SQ- Ilustrasi Laboratorium Balitbangkes, pakaian steril

Tes Masif Corona Urgen, Pemerintah Jokowi Diburu Waktu

20 Maret 2020 10:39 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rim medis mengevakuasi pasien menuju Ruang Isolasi Khusus RSUP Dr. Kariadi Semarang saat simulasi penanganan wabah corona. Foto: ANTARA/Aji Styawan
zoom-in-whitePerbesar
Rim medis mengevakuasi pasien menuju Ruang Isolasi Khusus RSUP Dr. Kariadi Semarang saat simulasi penanganan wabah corona. Foto: ANTARA/Aji Styawan
Pemerintah Jokowi berkejaran dengan waktu. Angka infeksi corona di Indonesia terus meningkat. Tingkat kematiannya tertinggi di Asia Tenggara. Rupiah pun anjlok. Kini keran bantuan asing dibuka. Ratusan ribu rapid test kit akan didatangkan dari luar negeri.
Presiden Joko Widodo memberikan instruksi itu pada rapat terbatas penanganan virus corona via telekonferensi, Kamis (19/3). Hari itu, angka infeksi coronavirus COVID-19 di Indonesia mencapai 309 orang—dari hanya 2 orang di tiga minggu sebelumnya.
Dari 309 kasus itu, mayoritas terjadi di Jakarta—episentrum corona di Indonesia. Khusus di ibu kota, pada tanggal yang sama, tercatat 211 pasien positif corona, 19 meninggal, dan 57 lainnya melakukan karantina mandiri (self-isolation).
Pertumbuhan kasus yang meroket itu tentu bikin waswas. Tapi yang lebih mengejutkan adalah tingkat kematian pasien corona di Indonesia yang tergolong tinggi di dunia, yakni 8,09 persen, jauh di atas rata-rata global 3,4 persen.
Menurut Ahcmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah RI untuk Penanganan Virus Corona, saat ini memang tengah terjadi akselerasi atau percepatan angka kasus COVID-19 di Indonesia.
“Ini lazim terjadi di beberapa negara… akan semakin naik pada saatnya nanti—kami prediksi (dalam periode yang) tidak terlalu panjang… dan diharapkan bulan April sudah terkendali,” kata Yurianto.
Salah satu rencana pemerintah mengendalikan coronavirus di Indonesia ialah melalui massive rapid test sebagai sistem deteksi dini. Rapid test berbeda dengan tes corona yang selama ini dilakukan di dalam negeri.
Indonesia sampai saat ini mendeteksi corona lewat uji swab, yakni dengan mengambil sampel ludah atau lendir di tenggorokan bagian dalam atau saluran pernapasan bawah. Sementara dalam rapid test, sampel bukan lagi diambil dari kerongkongan, melainkan dari darah.
Pengujian semacam itu membuat tes corona tak lagi harus dilakukan di laboratorium Biosecurity Level 2. Ia dapat dilangsungkan di hampir semua laboratorium kesehatan di rumah sakit seluruh Indonesia.
Poin tersebut jadi nilai plus karena selama ini uji swab—dengan alasan demi keamanan prosedur—dilakukan tersentral di Badan Litbangkes Kemenkes, dan belakangan akhirnya melibatkan 12 laboratorium di daerah.
Di tengah lonjakan kasus infeksi, desakan untuk mengunci (lockdown) Jakarta, dan anjloknya nilai tukar rupiah, uji swab—yang bisa makan waktu lebih dari sehari—dianggap lamban.
Massive rapid test pun dinilai bisa jadi solusi. Ia mulai disebut-sebut Jokowi pada Rabu (18/3).
Tes corona drive-through di Seoul, Korea Selatan. Foto: AFP/Ed Jones
Rapid test—yang hasilnya bisa diketahui dalam 15 menit—sudah dilakukan sejumlah negara lain seperti Singapura, China, dan Korea Selatan untuk mempercepat identifikasi dan penanganan pasien corona, dan dengan demikian mengurangi laju penyebaran virus dan menekan angka fatalitas.
Korea Selatan, misalnya, mengetes corona sekitar 10.000 orang per hari, dan terus berupaya meningkatkan jumlahnya hingga 20.000 orang per hari, termasuk dengan membuat fasilitas tes drive-through yang praktis bagi masyarakat, sekaligus membantu mengangkat beban berbagai rumah sakit dari serbuan warga yang hendak tes corona.
Hingga kini, Korea Selatan telah mengetes setidaknya 270.000 warganya. Tak mengherankan tingkat kematian akibat corona di negara itu hanya 1 persen. Pada 20 Maret, angka infeksi di sana mencapai 8.565 orang, dengan 91 orang meninggal, dan 1.947 orang berhasil sembuh.
Korban jiwa 25 orang dari 309 yang terinfeksi, bukan jumlah yang sedikit. Terlebih, angka kematian masih lebih tinggi ketimbang angka kesembuhan (25 meninggal, 5 sembuh). Bahkan, tingkat kematian kasus corona di Indonesia itu adalah yang tertinggi di Asia Tenggara.
Untuk menekan fatalitas kasus corona di Indonesia, pemerintah Jokowi harus bergerak cepat.
Tak lama usai Jokowi menginstruksikan massive rapid test, sejumlah kementerian bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar rapat guna membuka keran bantuan asing ke Indonesia.
Dalam rapat itu, menurut dokumen yang diperoleh kumparan, dibahas antara lain tawaran bantuan dari luar negeri seperti China, WHO, USAID, dan Global Fund.
China disebut siap mengirimkan 10.000 pakaian pelindung yang dapat digunakan paramedis, 10.000 masker N95, 10.000 masker bedah, 50.000 alat reagen (untuk tes darah), dan 50 ventilator portabel. Itu belum termasuk tawaran bantuan terpisah dari Provinsi Fujian di pesisir selatan Tiongkok.
Agar proses penerimaan bantuan internasional tersebut tidak menyalahi perundangan yang sudah ada, pemerintah RI akan menyusun payung hukum yang terintegrasi dengan Keppres 7/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang kini sedang direvisi.
Namun, untuk alat-alat dari luar negeri yang akan segera (atau baru saja) tiba, pemerintah menggunakan skema bantuan asing yang sudah ada agar proses tak terhambat.
Sebagian rapid test kit dari China yang dipesan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), menurut Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, kini sudah mulai tiba di Indonesia.
RNI ialah BUMN yang antara lain bergerak di bidang farmasi. Ia mengimpor 500.000 rapid test kit China atas izin Kementerian Kesehatan. Alat rapid test itu rencananya akan didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit.
“Dalam waktu dekat, semua alat itu akan masuk Indonesia, dan Jakarta akan mendapatkan prioritas untuk ditangani,” kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Letjen Doni Monardo.
Meski Jakarta jadi prioritas, bukan berarti daerah-daerah lain berdiam diri. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, misalnya, sudah mencairkan dana darurat Rp 48 miliar untuk membeli 10.000 alat tes corona hingga alat pelindung diri bagi paramedis, serta untuk membantu rumah sakit-rumah sakit menyiapkan ruang-ruang isolasi.
Di Jawa Barat, setidaknya 26 pasien positif corona, termasuk Wali Kota Bogor Bima Arya. Dari jumlah kasus itu, 3 orang sembuh dan 2 orang meninggal.
Pemprov Jawa Timur juga menyiapkan alat rapid test corona dalam jumlah besar. Alat itu, menurut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, sedang diuji coba di Jakarta sebelum nanti didistribusikan ke wilayahnya.
Di Jawa Timur, sedikitnya 9 pasien positif corona, dan 1 di antaranya meninggal.
Petugas mengenakan pakaian steril saat akan memasuki Laboratorium Balitbangkes, Jakarta, Selasa (11/2). Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Sementara itu, Kementerian Pertahanan berencana mengambil alat-alat kesehatan dari Shanghai menggunakan pesawat TNI. Alat-alat itu akan digunakan oleh tim medis dari Kemhan dan TNI untuk membantu Gugus Tugas COVID-19 dan paramedis di lapangan.
Perlengkapan yang dipasok Kemhan dari China itu antara lain masker sekali pakai, masker N95, pakaian pelindung, sarung tangan pelindung, termometer inframerah, dan tutup kepala (surgical cap).
Pemerintah RI, berdasarkan dokumen lain yang didapat kumparan, juga menjajaki kemungkinan suplai perlengkapan dari Turki seperti alat deteksi corona, dan masker serta hand sanitizer untuk kebutuhan operasional tenaga medis di lapangan.
Turki menjadi opsi karena tiga perusahaan di negeri itu memproduksi rapid test kit yang telah diakui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ketiga produsen tersebut sedang kewalahan karena kebanjiran pesanan dari sejumlah negara, namun pemerintah RI terus berupaya melobi.
Pemerintah Jokowi terang diburu waktu. Peningkatan kasus infeksi dan angka kematian berkelindan dengan jebloknya rupiah.
*kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu pencegahan penyebaran coronavirus COVID-19. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten