Tunggu Amnesti Jokowi, Baiq Nuril Akan Ajukan Penangguhan Penahanan

8 Juli 2019 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril tiba di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril tiba di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Baiq Nuril terus berjuang mencari keadilan. Seraya berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikannya amnesti, ia dihadapkan dengan ancaman penahanan atas putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan dirinya bersalah.
ADVERTISEMENT
Nuril terancam hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena diduga menyebarkan dan mendistribusikan rekaman asusila bersama Muslim, kepala sekolah SMAN 7 Mataram tempat ia bekerja. Pendamping hukum Nuril akan melayangkan penangguhan penahanan.
"Dari kami sendiri sedang akan mengajukan penangguhan eksekusi kepada Jaksa Agung, sehingga Bu Nuril tidak ditahan," kata politikus PDIP yang mendampingi Nuril, Rieke Diah Pitaloka, di Kemenkumham, Senin (8/7).
Baiq Nuril tiba di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Rieke menyebut permohonan itu dilakukan sembari menunggu proses pengajuan amnesti dari Jokowi selesai. Sebab, saat ini, landasan hukum amnesti masih dibahas oleh Kemenkumham.
"Untuk langkah berikutnya Pak Menteri (Menkumham Yasonna Laoly) sedang merumuskan yang tadi disampaikan (mengkaji pemberian amnesti). Mohon doanya, mohon dukungannya dari seluruh masyarakat Indonesia," kata Rieke.
ADVERTISEMENT
"Dan kami tentu saja mendukung perhatian bapak presiden dan mendukung penuh Pak Presiden untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Yasonna memastikan akan sesegera mungkin merampungkan landasan hukum pemberian amnesti kepada Nuril. Dia menjamin perpanjangan kasus ini segera disampaikan Jokowi dalam waktu dekat.
"Sesegera mungkin. Prosesnya nanti kita berikan pertimbangan hukum segera malam ini. Mensesneg dan Pak Presiden sudah memberikan perhatian yang serius. Tentu nanti Pak Presiden meminta melalui Mensesneg meminta pertimbangan hukum ke DPR, Komisi III. Saya mendapat informasi juga teman-teman DPR mendukung hal ini," ungkapnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly usai diperiksa sebagai saksi kasus korupsi e-KTP di Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Kasus Baiq Nuril berawal pada Desember 2014. Rekan Nuril, Imam Mudawin, meminjam telepon genggam Nuril dan menemukan rekaman pembicaraan asusila antara Nuril dengan Muslim, lalu menyalinnya hingga tersebar luas.
ADVERTISEMENT
Muslim merasa nama baiknya dicemarkan. Dia melaporkan Nuril ke polisi. Atas laporan itu, Nuril sempat menjadi tahanan di Polda NTB. Kasus tersebut kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram.
Setelah melalui rangkaian persidangan, majelis hakim akhirnya membebaskan Nuril dari semua dakwaan. Majelis hakim PN Mataram tidak menemukan unsur pidana pelanggaran UU ITE.
Jaksa penuntut umum lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada 26 September 2018, majelis hakim kasasi mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum. Nuril lalu dijatuhi penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Tak terima, Baiq Nuril kemudian mengajukan PK pada awal Januari 2019 dengan menyebut bahwa terjadi kekhilafan dan kekeliruan hakim, namun ditolak.
Presiden Joko Widodo terkait kasus hukum Baiq Nuril. Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT