TP2TP2A Klungkung Tak Temukan Dugaan Kasus Pedofilia di Ashram

12 Februari 2019 14:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konselor TP2TP2A Klungkung, Anak Agung Ratnadri (tengah). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konselor TP2TP2A Klungkung, Anak Agung Ratnadri (tengah). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TP2A) Kabupaten Klungkung menyatakan telah mengecek dugaan kasus pedofilia di sebuah ashram di Klungkung. Namun, pihak TP2TP2A tak menemukan adanya indikasi terjadinya kasus pedofilia itu.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan oleh konselor TP2TP2A Agung Ratnadri saat audiensi dengan Komisi IV DPRD Bali mengenai dugaan pedofilia di ashram Klungkung. Ratna mengatakan, sejak kasus pedofilia ramai dibicarakan di sejumlah media massa, pihaknya langsung mendatangi ashram bersama sejumlah aparat desa dan adat.
Di sana, mereka hanya bisa bertemu dengan tujuh siswa yang tinggal di ashram tersebut. Sebab, pengelola ashram yang diduga menjadi pelaku dengan inisial GI dan asisten pengelola tidak di tempat. Dari hasil perbincangan, tujuh siswa itu membantah adanya kasus dugaan pedofilia. Justru, tujuh siswa itu tak ingin ambil pusing atas peristiwa itu.
"Ada berita tidak usah dikomentari karena alam yang akan menjawab," kata Ratnadri meniru ucapan siswa di Kantor DPRD Bali, Renon, Denpasar, Selasa (12/2).
ADVERTISEMENT
"Selama ini kami mengabaikan karena bukti tidak ada secara valid secara kini. Karena kami melakukan koordinasi bersama aparat pemerintah daerah, desa maupun adat, kami di sana tenang-tenang saja (tak ada keresahan masyarakat ada isu pedofilia di ashram)," lanjut dia.
Audiensi TP2TP2A Klungkung dengan DPRD Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Selain itu, perbekel (kepala lurah) di Desa Pakse Bali, Kecamatan Dawan, Klungkung, tidak menemukan aktivitas yang mencurigakan di dalam ashram. Siswa terpantau mengadakan aktivitas pendidikan agama. Bahkan, sejumlah kegiatan masyarakat seperti yoga untuk lansia rutin digelar.
"Ashram melakukan tugas dan fungsinya adalah untuk pendidikan. Bahkan, ada anak yang dikuliahkan sampai S2. Bahkan perbekal selalu melihat kegiatan anak-anak di sana postif," ucap Ratnadri.
Ratnadri kemudian menjelaskan apabila ada masalah bisa diselesaikan secara bersama-sama. "Karena kami aman-aman saja dan enggak ada permasalahan," kata dia.
ADVERTISEMENT
Saat dicecar oleh Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta, Ratnadri mengaku belum menemukan adanya korban. Karena hingga saat ini siapa yang menjadi korban pedofil pun dirinya belum mengetahui.
"Kami bertanya, apa ada korban tahun 2008 atau tahun 2015. Siapa yang menjadi korban pun tidak tahu. Mereka juga tidak tahu apa ada korban," jawab Ratnadri.
Usai audiensi itu, Parta kemudian mendesak Polda Bali untuk mengusut tuntas kasus ini.
"Kami sepakat bahwa peristiwa ini ada maka kami mendesak Polda Bali untuk mengusut ini. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas," imbuh Parta.
Sementara itu, mantan Direktur LBH Apik, Nengah Budawati, mengaku pernah mendampingi satu korban bersama seseorang bernama Suryani. Saat itu, pihaknya bersama Ketua TP2TP2A Kota Denpasar, Luh Putu Anggraeni, tak berhasil membujuk korban untuk melapor kepada polisi.
ADVERTISEMENT
"Kemudian saat korban enggak siap melapor, bagaimana pun korban harus dihormati maka kami enggak bisa berbuat banyak," ujar Budawati.
Audiensi yang sempat alot ini pun menyepakati peristiwa ini benar-benar terjadi. Ini karena cerita versi pemerhati anak dan perempuan Siti Sapurah alias Ipung selama ini senada dengan Budawati dan Anggraeni.
Kasubdit IV PPA Direskrimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini bersikukuh pihaknya masih memiliki kendala untuk menemukan korban meski beberapa orang telah diwawancara perihal ini. Saparini kemudian berharap kerja sama dari para pegiat masyarakat agar bisa mengadvokasi korban untuk melapor.
"Kasus ini kami sudah minta keterangan dari Ipung dan lain-lain. Namun hambatan kami adalah korbannya. Korban harus ada dulu. Korban didapat dulu bagaimana peristiwanya, kapan, dimana, harus jelas dulu," kata Saparini.
ADVERTISEMENT
Pertemuan itu dihadiri pula oleh sejumlah aktivis antipedofilia yang tergabung dalam Solidaritas Warga Anti Pedofilia (SWAP), Kasubdit IV PPA Direskrimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini, Kabid Dinsos Kabupaten Klungkung Bidang Pemberdayaan Anak dan Perempuan Anak Agung Manik, dan sejumlah anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bali.