news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Turki Lancarkan Serangan Udara di Suriah, 17 Orang Tewas

17 Agustus 2022 6:22 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tentara Turki. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tentara Turki. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Turki menewaskan 17 orang dalam rentetan serangan udara terhadap sejumlah pos perbatasan yang dikelola rezim Suriah pada Selasa (16/8).
ADVERTISEMENT
Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) melaporkan insiden tersebut. Pihaknya tidak merinci keterkaitan para korban dengan pemerintah Suriah maupun pasukan Kurdi.
"Tujuh belas pejuang tewas dalam serangan udara Turki yang menghantam beberapa pos terdepan rezim Suriah di dekat perbatasan Turki," jelas SOHR, dikutip dari AFP, Rabu (17/8).
Sementara itu, Syrian Arab News Agency (SANA) mencatat, setidaknya tiga korban jiwa adalah tentara Suriah. Enam serdadu lainnya juga mengalami cedera. Suriah lantas mengancam akan merespons tindakan Turki.
"Setiap serangan terhadap pos militer yang dijalankan oleh angkatan bersenjata kami akan ditanggapi dengan tanggapan langsung dan segera di semua arah," tegas media pemerintah itu.
Tentara YPG Kurdi di Suriah. Foto: AFP/Delil Souleiman
Gempuran tersebut terjadi di dekat Kobane yang dikuasai Kurdi. Kota itu kerap menyaksikan bentrokan antara pasukan Turki dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi.
ADVERTISEMENT
Pertempuran terbaru bertepatan pula dengan serangan Kurdi ke Turki. Sebagai pembalasan, Turki menerjang ke dalam wilayah Suriah.
Kementerian Pertahanan Turki menekankan, operasi tersebut masih berlangsung hingga kini. Negara itu tengah menggencarkan serangannya terhadap seluruh wilayah Suriah yang dikuasai Kurdi.
SDF telah menanggung setidaknya 13 korban jiwa akibat serangan Turki sejak Juli. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengumumkan niatan tersebut sejak awal tahun ini.
Erdogan bersikeras mendorong aksi militer hingga masalah keamanannya ditangani. Dia ingin membangun zona aman seluas 30 km dari perbatasan selatan Turki dengan Suriah.
Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Presiden Turki Tayyip Erdogan di Teheran, Iran. Foto: WANA/via REUTERS
Untuk mewujudkannya, Erdogan mengincar bantuan dari sekutu dekat Suriah, Rusia dan Iran. Dia menemui Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Iran, Ebrahim Raisi, pada 19 Juli di Teheran.
ADVERTISEMENT
Pertemuan puncak itu membahas kepelikan konflik di Suriah. Walaupun mendukung pihak berlawanan, ketiganya mengadakan pembicaraan demi mengurangi kekerasan yang melanda Suriah.
Rusia dan Iran adalah pendukung utama Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Sementara itu, Turki menyokong kelompok pemberontak yang menantang pemerintahan Assad.
Selama pertemuan, Erdogan kembali mencari dukungan mereka untuk operasi militer melawan Satuan Perlindungan Rakyat (YPG). Turki memandang YPG sebagai organisasi teroris yang merupakan perpanjangan tangan dari Partai Buruh Kurdistan (PKK).
Pasalnya, PKK memimpin pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Turki sejak 1984. Pertempuran sengit antara kedua belah pihak tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang.
Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Presiden Turki Tayyip Erdogan di Teheran, Iran. Foto: WANA/via REUTERS
Berdasarkan perjanjian pada 2019, Rusia dan Turki memastikan penarikan pasukan Kurdi. Para milisi tersebut harus menyingkir dari daerah-daerah di Suriah yang berdekatan dengan perbatasan Turki. Selain itu, Rusia dan Turki turut menyetujui patroli bersama.
ADVERTISEMENT
Kesepakatan tersebut tampaknya menunjukkan kerapuhan seiring waktu bergulir. Erdogan menuding, YPG menguras bensin di Suriah untuk dijual kepada Assad. Dia juga meyakini bahwa Kurdi sering kali menyerang pasukan keamanan Turki di Suriah.
"Anda mengatakan Anda memahami kekhawatiran Turki dan kami berterima kasih untuknya," kata Erdogan kepada Putin dan Raisi, dikutip dari Al Jazeera.
"Tetapi kata-kata saja tidak cukup," tegas dia.
Terlepas dari kerisauan Erdogan, Rusia dan Iran menentang langkah tersebut. Namun, Erdogan bersikeras melanjutkan perjuangannya menghabisi 'teroris' Kurdi. Erdogan mengaku mampu menyukseskan kampanye militer tanpa bantuan dari pihak eksternal.
Unit Tentara Nasional Suriah (SNA) kemudian mengumumkan bahwa pihaknya telah bersiap untuk berperang. Pasukan oposisi Suriah tersebut mendapatkan dukungan dari Turki.
ADVERTISEMENT
Turki memang kerap menargetkan pasukan Kurdi dalam berbagai serangan lintas batas sejak 2016. Tetapi, militernya jarang mengakibatkan pembunuhan tentara rezim Suriah.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, bahkan menyerukan rekonsiliasi antara oposisi dan pemerintah Suriah. Komentarnya pada pekan lalu itu memicu amarah oposisi dan pemberontak.
"Kita perlu berdamai dengan oposisi dan rezim di Suriah. Jika tidak, maka tidak akan ada perdamaian abadi," ungkap Cavusoglu, dikutip dari Middle East Eye.