Theresa May akan Pimpin Pemerintahan Minoritas di Inggris

10 Juni 2017 6:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Theresa May (Foto: Reuters/Kevin Coombs)
zoom-in-whitePerbesar
Theresa May (Foto: Reuters/Kevin Coombs)
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan akan memimpin sebuah pemerintahan minoritas yang didukung oleh sebuah partai kecil Irlandia Utara. Hal itu dikatakan setelah Partai Konservatif-nya tidak mendapatkan suara mayoritas di parlemen dalam pemilu Inggris.
ADVERTISEMENT
Dari 650 kursi, Partai Konservatif mendapatkan 310 kursi, sementara Partai Buruh 258 kursi, sisanya diperoleh partai-partai kecil. May pun langsung menyampaikan ucapan permohonan maafnya kepada semua pihak.
"Saya minta maaf atas semua kandidat dan semua pekerja keras di partai atas tidakberhasilan ini," kata May, Jumat (9/6) seperti dilansir Reuters.
Partai Konservatif yang tidak mendapatkan kursi mayoritas di parlemen sebesar 326 mengharuskan May bekerja keras. Oleh karena itu, May menuturkan akan menggalang kekuatan dengan menggandeng partai-partai kecil.
"Saya akan merenungkan apa yang perlu kita lakukan di masa depan untuk membawa partai maju," tambahnya.
Sebab, situasi yang dinamakan "hung parliament" alias parlemen gantung ini menjadikan tidak ada partai yang berhak membentuk pemerintahan langsung. Sama halnya dengan oposisi, Partai Buruh yang mengusung Jeremy Corbyn.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan minoritas yang akan dibentuk May bukanlah pertama kali terjadi. Namun hal itu jarang terjadi. Sejarah Inggris mencatat pemerintahan minoritas pernah terbentuk pada tahun 1923, 1974, dan 1977-1978.
Namun biasanya pemerintah minoritas tidak berlangsung lama. Pasalnya sulit menggolkan program pemerintah jika tidak mendapatkan dukungan mayoritas parlemen. Pemerintah harus ekstra keras melobi suara dari partai lain, termasuk dalam hal penting seperti kesepakatan Inggris keluar dari Uni Eropa alias Brexit.
Perlu diketahui, pemilu Inggris ini dilaksanakan tiga tahun lebih awal dari jadwal sebenarnya yaitu tahun 2020. Ketika menggantikan David Cameron sebagai Perdana Menteri baru, Theresa May meminta agar penyelenggaraan Pemilu dipercepat pada 8 Juni demi mempersiapkan Inggris menjalani proses keluar dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit.
ADVERTISEMENT