Tobas: Usut Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Diduga untuk Mengurung Manusia

25 Januari 2022 11:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan kerangkeng di halaman belakang rumah Bupati Langkat. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan kerangkeng di halaman belakang rumah Bupati Langkat. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari (Tobas), menyoroti temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin, yang diciduk KPK karena diduga menerima suap. Ia mendorong Polda Sumatera Utara segera mengusut tuntas temuan kerangkeng tersebut.
ADVERTISEMENT
"Mendorong Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk segera mengusut tuntas temuan kerangkeng yang diduga untuk mengurung manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif yang ditangkap KPK, Terbit Rencana Peranginangin," kata pria yang disapa Tobas ini, Selasa (25/1).
Tobas menyatakan tidak dibenarkan siapa pun, termasuk pejabat pemerintahan, menaruh seseorang dalam sebuah tempat seperti kerangkeng atau sel penjara, dengan merampas kemerdekaan orang lain dan memperlakukannya secara tidak manusiawi.
"Perampasan kemerdekaan dengan menaruh seseorang dalam tahanan atau pun lembaga pemasyarakatan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan alasan yang berdasarkan hukum, yakni dalam rangka penegakan hukum atau pelaksanaan putusan pengadilan, sesuai aturan perundang-undangan dan harus dilaksanakan dengan standar HAM," ucapnya.
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
Ketua Fraksi NasDem MPR ini menuturkan saat ini masyarakat menunggu hasil penyelidikan dari polisi. Ia menegaskan tidak dibenarkan jika alasan kerangkeng itu untuk rehabilitasi ataupun tempat para pekerja.
ADVERTISEMENT
"Saat ini publik belum mendapat kejelasan perihal peruntukan kerangkeng manusia tersebut, kita menunggu hasil penyelidikan pihak kepolisian," kata dia.
"Namun baik alasan sebagai tempat rehabilitasi maupun tempat bagi pekerja perkebunan sawit, kedua alasan tersebut tetap tidak memberikan pembenaran bagi penggunaan kerangkeng manusia dan harus diusut tuntas dengan melakukan penegakan hukum,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan jika hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa adanya tindakan tidak manusiawi, penegak hukum harus memberikan pemulihan kepada para korban.
“Jika ternyata hasil pengusutan ditemukan memang benar digunakan untuk menempatkan seseorang dalam kerangkeng, terlebih bila terdapat tindakan penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi, maka penegakan hukum harus dilakukan kepada semua yang bertanggung jawab dan pihak pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memulihkan kondisi para korban,” tandas Tobas.
ADVERTISEMENT