Tsamara soal Penghina Presiden Terancam Bui di RKUHP: Cederai Demokrasi

8 Juni 2021 15:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ujaran kebencian. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ujaran kebencian. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru kini ramai dibahas publik. Sebab ada pasal ancaman pidana terhadap pelaku penghinaan presiden.
ADVERTISEMENT
Mereka yang menghina presiden di media sosial diancam pidana 4 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan penghina presiden di muka umum diancam 3 tahun 5 bulan penjara.
Ketua DPP PSI Tsamara Amany menyesalkan poin tersebut. Meski baru sebatas draf, Tsamara menilai poin tersebut menciderai demokrasi.
"Pasal penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU-KUHP mencederai esensi demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat. Pasal tersebut punya potensi menjadi pasal karet yang menghambat diskursus publik yang sehat," kata Tsamara, Selasa (8/6).
Kutua DPP PSI, Tsamara Amany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tsamara menambahkan, dirinya tak melihat ada relevansi jika pasal-pasal seperti itu diterapkan dalam era demokrasi. Menurutnya, Indonesia akan mundur puluhan tahun jika menerapkannya.
“Kalau dalam konteks pasal penghinaan presiden, Pak Jokowi dari dulu biasa difitnah, tapi beliau selalu menjawab dengan kerja. Kritik seharusnya dibalas dengan kerja, bukan ancaman penjara. Itu pula yang seharusnya dilakukan DPR," urai mahasiswa S2 New York University ini.
ADVERTISEMENT
"Kalau ada yang mengkritik DPR, tunjukkan dengan perbaikan kinerja,” tambah dia.
Maka dari itu, Tsamara menyarankan agar poin ancaman pidana bagi penghina presiden dikaji ulang.
"Sebaiknya DPR mengkaji ulang dan menghapus pasal-pasal ini dari RUU KUHP," pungkas Tsamara.
Sebelumnya draf RKUHP ini belum bersifat final. Sebab badan keahlian DPR dan Panja RKUHP sedang road show ke kampus-kampus untuk menerima masukan publik.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: