Tes Corona di RI Mayoritas untuk Follow Up Suspek, Bukan Diagnosis Kasus Baru

3 November 2020 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan (Surkakes) Kemenkes, drg. Vensya Sitohang, mendorong agar pelacakan kontak kasus positif corona terus ditingkatkan. Bukan cuma memeriksa mereka yang tak terkena, pemeriksaan pada suspek juga dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Teranyar per 2 November kemarin, jumlah orang yang telah diperiksa melalui metode PCR maupun TCM mencapai 2.919.560. Bila dihitung per minggu, rata-rata dalam seminggu terakhir total ada 30.864 per hari.
Sementara jumlah spesimen yang diperiksa jauh lebih banyak. Yakni 4.567.708 spesimen.
"Oleh karena itu ini yang harus kita lihat bagaimana pemeriksaan orang yang suspeklah yang lebih banyak dikejar. Agar tadi kriteria atau indikator pengendalian ini bisa kita capai, target-target ini bisa kita capai," ujar Vensya dalam workshop virtual aplikasi pelacakan kontak, Selasa (3/11).
"Ternyata kalau dilihat orangnya, orangnya hampir separuh jadi yang banyak yang follow-up, bukan diagnosisnya," sambungnya.
Agar upaya pengendalian pandemi tidak stagnan, peningkatan jumlah tes, menurut Vensya, jelas diperlukan. Sebab, positivity rate masih jauh dari standar WHO.
ADVERTISEMENT
"Positivity rate yang ada di Indonesia saat ini cukup besar ini bahkan sampai 14 sekian ya, 14,2%. Di mana sebenarnya targetnya adalah di bawah 5% dan ini tentunya tidak bisa dicapai kalau surveilansnya tidak berjalan dengan baik," ucap Vensya.
Suasana tes swab di Mitra 10 Bogor usai 3 karyawan positif corona. Foto: Dok. Istimewa
Apa Itu Suspek?
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease yang diteken Menkes Terawan pada Senin (13/7), dijelaskan beberapa perubahan istilah terkait corona.
Istilah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Tanpa Gejala (OTG) diganti menjadi kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, dan kontak erat.
Di KMK itu dijelaskan, seseorang bisa dikategorikan suspek dengan memenuhi dua kriteria berikut:
ADVERTISEMENT