Trump Digugat Jurnalis AS Terkait Dugaan Pemukulan dan Pencemaran Nama Baik

25 November 2022 8:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Presiden AS Donald Trump berbicara dalam rapat umum menjelang pemilihan paruh waktu, di Mesa, Arizona, AS, Minggu (9/10/2022). Foto: Brian Snyder/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Presiden AS Donald Trump berbicara dalam rapat umum menjelang pemilihan paruh waktu, di Mesa, Arizona, AS, Minggu (9/10/2022). Foto: Brian Snyder/REUTERS
ADVERTISEMENT
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menghadapi gugatan kedua dari seorang jurnalis, E. Jean Carroll, yang pernah menuduhnya atas pemerkosaan pada Kamis (24/11).
ADVERTISEMENT
Carroll mengajukan gugatannya kepada Pengadilan New York. Dia menuduh Trump atas pemukulan ketika secara paksa meraba-raba dan memerkosanya pada pertengahan 1990-an.
Carroll turut membuat gugatan atas pencemaran nama baik. Dia mengutip unggahan Trump di platform sayap kanan Truth Social yang menyangkal tudingan pemerkosaan tersebut pada Oktober 2022.
Carroll menuntut ganti rugi dan hukuman yang belum ditentukan untuk rasa sakit dan penderitaan, kerugian psikologis, kehilangan martabat, dan kerusakan pada reputasinya.
Carroll adalah jurnalis majalah Elle sebelum dipecat pada 2020. Dia juga berkontribusi untuk media seperti The Atlantic dan Vanity Fair.
Ilustrasi pelecehan seksual Foto: Shutterstock
Perempuan berusia 78 tahun itu pertama kali membuat klaim tentang pelecehan seksual yang dia alami dalam sebuah buku pada 2019.
Dia mengatakan, Trump memerkosanya di ruang ganti pusat perbelanjaan Bergdorf Goodman di Midtown Manhattan, New York City, pada 1995 atau 1996. Tetapi, Trump membantah memerkosa Carroll pada Juni 2019. Dia mengaku tidak mengenalnya saat itu.
ADVERTISEMENT
Trump mengindikasikan, tuduhan ini bermotif politik dan finansial. Merujuk pada Carroll, Trump mengatakan, 'dia bukan tipe saya'.
Carroll lalu mengajukan gugatan pencemaran nama baik pada November 2019. Gugatan tersebut masih berlangsung hingga kini.
Kedua belah pihak sempat mengajukan banding pada 3 Desember 2021. Kasus itu kemudian tertunda karena isu prosedural.
Sebab, Trump masih menjadi presiden ketika membuat pernyataan itu. Pengacara Trump mengeklaim, kliennya dilindungi kekebalan eksekutif atas pernyataan yang dibuat selama masa jabatannya.
Mantan Presiden AS Donald Trump dan istrinya Melania menghadiri pemakaman Ivana Trump, di Gereja St. Vincent Ferrer, di New York City, AS, Rabu (20/7/2022). Foto: Jeenah Moon/REUTERS
Walau masih menjalani proses hukum, Trump kembali mengejek tuduhan Carroll di Truth Social pada 12 Oktober 2022. Dia menggambarkan klaim-klaim ini sebagai 'hoaks' dan 'kebohongan'.
Alhasil, Trump memicu klaim pencemaran nama baik terbaru.
"Itu adalah Hoaks dan kebohongan, sama seperti semua Hoaks lainnya yang telah ditujukan pada saya selama tujuh tahun terakhir,” tulis pernyataan Trump, dikutip dari AFP, Jumat (25/11).
ADVERTISEMENT
Gugatan baru mengatasi masalah kekebalan hukum. Pasalnya, Trump tidak lagi menjabat sebagai presiden pada Oktober 2022.
Hakim Lewis A Kaplan memimpin gugatan pencemaran nama baik pertama yang diajukan Carroll. Dia dapat memasukkan klaim terbaru dalam persidangan yang dijadwalkan pada 6 Februari 2023.
Pengacara Carroll, Roberta Kaplan, meminta agar hakim mencakup kedua tuntutan hukum dan mengajukan persidangan pada 10 April.
Pengacara Trump, Alina Habba, menolaknya. Habba meminta persidangan hanya membahas gugatan pertama pada 8 Mei.
"Klien Anda telah mengetahui ini akan terjadi selama berbulan-bulan, dan dia disarankan memutuskan siapa yang mewakilinya di dalamnya," jawab hakim kepada Habba.
Massa gerakan MeToo berkumpul di dekat sebuah gedung. Foto: Shutter Stock
Sebelumnya, Carroll tidak dapat membuat tuntutan karena pemerkosaan tersebut terjadi bertahun-tahun yang lalu.
Undang-undang Negara Bagian New York kemudian memungkinkan korban kekerasan seksual membuat gugatan tanpa batas waktu ini.
ADVERTISEMENT
Carroll lantas segera mengajukan gugatannya beberapa menit setelah undang-undang baru tersebut mulai berlaku pada Kamis (24/11).
Carroll menegaskan, dia telah menutup mulut selama lebih dari 20 tahun karena takut akan pembalasan oleh Trump. Tetapi, dia berubah pikiran setelah melihat gerakan #MeToo.
"Kasus ini merupakan penyalahgunaan tujuan Undang-Undang ini yang menciptakan preseden buruk yang berisiko mendelegitimasi kredibilitas korban yang sebenarnya," kata Habba.