Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Salah satu yang sempat ramai adalah kabar vaksin corona menyebabkan kemandulan pada perempuan. Benarkah?
Pada Agustus 2020, media sosial sempat digemparkan dengan klaim vaksin corona menyebabkan kemandulan. Unggahan-unggahan ini bermunculan di media sosial Twitter dan Facebook.
Padahal, saat itu pengujian vaksin COVID-19 masih terus dilakukan dan belum ada hasil identifikasi masalah kesehatan yang dilaporkan dari uji klinis vaksin tersebut.
Berikut narasi yang beredar:
Sebuah unggahan di Facebook menyebutkan mengenai klaim tersebut. Pengguna Facebook tersebut mengatakan bahwa vaksin corona dari China dapat menyebabkan mandul. Berikut adalah tulisan di akun Facebook-nya:
"Batin ku bilang Vaksin Novack dari Cina yg buat nglawan Covid-19 memiliki efek samping yakni membuat orang “Mandul”, sebagian teman spiritualis mengatakan “Ya”.. Kalau benar wis wis kasihan juga ya bagi yang memakainya. Maaf dan salam.."
Selain itu, sebuah video uang diunggah akun Twitter @99freemind yang mengeklaim vaksin corona yang telah diproduksi mengandung bahan kimia, yang mendorong ketidaksuburan pada manusia.
Pria dalam video itu mengatakan, 'orang dalam' di GlaxoSmithKline (GSK) telah menyatakan vaksin corona sudah diproduksi dan mengandung bahan=bahan kimia yang menyebabkan ledakan infertilitas di Britania Raya. Ia juga menyebutkan bahwa kemandulan tidak hanya terjadi pada pasien, tapi juga pada pasangan seksual orang yang telah disuntik.
Isi cuitan tersebut jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
"'Orang dalam' GSK yang diduga melaporkan bahwa ada agen sterilisasi dalam virus COVID yang dapat menyebabkan kemandulan tidak hanya pada pasien tetapi juga pada pasangan seksual orang yang telah disuntik."
Apakah narasi yang beredar ini benar? Tentu tidak. Bahkan, Satgas COVID-19 dalam laman resminya covid19.go.id telah mencantumkan label hoaks dan menyatakan kabar tersebut salah.
Dikutip dari Reuters, klaim tentang bahan kimia infertilitas yang dimasukkan dalam vaksin sangat menyesatkan.
"Belum ada identifikasi masalah kesehatan terkait hormon yang dilaporkan dari uji klinis vaksin COVID yang sedang berlangsung," ungkap dr. Jason Kindrachuk, Asisten Profesor dan Ketua Penelitian Kanada dari Departemen Mikrobiologi Medis & Penyakit Menular di Universitas Manitoba.
Klaim tersebut diambil dari penelitian selama puluhan tahun, yang bahkan topiknya sama sekali tidak berhubungan dengan vaksin corona. Penelitian tersebut adalah studi vaksin anti-kesuburan di New Delhi, India, yang melihat potensi penggunaan vaksin dalam merawat beberapa pasien kanker.
Hoaks Lain soal Vaksin Pfizer Juga Sebabkan Kemandulan
Tak sampai di situ, muncul lagi informasi di media sosial yang menyebut vaksin Pfizer buatan Amerika Serikat dapat menyebabkan kemandulan pada wanita.
Klaim ini juga tertulis dalam sebuah artikel yang berjudul 'Head of Pfozer Research: COVID Vaccine is Female Sterilization', yang dikaitkan dengan mantan wakil presiden dan peneliti Pfizer, Michael Yeadon.
Artikel tersebut mengutip pernyataan Yeadon yang mengeklaim vaksin Pfizer mengandung protein lonjakan atau disebut syncytin-1, yang akan melatih sistem kekebalan untuk menyerang protein yang terlibat dalam pembentukan plasenta. Yang kemudian dapat menyebabkan kemandulan bagi wanita.
"Jika vaksin bekerja, kita membentuk respons imun terhadap protein spike. Kita juga melatih tubuh wanita untuk menyerang syncytin-1 yang dapat menyebabkan infertilitas pada wanita," tulis bagian artikel tersebut.
Faktanya, mengutip AFP, cara kerja vaksin Messenger Ribonucleic Acid (mRNA) seperti yang dikembangkan oleh Pfizer dan BioNTec tidak mengandung protein apa pun dari virus itu sendiri. Melainkan instruksi bagi tubuh untuk mensintesis protein virus agar sistem kekebalan tubuh dapat mempertahankan diri melawannya.
"Vaksin ini telah diuji dengan pengawasan dan standar yang lebih tinggi dari biasanya," kata CEO Pfizer Albert Bourla.
Pfizer juga menegaskan tidak ada datanya menunjukkan vaksin COVID-19 yang juga akan digunakan di Indonesia ini menyebabkan kemandulan.