Vaksin Nusantara Terawan: Didukung Politisi, Dikritik Ilmuwan

22 Februari 2021 12:06 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Terawan Agus Putranto saat meninjau persiapan uji klinis fase II vaksin Nusantara di RSUP dr. Kariadi Semarang. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kini sedang fokus mengembangkan vaksin corona. Vaksin Nusantara yang digagas Terawan bersama timnya itu sedang menjalani uji klinik di RSUP Dr Kariadi Semarang.
ADVERTISEMENT
Vaksin Nusantara merupakan kerja sama antara PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bersama AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat, Universitas Diponegoro (Undip), dan juga RSUP Dr Kariadi.
Penandatangan perjanjian kerja sama antara Balitbangkse dan Rama Pharma dilakukan pada 22 Oktober 2020 disaksikan Terawan yang saat itu masih menjabat menkes.
Penandatanganan perjanjian kerasama uji klinik vaksin antara Badan Litbang Badan Kesehatan dan PT Rama Emerald Multi Sukses. Foto: Dok. Litbang.kemkes.go.id
"Uji klinis I yang selesai dengan hasil baik, imunitas baik dan hasil safety [baik]. Kan uji klinis I mengontrol safety dari pasien. Dari 30 pasien, imunogenisitasnya baik," klaim Terawan di sela kunjungannya bersama sejumlah anggota DPR Komisi IX di RSUP Dr Kariadi, Selasa (16/2/2021).
Namun, hal tersebut belum terbukti sebelum BPOM RI sebagai pemegang otoritas obat-obatan memberikan lampu hijau. Saat ini, mereka masih mengevaluasi calon vaksin corona tersebut di uji klinik fase I.
ADVERTISEMENT
"Kita mengawal proses uji klinisnya. Saat ini masih masuk uji klinik fase I. Proses tahap I sudah selesai dilaksanakan, saat ini BPOM dalam proses evaluasi data-data yang disampaikan," kata Kepala Subdirektorat Penilaian Uji Klinik dan Pemasukan Khusus BPOM, Siti Asfijah Abdoellah.
Sejumlah respons pun muncul terkait vaksin Nusantara. Ada yang mendukung, ada juga yang memberi masukan atau kritik membangun.
Vaksin Nusantara Didukung Politisi
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyambut baik proses pengembangan Vaksin Nusantara. Menurutnya, Vaksin Nusantara merupakan sebuah terobosan menggunakan sel dendritik yang diharapkan mampu diproduksi secara massal.
"Kami tentu mengapresiasi dan menyambut baik proses pengembangan Vaksin Nusantara, yang sedang menjalani uji klinis fase II ini. Saya pikir, vaksin COVID-19 yang diprakarsai oleh dr Terawan ini kan bersifat personalized, menggunakan sel dendritik dan dapat diproduksi secara massal dalam waktu singkat," kata Dasco.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad bersama Terawan. Foto: DPR
"Ini sebuah terobosan dan inovasi yang ditawarkan anak bangsa, di tengah persoalan vaksinasi dan masih tingginya angka penularan virus COVID-19 di banyak negara," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Dasco, Komisi IX DPR antusias dengan pemaparan uji klinis yang disampaikan di RSUP Dr Kariadi. Wakil Ketua Komisi IX Emanuel Melkiades Laka Lena bahkan mengatakan, seluruh anggota DPR yang hadir saat itu siap ditunjuk menjadi relawan uji klinis fase 2.
"Semua anggota Komisi IX yang hadir bersedia untuk relawan uji klinis fase 2 Vaksin Nusantara," kata Melki dikutip dari Antara.
Anggota Komisi IX yang hadir adalah Abidin Fikri dari PDIP, Darul Siska dari Golkar, Fadholi dari NasDem, Ade Riski Pratama dari Gerindra, dan Nurul Yasin dari PKB.
Emanuel Melkiades Laka Lena (membawa mikrofon) Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Berdasarkan pemaparan tim peneliti, Melki mengungkapkan vaksin Nusantara aman untuk semua golongan, termasuk bagi warga yang memiliki penyakit penyerta dan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Abidin Fikri mengatakan, berdasarkan informasi ia dengar dari peneliti, vaksin Nusantara diklaim cukup aman. Sehingga jika prosesnya berjalan lancar, vaksin tersebut diharapkan dapat membantu penanganan pandemi COVID-19.
"Dilihat penjelasannya dari peneliti memang sangat aman dan memang efek sampingnya relatif katakanlah tidak ada. Kalau efek samping disuntik sakit umum, kan, semua bukan hanya vaksin," tutur dia.
Kementerian Kesehatan RI RSUP dr Kariadi Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Dikritik Para Ahli
Di sisi lain, pengembangan Vaksin Nusantara gagasan Terawan diingatkan banyak pihak, utamanya para ahli dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Salah satu yang memberi masukan adalah Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Slamet Budiarto. Ia meminta Terawan dan tim dapat lebih bijak, terutama berkaitan dengan publikasi.
Sebelum disampaikan luas kepada masyarakat, menurut Slamet, ada baiknya vaksin menjalani dulu sisa tahapan uji klinis. Baik di tahap I,II, dan III.
ADVERTISEMENT
"Jadi intinya vaksin itu bukan jamu, asal klaim itu enggak bisa. Kalau jamu klaim saja, ini kan kalau vaksin nanti akan diukur antibodinya berapa, kan begitu. Masih panjang jalannya," ujar Slamet.
Slamet menyarankan Terawan dan tim peneliti vaksin Nusantara menyusun hasil uji klinik tahap satu dalam format yang lebih ilmiah. Menurut Slamet, format ilmiah tersebut nantinya justru akan sangat berguna bagi tim peneliti.
"Uji klinik pertama kalau enggak salah keamanan baru 30 orang. Nanti kedua efektivitas kan. Kan belum ada hasilnya, sebaiknya jangan dipublikasi dulu. Kalau publikasi, ya, publikasi saja hasil uji klinis I itu secara ilmiah. Bukan konsumsi wartawan," ucap Slamet.
Ketua Satgas COVID-19 IDI, Zubairi Djoerban. Foto: Facebook/Zubairi Djoerban
Senada, Ketua Dewan Pertimbangan PB IDI, Prof. Zubairi Djoerban, menyoroti klaim vaksin Nusantara bisa menghasilkan antibodi seumur hidup.
ADVERTISEMENT
"Mana buktinya?" kata Zubairi dalam akun Twitternya.
"Data uji klinis fase duanya saja belum ada, apalagi fase tiga. Jadi, jika mau bicara klaim, tentu harus dengan data. Harus dengan evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung," tutur Prof Zubairi yang juga Ketua Satgas Penanganan COVID-19 IDI ini.
Pengembangan vaksin ini juga mendapat saran dan masukan dari dr Ines Atmosukarto, pemegang gelar doktor molekuler dan biologi seluler dari Universitas Adelaide, Australia.
Menurut Ines, proses pengembangan Vaksin Nusantara sebetulnya tidak janggal karena setelah uji klinis I bisa masuk uji klinis II. Namun yang menjadi aneh adalah karena datanya belum terlihat.
"Ini yang menjadi pertanyaan banyak orang. Data uji klinis I belum terlihat dan belum diupdate ke data uji klinis global. Seharusnya tercatat semua di situ, terakhir saya cek belum ada update hasil uji klinisnya. Apakah vaksin tersebut aman, datanya belum aman," tutur Ines.
Dr Ines Atmosukarto, ahli biomolekuler dan vaksinolog. Foto: jcsmr.anu.edu.au
Tidak janggal selama dia mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka. Yang perlu dicari Komisi Etik mana yang mengizinkan ini, apakah mereka sudah mendapatkan data yang lengkap," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ines mempertanyakan apakah pendekatan sel dendritik Vaksin Nusantara masuk akal untuk penggunaan skenario wabah yang disebabkan virus. Sebab, pendekatan secara dendritik biasanya digunakan untuk imunoterapi kanker.
"Tidak ada vaksin dendritic cell untuk virus. Kenapa? Karena prosesnya mahal. Enggak mungkinlah kita melakukan pendekatan ini untuk memvaksinasi orang sehat, ini enggak masuk akal. Prosesnya rumit mungkin dan enggak mungkin dilakukan secara massal," kata Ines.
Respons pemerintah masih minim
Di antara pejabat pemerintah belum banyak yang berkomentar soal ini. Baru Menko PMK Muhadjir Effendy yang bersuara beberapa waktu lalu.
Menko PMK Muhadjir Effendy menghembuskan nafasnya pada kantong nafas untuk dites dengan GeNose C19 di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (7/1/2021). Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
Muhadjir menilai Vaksin Nusantara memiliki prospek yang bagus. Dia berharap uji klinik yang tengah dilakukan berjalan lancar.
"Saya dapat laporan dari Pak Terawan saat beliau masih menjadi Menkes, sekilas prospeknya bagus," kata Muhadjir dilansir Bengawan News.
ADVERTISEMENT
"Ini menjadi satu langkah yang bagus untuk memperbanyak alternatif vaksin yang akan digunakan di Indonesia," ujar Muhadjir.
Menkes Budi Gunadi Sadikin sejauh ini juga belum memberikan pernyataan lengkap terkait vaksin Nusantara.