Usulan Masa Jabatan Presiden 3 Periode Dianggap Tak Berdasar

30 November 2019 14:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi polemik membaca arah amandemen UUD 45. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi polemik membaca arah amandemen UUD 45. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan
ADVERTISEMENT
Usulan penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode muncul di tengah wacana amandemen UUD 1945. Pakar Hukum Tata Negara, Juanda, menganggap usulan tersebut tak mendasar.
ADVERTISEMENT
"Tiga periode argumentasinya apa? argumentasi mendasarnya apa. Saya lihat di sini ada tendensius politik kelompok untuk supaya, 'ah ini dua periode tidak cukup' supaya menjadi tiga periode," kata Juanda dalam diskusi 'Membaca arah amandemen UUD 1945' di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11).
Juanda mengatakan apabila masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode, tak menutup kemungkinan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo kembali mencalonkan diri.
"Kalau tiga periode artinya tentu walaupun itu nanti sudah menjadi hak dari setiap orang seperti Pak Jokowi bisa jadi nyalon, Pak SBY masih bisa dan seterusnya. Saya kira ini kita bermain-main dalam mengurus negara," kata dia.
Diskusi polemik membaca arah amandemen UUD 45. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan
Menurut Juanda, daripada masa jabatan presiden selama 3 periode lebih baik masa periode jabatan hanya 7 tahun dalam satu periode.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya paling tepat adalah kalau benar-benar mengurus negara ini dalam konteks bagaimana presiden kita dapat mengurus negara ini dengan waktu yang sangat tepat saya kira bisa saja 7 tahun atau 8 tahun satu periode misalnya," kata dia 
"Kalau memang (tidak), tidak usah lah otak-atik masalah jabatan, tetap 2 periode tinggal mengatur dan me-manage hal-hal yang kurang tepat," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan amandemen UUD 1945 harus berdasarkan pikiran yang jernih. Untuk itu, ia meminta MPR membuat simulasi terhadap setiap usulan yang ada.
"Saya katakan tadi bahwa perubahan ini tidak boleh mengedepankan firasat dan siasat, tapi harus menggunakan akal sehat. Sekali lagi saya katakan bahwa wacana-wacana ini harus disimulasikan. Jadi ada simulasi konstitusi namanya," tutur dia.
ADVERTISEMENT
"Jadi MPR harus mampu menyajikan simulasi konstitusi kepada rakyat Indonesia bahwa ada norma-norma dalam konstitusi yang selama ini menghambat pembangunan Indonesia untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan," ucapnya.