Timses: Ma'ruf Punya Pesona Gaet Kaum Islam Tradisional di Pilpres
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni, tak sependapat sosok Jokowi dan Sandi lebih dominan daripada sosok Prabowo dan Ma'ruf pada masa kampanye pilpres yang telah berjalan dua bulan ini.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, sosok Ma'ruf Amin sebagai pendamping Jokowi memiliki peran tersendiri dalam mendongkrak elektabilitas. Sebab, Ma'ruf masih memiliki pesona di kalangan Islam tradisional.
"Bagi saya Kiai Ma'ruf tentu masih memiliki pesona terutama di kalangan Islam, terutama Islam tradisional. Kalau seandainya suara NU solid kemudian kelompok-kelompok Islam non-NU juga bisa ke Jokowi-Ma'ruf, saya kira tentu ini melengkapi modal besar yang sudah dimiliki Pak Jokowi," jelasnya saat dihubungi, Selasa (13/11).
Antoni juga menanggapi sosok Sandi yang lebih dominan daripada sosok Prabowo di kubu sebelah karena pernyataan kontroversial, gimmick politik, hingga pemberitaan. Meski demikian, Antoni menganggap pernyataan yang sering diungkapkan Sandi tak terlalu substansial.
"Coba aja kita review apa yang dia (Sandi) lakukan termasuk gimmick yang sama sekali enggak lucu itu. Dia (Sandi) bilang tempe setipis ATM, dia bilang chicken rice lebih murah di Singapura ketimbang di Jakara. Rp 100 ribu hanya dapat cabai dan bawang merah, ya banyak omong tapi enggak ada yang substansial juga," jelas Sekjen PSI itu.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebut Jokowi menjadi sentral dalam kampanye paslon nomor urut 01 tersebut. Menurutnya, Ma'ruf lebih banyak fokus mengunjungi pesantren-pesantren. Sebab, Jokowi lemah di pemilih Islam.
ADVERTISEMENT
"Ma'ruf lebih banyak mobilisasi di darat melalui kunjungan ke pesantren yang cukup sering dan memang itu ditujukan untuk memperkuat citra Jokowi di kelompok pemilih pesantren. Jadi strateginya beda," jelas Arya ketika dihubungi, Selasa (13/11).
Sementara itu, pada paslon nomor urut 02, Sandi seakan sengaja ditonjolkan daripada Prabowo. Menurut Arya, dalam empat tahun terakhir, suara Prabowo mengalami stagnasi sehingga harus ada sosok baru dalam mendongkrak elektabilitas.
"Karena terjadi stagnasi jadi tak mudah untuk naik dan butuh momentum kuat untuk bisa naik. Hal ini disadari oleh tim Prabowo-Sandi," ungkapnya.