Tito Bantah Bisa Pecat Kepala Daerah di Omnibus Law

22 Januari 2020 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Kemendagri, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Kemendagri, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menanggapi soal kewenangan dirinya bisa memecat atau memberhentikan secara permanen gubernur dan kepala daerah tingkat kabupatan/kota seperti diatur dalam salah satu pasal draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang tersebar.
ADVERTISEMENT
Staf khusus Mendagri bidang politik dan media, Kastorius Sinaga, menjelaskan, Tito sudah memeriksa seluruh pasal yang ada di dalam draf RUU Omnibus Law yang mereka miliki. Termasuk Pasal 519 yang disebut-sebut terdapat kewenangan Mendagri untuk memberhentikan kepala daerah.
"Dari hasil pengecekan tersebut, serta juga di dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Kementerian Dalam Negeri tidak menemukan dan tidak pernah mengusulkan pasal kewenangan pemecatan kepala daerah oleh Mendagri," kata Kastorius dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/1).
Namun Kastorius menegaskan kewenangan pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Sikap Mendagri sangat jelas, yaitu bahwa pemberhentian kepala daerah adalah sesuai dengan semangat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, khususnya Pasal 78 UU ini yang mengatur pemberhentian kepala daerah," ucap Kastorius.
ADVERTISEMENT
"Pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014 menyebut bahwa pemberhentian kepala daerah dimungkinkan karena alasan meninggal dunia dan pengunduran diri dari kepala daerah yang bersangkutan," tegasnya.
Kastorius mengatakan, Tito berpandangan tata cara pemberhentian kepala daerah seperti yang ada di dalam draf RUU Omnibus Law sudah sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur pada Pasal 79 UU Nomor 23 Tahun 2014, yaitu melalui rapat paripurna DPRD yang kemudian diusulkan kepada presiden.
"Baik persyaratan maupun tata cara pemberhentian ini telah diadopsi di dalam draf RUU Omnibus Law," ujar Kastorius.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Kemendagri, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kastorius menuturkan, kewajiban kepala daerah salah satunya adalah kewajiban untuk melaksanakan program strategis nasional sebagaimana diatur di Pasal 519 draf RUU Omnibus Law, tetap sama seperti rumusan dalam Pasal 67 dan Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan sanksi administrasi serta tata cara pelaksanaan sanksi terhadap kepala daerah yang tidak melakukan kewajibannya.
"Dengan penjelasan di atas, Kemendagri melihat adanya upaya framing berita bernuansa provokatif atas substansi draf RUU Omnibus Law, khususnya dalam kaitan hubungan kewenangan pusat dan daerah. Oleh karenanya penjelasan di atas kami harapkan dapat berguna sebagai klarifikasi publik guna menghindari kesalahpahaman di masyarakat terhadap draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," tutup Kastorius.
Pemerintah dan DPR berulang kali menegaskan bahwa belum ada draf RUU Omnimbus Law yang resmi. Kedua pihak tak tahu menahu soal draf yang beredar luas di tengah masyarakat.
Dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja tak resmi yang beredar tersebut, Mendagri bisa memberhentikan kepala daerah yang tidak menjalankan program strategis nasional. Aturan yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan daerah itu tertuang dalam draf RUU Cipta Lapangan Kerja Bab VIII dukungan inovasi dan riset Pasal 520 dan Pasal 521.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 520 dan 521 Ayat 1 sampai 3, mengatur secara spesifik tentang sanksi yang diberikan kepada kepala daerah yang dianggap tidak menjalankan program strategis nasional atau kewajibannya. Sanksi tersebut bisa berupa teguran tertulis hingga diberhentikan secara permanen.
Berikut isi lengkap kedua pasal tersebut:
Pasal 520
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintahan Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
ADVERTISEMENT
(3) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
Pasal 521
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional, norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan kebijakan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(2) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
ADVERTISEMENT
(3) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.