Tito soal Eks Napi Maju Pilkada: Sudah Dihukum, Tak Diberi Kesempatan?

18 November 2019 20:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan sambutan dalam acara Rakornas Pemerintah Pusat dan Forkopimda tahun 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan sambutan dalam acara Rakornas Pemerintah Pusat dan Forkopimda tahun 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bicara soal mantan narapidana maju dalam kontestasi Pilkada. Aturan ini dibuat oleh KPU dalam draf peraturan tentang pencalonan dalam Pilkada, namun dikritisi DPR.
ADVERTISEMENT
Tito menyebut prinsipnya, setiap orang punya hak yang sama untuk dicalonkan sebagaimana diatur UU Pilkada, termasuk eks narapidana. Namun, terserah masyarakat yang menentukan pilihan.
"Sekarang menyangkut narapidana apakah dapat menjabat A atau B dan seterusnya, terserah kepada rakyat," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Mantan Kapolri itu memaparkan konsep pemidanaan berawal dari teori pembalasan. Menurut teori itu, dijelaskan Tito, orang yang berbuat kriminal maka dia harus dibalas.
"Dibalas dengan cara apa? Dikekang kebebasannya dengan masuk penjara, bahkan sampai hukuman mati dibunuh, maka penjara itu disebut dengan prison tempat mengekang orang," katanya.
Dia melanjutkan, namun dalam teori kriminologi kini mulai berubah. Banyak ahli kriminologi menurut Tito, yang mesti diperangi itu kejahatannya dan perbuatannya bukan orangnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi orang itu dianggap kalau berbuat salah itu dianggap orang yang menyimpang, orang yang menyimpang ini harus dikoreksi direhabilitasi. Maka lihat penjara di negara demokrasi bukan lagi disebut dengan prison tapi correction, kita pun menyebutnya bukan dengan penjara Cipinang tapi Lembaga Pemasyarakatan," ujarnya.
Mendagri Tito Karnavian menyampaikan paparannya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11). Foto: Dok. Kemendagri
Terkait hal ini, Tito menyerahkan kepada masyarakat untuk memilih, jika memakai paradigma lama, yakni pejabat publik mesti dihukum selamanya, berarti kembali kepada teori kuno.
"Sementara teori yang baru adalah teori rehabilitasi, artinya kalau dia selesai menjalani hukumannya dia terkoreksi," ujarnya.
Menghadapi Pilkada Serentak 2020, KPU sedang membahas revisi Peraturan KPU tentang Pilkada. Dalam revisinya KPU memasukkan aturan melarang mantan napi koruptor dalam Pilkada. Tapi aturan itu terbentur dengan UU Pemilu, bahwa setiap warga negara berhak mencalonkan diri. Solusinya, jika tetap ingin memasukkan larangan itu, UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mesti direvisi.
ADVERTISEMENT