Vonis Dipotong Jadi 12 Tahun Penjara, Terpidana Kasus e-KTP Dieksekusi Ulang KPK

20 November 2020 18:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Irman di Sidang e-KTP Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Irman di Sidang e-KTP Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mengeksekusi ulang terpidana kasus korupsi e-KTP, Irman. Eksekusi ulang dilakukan setelah Peninjauan Kembali (PK) mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri itu dikabulkan Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MA memotong hukuman Irman menjadi 12 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan 3 tahun dari putusan kasasi terhadap Irman.
"Jaksa Eksekusi KPK Andry Prihandono telah melaksanakan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 280 PK/Pid.Sus/2020 tanggal 21 September 2020 atas nama Terpidana Irman," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (20/11).
Eksekusi itu dilakukan pada Kamis (19/11). Dengan eksekusi itu, Irman tetap berada di Lapas Sukamiskin untuk menjalani hukumannya.
Selain pidana penjara, ada pula pidana denda sebesar Rp 500 juta yang harus dibayar Irman. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama 8 bulan.
Irman dan Sugiharto di sidang Korupsi Kasus e-KTP Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Irman juga tetap harus membayar pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar. Ia sudah mengembalikan USD 300 ribu kepada KPK.
ADVERTISEMENT
Jika tidak dibayar, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak mencukupi, maka Irman dipidana penjara selama 5 tahun.
Irman yang merupakan mantan Dirjen Dukcapil bersama mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, Sugiharto, menjadi orang pertama yang dijerat terkait kasus e-KTP. Keduanya pun dinilai bersalah melakukan korupsi yang membuat negara rugi hingga Rp 2,3 triliun itu.
Irman dan Sugiharto di sidang korupsi e-KTP Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis selama 7 tahun penjara bagi Irman dan 5 tahun penjara bagi Sugiharto. Vonis tersebut telah sesuai tuntutan jaksa KPK.
Selain itu, putusan di tingkat pertama juga mewajibkan Irman membayar uang pengganti senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta yang sudah dikembalikan. Jika tidak diganti 2 tahun bui. Sementara Sugiharto harus membayar USD 50 ribu dikurangi pengembalian USD 30 ribu dan satu unit Honda Jazz senilai Rp 150 juta, jika tidak dipenjara 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Namun jaksa KPK menyatakan banding, lantaran terdapat nama-nama penting yang belum ada dalam putusan tersebut. Selain itu, vonis uang pengganti juga belum sesuai permintaan jaksa.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permintaan jaksa KPK dengan memperberat uang pengganti. Irman wajib membayar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar, dikurangi USD 300 ribu subsider 2 tahun bui. Adapun Sugiharto harus membayar USD 450 ribu dan Rp 460 juta, dikurangi USD 430 ribu dan sebuah mobil senilai Rp 150 juta yang telah dikembalikan ke KPK, subsider 1 tahun penjara.
Masih tak puas, KPK kembali mengajukan kasasi ke MA. KPK menyatakan upaya kasasi untuk memperjuangkan status JC Irman dan Sugiharto yang ditolak hakim di tingkat pertama dan banding.
ADVERTISEMENT
Di tangan Hakim Agung Artidjo Alkostar, hukuman keduanya justru jauh lebih tinggi dan melebihi tuntutan jaksa KPK. Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 15 tahun penjara. Keduanya juga dihukum denda masing-masing Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.
Ilustrasi e-KTP. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Ancaman pidana apabila uang pengganti tak dibayar juga naik menjadi 5 tahun penjara untuk Irman dan 2 tahun untuk Sugiharto. Alhasil keduanya mengajukan PK dengan putusan hukuman diperingan.
Belakangan, PK keduanya dikabulkan. Alhasil hukuman mereka pun dipotong. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara. Sementara Sugiharto dipotong dari 15 tahun di tingkat kasasi menjadi 10 tahun bui.