Tito Sebut Dana Pemda Rp 252 Triliun Mengendap di Bank, Ini Kata KPK

23 Oktober 2020 18:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Foto: Dok. Kemendagri
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Foto: Dok. Kemendagri
ADVERTISEMENT
Pandemi corona telah membuat sektor ekonomi lesu. Sehingga dibutuhkan intervensi pemerintah daerah (Pemda) melalui belanja APBD agar uang beredar di masyarakat dan menggerakkan ekonomi. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyatakan berdasarkan data per 30 September, terdapat dana Pemda senilai Rp 252,78 yang mengendap di bank.
"Dalam data anggaran keuangan ternyata ada beberapa provinsi, kabupaten, dan kota kalau ditotal Rp 252,78 triliun. Provinsi ditotal Rp 76,78 triliun ada di bank dalam bentuk deposito. Sementara, kabupaten/kota ditotal Rp 167,13 triliun di dalam deposito," ujar Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020 pada Kamis (22/10) yang disiarkan di YouTube Kemenko Perekonomian.
Tito menilai kondisi tersebut membuat dana Pemda tak dirasakan masyarakat. Bunga deposito justru dinikmati pengusaha.
Ilustrasi Uang Rupiah Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Ini disimpan tapi bunga tidak beredar ke masyarakat, diedar ke bank. Itu terafiliasi dengan pengusaha-pengusaha tertentu," ucapnya.
Alhasil, kata Tito, program Pemda bisa didikte pengusaha yang memiliki kepentingan tertentu. Padahal seharusnya dana Pemda dirasakan masyarakat yang banyak terdampak corona.
ADVERTISEMENT
"Mohon kepala daerah tidak cari aman, tapi bagaimana betul-betul dana yang ada dibuat program yang memang diperlukan di masa krisis pandemi COVID-19," tegas Tito.
Data yang disampaikan Tito tersebut mendapat respons dari KPK. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan apabila penempatan dana di bank tersebut disengaja agar mendapat keuntungan, tentu termasuk tindakan korupsi.
"Tetapi kalau kemudian diparkir oleh bupati, gubernur, karena tidak bisa digunakan karena kondisi COVID-19, mengamankan, dia tidak sadar keuntungan atau bunga dimanfaatkan pengusaha tertentu, nah yang memanfaatkan yang salah," ujar Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/10).
Pimpinan KPK Nurul Ghufron menyampaikan keterangan pers tentang penahanan mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/7). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
"Tapi kalau sengaja parkir saja, Pak Bupati, Gubernur supaya nanti bisa berbagi keuntungan, itu masuk bagian korupsi," lanjut Ghufron.
ADVERTISEMENT
Ghufron menyatakan KPK bakal meminta data ke Kemendagri mengenai fenomena tersebut. Setelah mendapatkan data, kata Ghufron, KPK baru mengusut apakah ada unsur korupsi atau tidak.
"KPK akan lebih dulu kumpulkan info dari Kemendagri dan kumpulan data. Baru KPK akan tentukan sikap apakah melakukan penyelidikan atau tidak," tutupnya.