Guru Besar FK Unpad Prof Cissy Kartasasmita

Vaksin Corona Dibuat Dipercepat, Prof Cissy Yakinkan Aman

16 November 2020 13:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar FK Unpad Prof Cissy Kartasasmita. Foto: Dok. FMB9ID IKP
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar FK Unpad Prof Cissy Kartasasmita. Foto: Dok. FMB9ID IKP
ADVERTISEMENT
Vaksin corona dikembangkan jauh lebih cepat dari vaksin-vaksin lainnya. Guru Besar FK Unpad Prof. Cissy Kartasasmita menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi.
ADVERTISEMENT
Biasanya vaksin diteliti dalam rentang 10 sampai 15 tahun. Namun untuk vaksin corona bisa dilakukan dalam tempo 10 bulan sampai 1 tahun saja.
“Sekarang teknologi sudah maju, kemampuan sudah maju, biaya juga sudah ada. Jadi semuanya bisa dilakukan paralel,” kata Prof. Cissy dalam diskusi virtual di akun Youtube FMB9ID_ IKP, Senin (16/11).
Ia menjelaskan, pembuatan vaksin corona telah dilakukan sesuai kaidah ilmiah. Dari mulai dari uji praklinis di laboratorium kemudian uji kepada binatang.
"Baru setelahnya uji klinis ke manusia," ungkap dia.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
Uji klinis sendiri terdapat empat fase.
Fase pertama: menguji keamanan imunogenositas dan dosis yang melibatkan sekitar 20-100 relawan
Fase kedua: menguji imunogenositas di kelompok yang lebih besar melibatkan 400-1.000 relawan.
ADVERTISEMENT
Fase ketiga: menguji keamanan pada jumlah relawan yang lebih besar, multisenter dan melihat khasiat vaksin pada kelompok yang diberikan vaksin dan plasebo yang melibatkan puluhan ribu relawan.
Fase keempat: setelah vaksin dipakai secara luas tetap dipantau keamanannya oleh regulator dan produsen.
"Dalam kasus vaksin COVID-19 untuk mengakselerasi proses maka beberapa fase dilakukan secara paralel dengan praktik keamanan dan pengawasan tetap dilakukan secara ketat," katanya.
Cissy mengakui pasti akan timbul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Namun efeknya ringan.
"Bisa kemerahan, bengkak, atau demam tak sampai 2 hari," tutur dia.
Infografik Waktu untuk Membuat Vaksin. Foto: kumparan
KIPI, baik yang terjadi karena vaksin atau tidak berhubungan, tetap harus dilaporkan kepada puskesmas dan Dinas Kesehatan.
Sejauh ini dari 10 vaksin yang masih menjalani fase tiga uji klinis, belum ada vaksin COVID-19 yang mendapat persetujuan dari WHO. Termasuk vaksin dari Sinovac dan Sinopharm yang rencananya akan dipakai di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Tapi sebagian sudah ada yang mendapatkan yang disebut Emergency Use Authorization dari masing-masing regulatornya untuk dipakai mereka sendiri,” ujar Cissy yang juga Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten