vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik besutan eks Menkes Terawan. Prosesnya mirip dengan imunoterapi yang biasa digunakan untuk kanker.
Setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien. Oleh sebab itu, Jonny pun mengeklaim kalau vaksin ini ampuh untuk komorbid.
"Dendritik sel ini bersifat autologis atau artinya dia berasal dari tubuh kita sendiri, sehingga menghilangkan potensi reaksi terhadap sel asing. Sehingga vaksin berbasis pada sel dendritik ini dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien-pasien dengan komorbid yang di mana untuk pasien-pasien vaksin lain belum bisa diberikan," papar dia.
Sejumlah Anggota DPR disuntik sel dendritik vaksin nusantara. Foto: DPR RI

Terawan Heran Uji Klinis Vaksin Nusantara Dilarang

Di hadapan anggota DPR, Terawan mengaku heran mengapa uji klinis fase II vaksin Nusantara dilarang oleh BPOM. Menurutnya, larangan uji klinis belum pernah terjadi di negara lain, hanya terjadi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kami ucapkan terima kasih yang luar biasa buat teman-teman di komisi VII yang begitu sangat mendukung program pengembangan vaksin Nusantara ini. Saya sangat salut karena tadinya saya merasa dalam kesendirian," kata Terawan dalam RDP di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6).
"Mudah-mudahan dukungan ini bisa terwujud dengan legalitas untuk uji klinis III. Karena saya [heran] rasanya. Uji klinis itu kok dilarang? Baru terjadi di sini, di Indonesia. Ya mudah-mudahan rasa gamang saya bisa hilang karena teman-teman komisi VII ini bisa betul-betul support," imbuh dia.
Terawan berharap uji klinis Nusantara tak dihalangi. Apalagi, ia mengeklaim vaksin Nusantara juga berpotensi besar dapat melawan varian baru corona yang mulai banyak masuk ke RI, seperti varian B.117 dari Inggris (Alpha), B.1617 dari India (Delta), dan B.1351 dari Afrika Selatan (Beta).
ADVERTISEMENT
"Mengenai bagaimana tadi kalau vaksin Nusantara ini menghadapi mutasi virus. Gampang sekali, hanya butuh 8 hari antigennya saya ganti. Kan itu antigen itu adalah rekombinan jadi dari Spike S kita tinggal lihat dia mutasi mana. Tinggal kita gabung-gabung aja. Tadinya broad-spectrum tinggal Kita tambahi dari mutasi kayak sekarang Inggris, India maupun Afrika Selatan," papar dia.
"Sekarang yang sedang saya pesan untuk antigennya untuk termasuk tiga varian itu sudah saya masukan. Jadi mudah mudahan kalau nanti diizinkan uji klinis III, saya kan juga harus minta izin untuk supaya dia bisa masuk Indonesia, rekombinan antigen itu, untuk saya bisa gunakan di uji klinis III, kalau diizinkan dilakukan di Indonesia," lanjutnya.
Di samping itu, menurutnya larangan uji klinis bisa menghilangkan kesempatan vaksin Nusantara untuk diakui dunia. Sebab nilai ilmiah uji klinis II sangat mahal kalau itu sudah selesai.
ADVERTISEMENT
"Nilai mahal itu bukan dalam arti uangnya, tapi nilai dari ilmiahnya itu luar biasa. Orang lain tinggal ngadep aja langsung loncat ke uji klinis III, negara mana pun bisa tinggal minta license dari kita. Artinya yang penting quality control-nya kita bikin. Jadi tenaga-tenaga kita yang sudah bisa bikin ini melatih tenaga-tenaga di negara lain maupun di daerah kita sendiri yang terpencil. Alangkah eloknya orang-orang kita bisa melatih di negara yang katanya lebih maju," ucapnya.
Terawan menerangkan hanya dibutuhkan sejumlah tabung, zat kimia, dan darah pasien untuk membuat vaksin Nusantara atau imunoterapi corona ini. Dalam vaksin Nusantara, setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien.
ADVERTISEMENT
"Kita dapat dua hasil devisa dalam bentuk apa boks [berisi alat-alat tabung] calon vaksinnya dan devisa pengetahuan dalam bentuk kita bisa berbagi ilmu. Pengetahuan itu menurut saya akan membuat hubungan dengan semua negara akan menjadi lebih baik. Kalau kemampuan produksi massal [kit boks] seperti ini, UMKM pun bisa langsung ikut serta," jelas Terawan.
"Paling yang kita harus siapkan antigen dan tadi cairan yang tadi masih sebagian ada yang saya impor. Tapi itupun kalau jumlahnya kemudian besar tidak menutup kemungkinan kita bisa minta lisensinya untuk dibuat di Indonesia. Alangkah indahnya kalau kita bisa mendatangkan devisa bukan mengeluarkan devisa," sambungnya.
Terawan kembali menekankan ia kecewa uji klinis vaksin Nusantara dilarang. Ia tak mau terpaksa mengembangkan vaksin Nusantara di luar negeri kalau tak mendapat izin.
ADVERTISEMENT
"Mohon kalau bisa, mosok sih ada kendala untuk uji klinis III aja tidak boleh. Itu yang menurut saya agak melukai hati, dan saya juga ingin bertahan ini bisa saya kerjakan di Indonesia, tidak dipindahkan ke negara lain, karena sangat simpel cara membuatnya. Hanya satu cita-cita saya, bolehlah melalui rapat dengar pendapat kali ini di Komisi VII bisa mencetuskan, mendorong ,untuk tidak menghalangi, sehingga legalisasi untuk kami melakukan uji klinis," ucap Terawan.
"Kalau masalah anggaran jujur saya tidak perlu, karena saya lihat komisi VII saja mau urunan. Itu besar sekali ya. Saya enggak butuh anggaran dari negara, yang saya butuhkan adalah good will, political will, apa yang mau dilakukan. Orang enggak keluar anggaran kok, masa mengeluarkan aturan untuk menghalangi? Untuk apa? Kecuali vaksin Ini menimbulkan kematian penderitaan dan sebagainya," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Terawan pun menegaskan keamanan vaksin Nusantara tak perlu dilakukan lagi. Vaksin yang kerap disebut immunoterapi ini juga diklaim efektif melawan COVID-19.
"Saya sendiri sudah merasakan, dan anak istri saya. Artinya apa? Artinya saya sudah siap, sudah tahu, yakin, kalau yang lain ikut itu kan orang lain. Tetapi kalau istri bagian dari hidup saya, anak bagian hidup saya. Itu menurut saya sebuah hal yang kita yakini bawa vaksin itu aman. Dan hasil dari uji klinis I dalam 6 bulan saya dapat laporan memang sangat safety. Tidak ada yang tertular dari semua hasil uji klinis," tegas Terawan.
"Padahal pasien uji klinis ada yang kerja di cleaning service di area COVID-19. Itu saya sangat bersyukur dan mudah-mudahan diridhoi oleh Tuhan yang maha kuasa. Sekali lagi saya mohon dukungan supaya kami bolehlah melakukan uji klinis. Karena itu bagian dari kemerdekaan riset. Kalau itu saja dilarang ya, saya tidak tahu harus berkata apa," pungkas dia.
ADVERTISEMENT