Uji Emisi untuk Meningkatkan Kualitas Udara di Jakarta

30 November 2021 22:22 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Masih ingatkan Anda ketika warganet membagikan foto-foto langit Jakarta yang cerah membiru pada April 2020? Saat itu, baru saja dimulai kebijakan bekerja dari rumah (work from home) pada 16 Maret 2020, yang diikuti kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimulai 10 April 2020 sebagai upaya pencegahan transmisi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Rupanya, kedua aktivitas tersebut berdampak signifikan pada penurunan emisi karbon di Jakarta, terutama dari kendaraan bermotor, dan juga meningkatkan kualitas udara di ibu kota.
Data pemantauan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) dan Dinas Lingkungan Hidup DKI pada 5 Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang berada di Jakarta menunjukkan tren yang sama, yaitu penurunan emisi mulai akhir Maret sampai Mei 2020. Kelima stasiun pemantau emisi itu berlokasi di Bundaran HI, Kebon Jeruk, Lubang Buaya, Jagakarsa, dan Kelapa Gading. Kemudian ketika aktivitas diperlonggar lagi, emisi udara kembali meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kendaraan di Jakarta cukup berkontribusi besar terhadap polusi udara.
Ibu kota sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian secara langsung berdampak terhadap tingginya aktivitas masyarakat, khususnya pengguna kendaraan bermotor. Penyebab pencemaran udara di Jakarta didominasi oleh transportasi darat, sisanya dari pembangkit listrik, pembakaran domestik, dan industri.
ADVERTISEMENT
Dinas Lingkungan Hidup DKI kemudian berkolaborasi dengan Vital Strategies melakukan Kajian Inventarisasi Sumber Pencemaran Udara pada 2020, dengan menggunakan data tahun 2018. Data yang digunakan adalah konsumsi bahan bakar baik dari sektor transportasi, industri, rumah tangga, energi, dan lainnya.
Langit biru cerah Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
Hasil kajian menemukan kontributor polusi udara di Jakarta adalah dari sektor transportasi darat terutama untuk NOx (72,4%), CO (96,36%), PM 10 (57,99%), dan PM 2,5 (67,03%). Sementara sektor industri pengolahan menjadi sumber polusi terbesar untuk polutan SO2 dan terbesar kedua untuk NOx, PM 10, dan PM 2,5.
Dari sampel filter yang menangkap PM 2,5 di tiga lokasi, yaitu Kebon Jeruk, Lubang Buaya, dan GBK, menyimpulkan sumber utama PM 2,5 adalah dari emisi kendaraan bermotor, yaitu 32-41% pada musim hujan dan 42-57% pada musim kemarau.
ADVERTISEMENT
Dari penelitian tersebut, sudah jelas bahwa emisi kendaraan bermotor adalah kunci yang harus diatasi untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Beberapa program pun telah dilaksanakan oleh Pemprov DKI, dari memperluas jaringan publik, memperbaiki akses pejalan kaki, hingga penggunaan bahan bakar ramah lingkungan untuk kendaraan operasional pemerintah.

Program Penurunan Emisi Karbon

Untuk diketahui, jumlah kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, terus bertumbuh. Bahkan, rerata pertumbuhannya sejak 2012 di atas 5%. Pada 2012, kendaraan roda dua yang berada di DKI (baik dari Jakarta maupun daerah penyangga) sebanyak 10,8 juta unit, roda empat sebanyak 2,7 juta unit. Pada 2018, jumlah kendaraan bermotor roda dua melonjak menjadi 21 juta unit dan roda empat naik menjadi 9 juta unit. Kini, bukannya turun, volume kendaraan bermotor sudah pasti bertambah di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan, Pemprov DKI akan terus berinovasi untuk meminimalisir dampak negatif dari pertumbuhan di ibu kota, khususnya menekan peningkatan emisi karbon.
Suasana proyek pembangunan simpang susun Tol Depok-Antasari (Desari) seksi 1 di Jakarta Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menurut Asep, berbagai program untuk penurunan emisi telah dijalankan. Kebijakan pembangunan dalam memperbaiki dan menambah fasilitas pejalan kaki. Kemudian juga terus mendorong kendaraan yang rendah atau zero emission, misalnya kendaraan listrik dan sepeda. Lalu mendorong penggunaan moda transportasi publik, memberikan disinsentif terhadap kendaraan konvensional, termasuk pemberlakuan uji emisi untuk kendaraan berusia lebih dari tiga tahun dan tarif parkir, serta disinsentif lainnya. Tak hanya itu, Pemprov DKI juga mendorong bus listrik Transjakarta, penghijauan sarana dan prasarana publik, serta mengadopsi energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Indonesia juga telah berkomitmen pada Paris Agreement yang ditandatangani pada 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat, sekaligus menyatakan kesediaannya untuk meratifikasi Paris Agreement dengan besaran emisi gas rumah kaca Indonesia adalah 0,554 Gt CO2eq setara dengan 1,49% total emisi global. Indonesia berkomitmen melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan emisi sebesar 29% di bawah upaya apapun atau business as usual (BAU) pada tahun 2030 dan dapat dinaikkan sampai 41% dengan kerja sama internasional.
Di sisi lain, industri otomotif perlu melakukan inovasi teknologi dengan menghadirkan produk otomotif yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan. Perusahaan penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM) diharapkan melakukan inovasi teknologi dengan menghadirkan produk bahan bakar yang ramah lingkungan dengan harga yang terjangkau.
ADVERTISEMENT

Dampak Kesehatan

Warga berlari di stasiun Bogor. Foto: Adek Berry/AFP
Di kesempatan berbeda, pakar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia, Prof. Budi Haryanto, mengungkapkan hasil risetnya dalam berbagai seminar bahwa kontribusi terbesar dari dampak polusi udara adalah kesehatan manusia, yaitu 60%, menyusul 28% berdampak terhadap perubahan iklim dan 12% berdampak terhadap lainnya.
“Fakta bahwa asma dan gangguan fungsi paru-paru telah terjadi pada kita semua akibat PM 2,5," ucap Prof Budi, Selasa (30/11).
Prof Budi menjelaskan, polusi udara, terutama dari PM 2,5, menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti kanker, kardiovaskular, pernapasan, diabetes melitus, jantung, paru obstruksi kronis, dan lainnya.
Dia pun menyarankan penurunan emisi karbon dapat dilakukan melalui pengendalian jumlah kendaraan bermotor, perbaikan kualitas bahan bakar atau penggunaan energi bersih, penggunaan teknologi kendaraan bermotor yang lebih hemat bahan bakar dan ramah lingkungan, hingga manajemen transportasi terintegrasi.
ADVERTISEMENT

Pentingnya Uji Emisi

Mengingat dampak terhadap penyakit tidak menular yang membahayakan warga akibat polusi udara, Pemprov DKI mengeluarkan aturan wajib uji emisi bagi kendaraan yang berusia di atas tiga tahun. Uji emisi kendaraan roda dua dan roda empat diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Uji emisi merupakan pengujian pada kendaraan bermotor yang bertujuan untuk meminimalisasi gas rumah kaca dan udara berbahaya yang dihasilkan dari mesin kendaraan bermotor.
Selanjutnya, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan memberikan sertifikat lulus uji emisi virtual bagi pemilik kendaraan yang telah melaksanakan database online yang bisa diakses bersama. Masa berlaku uji emisi ini adalah setahun setelah dokumen atau bukti hasil uji emisi diterbitkan.
Sejumlah pengendara mobil dan motor antre untuk pemeriksaan uji emisi gas buangan di kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Pemprov DKI turut berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya terkait kesiapan pemilik kendaraan untuk melakukan uji emisi, dengan melakukan sosialisasi pentingnya uji emisi bagi kualitas udara dan kesehatan masyarakat Jakarta.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat kesiapan para pemilik kendaraan, Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya mengambil keputusan cepat dan tepat dengan menunda penerapan sanksi tilang terhadap kelayakan emisi gas buang kendaraan di Jakarta yang akan dilaksanakan oleh aparat kepolisian. Untuk diingat, Pemprov DKI Jakarta dan kepolisian berencana menerapkan sanksi tilang bagi kendaraan yang tak memenuhi kelayakan emisi gas buang per 13 November 2021.
Selain uji emisi, Pemprov DKI mengambil berbagai langkah dan inovasi untuk menurunkan emisi karbon dari kendaraan bermotor, seperti penambahan fasilitas pejalan kaki dan jalur sepeda agar warga lebih nyaman. Pemprov DKI juga terus mendorong kendaraan yang rendah atau zero emission, seperti bus listrik TransJakarta, MRT, LRT, taksi, serta sepeda motor dan mobil listrik. Namun, hal terpenting adalah mendorong pemilik kendaraan pribadi beralih ke moda transportasi publik. Oleh karena itu, Pemprov DKI terus memperbaiki kualitas dan kenyamanan pelayanan moda transportasi publik.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi antara jajaran Pemprov DKI dan warga Jakarta menjadi kunci dalam peningkatan kualitas udara di ibu kota. Tentunya perubahan pola gaya hidup (behaviour) seluruh masyarakat Jakarta menuju energi ramah lingkungan akan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas udara. Akhirnya, Jakarta menjadi kota yang nyaman, sehat, dan bahagia bagi warganya.