Tes Wawasan Kebangsaan Berujung Polemik, Transparansi KPK Dipertanyakan

10 Mei 2021 19:23 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Tes Wawasan Kebangsaan terhadap pegawai KPK masih menjadi sorotan. Dasar aturan hingga pertanyaan di dalam tes yang dinilai menyimpang membuat banyak kalangan menilai Tes Wawasan Kebangsaan dijadikan alat untuk menyingkirkan pihak-pihak tertentu dari KPK. Transparansi KPK pun dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
TWK merupakan buntut dari revisi UU KPK yang mengharuskan pegawai KPK menjadi ASN. Kendati demikian, tidak ada ketentuan soal TWK di dalam UU KPK baru atau Peraturan Pemerintah yang jadi turunannya.
TWK baru muncul dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. Peraturan itu diteken Ketua KPK Komjen Firli Bahuri.
Aturan itu kemudian menjadi dasar KPK bekerja sama dengan BKN dan institusi terkait menggelar tes terhadap lebih dari seribu pegawai. Hasilnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus.
Hasil tes itu diterima KPK pada 27 April 2021. Namun, baru diumumkan pada 5 Mei 2021 dengan alasan masih menunggu vonis MK atas UU KPK hasil revisi.
Selain itu, KPK juga menolak untuk membuka identitas 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes. Firli Bahuri berdalih menjunjung tinggi HAM mencegah dampak pada para keluarga pegawai tersebut.
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Bay Ismoyo - AFP
Mereka yang tak lulus itu dikabarkan mulai dari Penyidik Senior Novel Baswedan hingga Ketua Wadah Pegawai Yudi Purnomo dan beberapa pejabat struktural lainnya. Hal ini kemudian berbuntut polemik karena TWK dinilai sejumlah pihak untuk menjegal pegawai berintegritas.
ADVERTISEMENT
Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said memberikan catatan atas sejumlah problematika tersebut. Salah satunya terkait motif di balik tes itu.
Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said. Foto: Dok. kumparan
Ia merujuk kabar yang beredar bahwa materinya bermasalah. Menurut dia, pertanyaan-pertanyaan tes nampak bias dan memojokkan sikap beragama tertentu sehingga berpotensi melanggar HAM.
Salah satu contohnya adalah terkait pertanyaan salat subuh pakai qunut atau tidak hingga pertanyaan soal melepas jilbab. Pertanyaan-pertanyaan ini disorot sejumlah pihak karena dinilai tak etis.
"Bila dijadikan alat untuk menyaring karyawan yang akan dijadikan aparat sipil negara (ASN) maka itu tidak tepat. Karena UU KPK hasil revisi hanya mengamanatkan seluruh karyawan KPK akan dijadikan ASN," kata Sudirman Said yang juga merupakan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia, Senin (10/5).
ADVERTISEMENT
Ia pun menyoroti sejumlah nama yang dinilai publik berintegritas masuk di dalam daftar pegawai yang tidak lulus. Bahkan dalam catatan kumparan, ada banyak kepala satuan tugas penyidik dan penyelidik KPK yang masuk di dalamnya.
"Apakah ini sebuah kebetulan, bila kader-kader terbaik KPK yang terbukti prestasi dan integritasnya kok malah tidak lolos tes. Apakah ini suatu kebetulan, kok orang-orang yang sedang menangani perkara penting tidak lolos tes. Terlihat jelas ada diskriminasi, bahkan seperti sudah ada target," ucapnya.
Selain itu Sudirman juga menyoroti soal adanya kesan saling lempar tanggungjawab. KPK juga dinilai terkesan menyembunyikan informasi terkait TWK ini.
"Otoritas KPK terkesan menyembunyikan informasi. Akibatnya info samping dan rumor muncul dengan deras. Ini praktik manajemen yang tidak sehat. Dalam konteks yang lebih besar, TWK ini seperti pukulan telak ke sekian kali yang memiliki agenda akan merobohkan KPK," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Banyak pihak yang menganjurkan agar para pegawai yang disebut-sebut tidak lolos TWK itu tetap bisa bekerja memperkuat KPK. Malahan, KPK seharusnya memperkuat barisan dengan menambah aparat yang memiliki integritas tinggi," sambungnya.
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Transparansi di tubuh KPK juga ikut disorot ICW. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, KPK harusnya bekerja berdasarkan nilai keterbukaan dan akuntabilitas sesuai pasal 5 UU KPK.
Namun, keterbukaan ini dipertanyakan ketika tiba-tiba TWK muncul sebagai syarat dalam Perkom alih status menjadi ASN. Padahal baik dalam UU maupun PP turunnya tidak ada tes sebagai syarat alih status.
"Ketentuan itu dilanggar oleh Pimpinan KPK tatkala mengesahkan PerKom 1/21 yang mengakomodir Tes Wawasan Kebangsaan. Bahkan, mirisnya, PerKom 1/21 itu justru dibuat dengan niat buruk karena ingin menyingkirkan penggawa-penggawa KPK, salah satunya Novel Baswedan," ucap Kurnia.
ADVERTISEMENT
"Maka dari itu, Pimpinan KPK harus menganulir keputusan untuk memberhentikan 75 pegawai, karena landasan hukum yang digunakan bermasalah," pungkasnya.
Hingga saat ini, nasib 75 pegawai KPK itu masih belum jelas. KPK masih berkoordinasi dengan KemenPAN-RB dan juga BKN, untuk menentukan tindak lanjut dari hasil tes tersebut.