news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

TWK Malaadministrasi, KPK Diminta Hentikan Diklat 18 Pegawai di Kemenhan

26 Juli 2021 18:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Upacara Pembukaan Diklat Bela Negara untuk pegawai KPK yang tak lulus TWK, di Unhan, Bogor, Kamis (22/7). Foto: KPK
zoom-in-whitePerbesar
Upacara Pembukaan Diklat Bela Negara untuk pegawai KPK yang tak lulus TWK, di Unhan, Bogor, Kamis (22/7). Foto: KPK
ADVERTISEMENT
Ombudsman menyatakan terdapat malaadministrasi dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Ombudsman memberikan tindakan korektif kepada KPK untuk segera dilakukan terkait pelanggaran administrasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, sehari selepas dari konferensi pers Ombudsman pada Rabu (21/7) KPK tetap menggelar tahap lanjutan dalam proses alih status pegawai. Sebanyak 18 orang yang tidak lulus TWK dikirimkan ke Universitas Pertahanan untuk ikut bela negara yang dimulai Kamis (22/7). Diklat digelar KPK bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan.
Upacara Pembukaan Diklat Bela Negara untuk pegawai KPK yang tak lulus TWK, di Unhan, Bogor, Kamis (22/7). Foto: KPK
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, langkah KPK ini merupakan bentuk hal yang ilegal. Sebab, KPK tetap mengirimkan 18 pegawai tersebut meski Ombudsman sudah menyatakan ada malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK itu.
"Bagi ICW tindakan diklat tersebut adalah tindakan yang ilegal, kenapa? sudah ada temuan Ombudsman bahwa proses TWK yang menghasilkan pemberhentian 75 pegawai ditemukan malaadministrasi penyalahgunaan kewenangan dan berpotensi juga melanggar hukum pidana," kata Kurnia kepada wartawan, Senin (26/7).
ADVERTISEMENT
Kurnia menilai, seharusnya diklat tersebut dibatalkan dan KPK melaksanakan semua tindakan korektif dari Ombudsman. Sebab, salah satu poin tindakan korektif yang diminta Ombudsman adalah melantik 75 pegawai yang tidak lulus TWK menjadi ASN paling lambat 30 Oktober 2021.
"Jadi apa pun turunan tindakan atau kebijakan yang dilakukan oleh pimpinan KPK maka itu mesti dipandang sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum sehingga tidak punya kekuatan hukum, sehingga harus dibatalkan," kata Kurnia.
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Hal senada juga disampaikan oleh Peneliti PUSaKO Universitas Andalas Feri Amsari. Ia menilai diklat tersebut memang harus dibatalkan.
"Seharusnya (dibatalkan)," kata Feri secara terpisah.
Sementara itu, bagaimana perkembangan diklat 18 pegawai KPK saat ini di Kemenhan?
Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyebut pelatihan sudah masuk hari kelima. Pelaksanaan diklat ini akan berlangsung selama empat minggu atau setara dengan 30 hari kalender.
ADVERTISEMENT
"Teman-teman Pegawai KPK yang mengikuti diklat tersebut terjadwal menerima materi pembelajaran tentang Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional," kata Ali terpisah.
"Dari 18 peserta yang bergabung, 16 orang hadir langsung di Aula Merah Putih Universitas Pertahanan dan 2 orang lainnya melalui daring karena sedang menjalani isolasi mandiri," sambungnya.
Komisioner Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, KPK punya waktu 30 hari untuk melakukan tindakan korektif tersebut. Sementara, terkait dengan tetap digelarnya Diklat Bela Negara ini, Robert menyatakan itu merupakan ranah dari internal KPK.
"Iya, 30 hari untuk tindakan korektif," kata Robert.
"Itu urusan internal KPK," sambung Robert saat ditanya apakah perlu diklat dihentikan hingga tindakan korektif dilakukan.
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Diketahui, dalam temuannya Ombudsman menyatakan sejumlah hal dalam TWK malaadministrasi. Berikut poin-poin temuan Ombudsman:
ADVERTISEMENT
Tahap Pembentukan Kebijakan
Tahapan Pelaksanaan Asesmen TWK
Tahapan Penetapan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan temuan tersebut, Ombudsman memberikan saran korektif kepada KPK: