Turbulensi Ekstrem SQ Diduga Terkait Badai Petir di Cekungan Irrawaddy Myanmar

22 Mei 2024 11:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pesawat Singapore Airlines SQ321 dari London menuju Singapura mengalami turbulensi ekstrem pada Senin (20/5). Seorang penumpang dari Inggris tewas, puluhan lainnya luka-luka.
ADVERTISEMENT
Menurut CEO Singapore Airlines, Goh Choon Phong, pesawat tiba-tiba mengalami turbulensi ekstrem. Kemudian pilot mengumumkan keadaan darurat medis dan rute segera dialihkan ke Bangkok.
“Atas nama Singapore Airlines, saya ingin menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada keluarga dan orang-orang terkasih dari almarhum,” kata Goh melalui pesan video, seperti dikutip dari Reuters.
Data pelacakan yang ditangkap oleh FlightRadar24 dan dianalisis oleh Associated Press menunjukkan pesawat tersebut meluncur di ketinggian 37.000 kaki sebelum tiba-tiba dan tajam turun ke ketinggian 31.000 kaki selama sekitar tiga menit.
Biro Investigasi Keselamatan Transportasi (TSIB) Singapura sedang menyelidiki insiden tersebut. Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat juga mengirim perwakilannya untuk memberikan dukungan.
Penumpang Singapore Airlines penerbangan SQ321 dari London ke Singapura, yang melakukan pendaratan darurat di Bangkok, menyapa anggota keluarga setibanya di Bandara Changi di Singapura pada Rabu (22/5/2024). Foto: Roslan Rahman/AFP

Badai Petir

Penyedia pelacakan pesawat, FlightRadar24, mengatakan penerbangan tersebut mengalami perubahan kecepatan vertikal yang cepat, konsisten dengan peristiwa turbulensi yang tiba-tiba, sekitar pukul 07.49 GMT atau sekitar pukul 14.49 WIB (Selasa, 21 Mei).
ADVERTISEMENT
“Ada badai petir, beberapa parah, di wilayah tersebut pada saat itu,” lanjut perwakilan lembaga itu.
Menurut layanan prakiraan cuaca, AccuWeather, badai petir yang terjadi dengan cepat dan eksplosif di dekat jalur penerbangan SQ321 kemungkinan besar berkontribusi terhadap turbulensi hebat itu.
“Badai petir yang sering terjadi sering kali memiliki aliran udara ke atas yang kuat, zona udara yang bergerak ke atas, yang naik dengan sangat cepat, terkadang dengan kecepatan lebih dari 100 mph (160,9 kph), dan dapat membuat pilot hanya punya sedikit waktu untuk bereaksi jika terjadi tepat di depan pesawat,” kata Direktur Senior Operasi Perkiraan AccuWeather, Dan DePodwin.
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters

Terjadi di Cekungan Irrawaddy Myanmar

Menurut pihak Singapore Airlines, turbulensi tiba-tiba terjadi di Cekungan Irrawaddy Myanmar — dekat Thailand — sekitar 10 jam setelah penerbangan.
ADVERTISEMENT
“Tidak jarang terjadi badai petir besar di Teluk Benggala. Selalu ada kemungkinan terjadinya badai,” kata seorang pilot yang rutin terbang ke Singapura dan Asia Tenggara.
“Kami berada sekitar 30 mil (48 km) di luar jalur saat terbang mengelilingi badai petir dua hari lalu dalam perjalanan ke Singapura,” tambah pilot tersebut, seperti dikutip dari Reuters.
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters

Turbulensi dan Sabuk Pengaman

Studi NTSB tahun 2021 menunjukkan, ada banyak penyebab terjadinya turbulensi. Yang paling jelas adalah pola cuaca tidak stabil yang memicu badai. Namun, ada juga turbulensi udara jernih yang sulit dideteksi.
Menurut studi tersebut, kecelakaan penerbangan terkait turbulensi adalah jenis kecelakaan yang paling umum.
Dari 2009 hingga 2018, turbulensi menyumbang lebih dari sepertiga penyebab kecelakaan penerbangan. Sebagian besar mengakibatkan satu atau lebih penumpang cedera serius, namun tidak ada kerusakan pada pesawat.
ADVERTISEMENT
Sebuah pesawat Singapore Airlines terlihat di landasan setelah pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Pongsakornr Rodphai/Handout via REUTERS
Singapore Airlines dikenal sebagai salah satu maskapai penerbangan terkemuka di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan yang dipandang sebagai acuan dalam industri penerbangan itu tidak memiliki catatan insiden besar.
Kecelakaan terakhir yang mengakibatkan korban jiwa adalah penerbangan dari Singapura ke Los Angeles melalui Taipei pada 31 Oktober 2000. Pesawat jatuh di di Bandara Internasional Taoyuan Taiwan. Tragedi itu menewaskan 83 dari 179 penumpangnya.