Wacana Amandemen UUD Menguat: Tuntutan Fungsi DPD; Usulan Presiden 3 Periode

30 Juni 2021 8:06 WIB
·
waktu baca 6 menit
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana amandemen UUD 1945 tengah menghangat. DPD sebagai salah satu fraksi di MPR sudah bulat mengusulkan dengan dua agenda strategis, yaitu pembentukan PPHN dan penguatan lembaga DPD.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Khalik memastikan pihaknya hanya fokus haluan negara saja. Tak ada rencana mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang ingin memperpanjang masa jabatan presiden.
"Ya kami sesuai dengan ketentuan pasal. Kan jelas usulan perubahan harus disebutkan ketentuan mana dan alasannya. Makanya kami pun ketika menyusun usulan itu hanya terbatas pada pasal-pasal terkait haluan negara," kata Abdul, Selasa (29/6).
"Jadi ditegaskan usulan kita hanya usulan haluan negara saja," tegasnya.
Dia juga menegaskan wacana perpanjangan masa jabatan presiden tak ada dalam konteks pembahasan mereka.
"Soal muncul wacana presiden diperpanjang itu di luar konteks. Pembahasan kami, ya, jadi itu di DPD. Kami tak membahas masalah seperti itu," ujarnya.
Sebelumnya, anggota DPD Yorrys Raweyai juga mengungkapkan alasan DPD mengusulkan amandemen UUD 1945 untuk menata kembali fungsi lembaganya. Mereka ingin agar DPD juga bisa menjalankan tiga fungsi secara maksimal, khususnya soal pengaturan anggaran.
ADVERTISEMENT
"Anggaran di kemarin itu hanya baru di tingkat pertama. Kita hanya hadir di pembahasan. Sementara di daerah sesuai dengan tartib kita itu di provinsi masing-masing itu anggaran sudah melibatkan DPD. Nah inilah yang mau diperjuangkan ke situ," kata Yorrys.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan. Foto: Paulina Herasmarindar/kumparan

Respons Pimpinan MPR

Merespons aspirasi DPD ini, Wakil Ketua MPR Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, jika usulan tersebut disampaikan, pimpinan MPR tak boleh menolaknya.
"Jika DPD kemudian menyampaikan usulan amandemen kelima UUD NRI Tahun 1945 tentu Pimpinan MPR RI tidak boleh menutupnya," kata Arsul saat dimintai tanggapan, Selasa (29/6).
"Apalagi meski belum disampaikan secara resmi kepada Pimpinan MPR, namun sepanjang yang telah dibuka di ruang publik, usulan amandemen konstitusi yang kelima dari DPD tersebut masih termasuk ke dalam materi yang oleh MPR periode lalu direkomendasikan untuk didalami oleh MPR periode ini," sambung Arsul.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyampaikan pidatonya usai penandatanganan pakta integritas dan penyerahan form Model B.1-KWK Parpol bagi calon kepala daerah dari PKB di Jakarta, Senin (24/8). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan yang akan dilakukan DPD merupakan kewenangan konstitusional mereka.
ADVERTISEMENT
"Kita hormati suara dan aspirasi DPD RI. Itu bagian kewenangan konstitusional DPD sebagai bagian dari MPR RI," kata Jazilul, Selasa (29/6).
Baginya memang tidak ada larangan sama sekali berkaitan dengan amandemen UUD 1945. Hanya saja jika alasan amandemen mengarah pada PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara), maka DPR juga sudah membentuk tim pengkajian.
"Amandemen bukanlah sesuatu yang dilarang, namun ada mekanismenya. Hemat saya DPR sudah benar membentuk tim PPHN agar amandemen tidak melebar," ujarnya.
Sejauh ini pihaknya juga mengkaji apakah amandemen UUD 1945 diperlukan atau hanya sebatas rancangan UU semata. Namun hingga kini belum ada keputusan sama sekali.
Baginya, MPR tetap membuka ruang aspirasi dan masukan terkait perlu atau tidaknya amandemen terbatas tersebut.
ADVERTISEMENT
"Badan Pengkajian MPR juga sudah melakukan pembahasan dan pendalaman terkait PPHN. Namun, belum ada keputusan final perlu tidaknya amandemen UUD atau cukup dengan UU PPHN saja," pungkasnya.
Suasana sidang paripurna luar biasa DPD RI ke-1 di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/11). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan

Golkar Ingatkan Hati-hati soal Amandemen UUD 1945

Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena menilai usulan setiap golongan di MPR adalah hal yang wajar. Namun, ia mengingatkan semua pihak agar berhati-hati.
"Kita perlu hati-hati terhadap amandemen ini. Karena, amandemen itu kan memang dimungkinkan tetapi harus hati-hati seluruh fraksi maupun golongan untuk menyikapi ini," kata Idris saat dimintai tanggapan, Selasa (29/6).
Idris menjelaskan tahapan-tahapan amandemen UUD 1945 di MPR. Setelah fraksi-fraksi di MPR mengadakan rapat internal, nantinya akan ada rapat gabungan (Ragab) yang dipimpin Ketua MPR.
ADVERTISEMENT
"Setelah ragab barulah rapat paripurna, baru ada usulan dari sepertiga anggota MPR. Ketika usulan pun bayangkan itu tidak bisa berdasarkan fraksi, tetapi setiap anggota punya hak secara konstitusi untuk menyampaikan gagasannya. Nah baru kemudian diparipurnakan. Jadi, ya monggo saja setiap fraksi atau golongan kan punya pandangan," papar legislator dapil Riau ini.
Suasana gladi kotor pelantikan Jokowi-Ma'ruf di Ruang Paripurna MPR, Jakarta, Jumat (18/10/2019). Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
Lebih lanjut, sebagai fraksi partai kedua terbesar di MPR, Idris mengatakan Golkar sangat berhati-hati dalam menyikapi wacana amandemen UUD 1945 ini.
"Ya kita sudah mendiskusikan dan sampai sekarang kita di fraksi Golkar sangat berhati hati sekali. Karena itu sangat tidak menutup kemungkinan banyak sekali muatan-muatan politis dari luar, dari mana-mana yang menitipkan," tegasnya.
Idris Laena juga mengingatkan amandemen UUD 1945 rawan disusupi kepentingan bermuatan politis.
ADVERTISEMENT
"Jadi bukan ini [penguatan lembaga DPD] saja. Ada penguatan kelembagaan yang lain, bahkan sekarang muncul wacana perlu adanya perpanjangan masa jabatan presiden. Kemudian ada wacana membentuk suatu lembaga baru Utusan Golongan," kata Idris saat dimintai tanggapan, Selasa (29/6).
Idris tak menjelaskan lebih lanjut siapa yang mengusulkan Utusan Golongan tersebut. Utusan Golongan merupakan perwakilan masyarakat Indonesia di MPR yang ada selama Orde Baru.
Namun setelah amandemen UUD 1945 pada tahun 1999, keberadaan Utusan Golongan dihapus dan diganti dengan DPD.
"Karena mereka merasa, loh, DPD tidak mewakili kami. Kami, kan, Utusan Golongan. Dulu zaman Orde Baru, kan, ada Utusan Golongan, ada utusan daerah. Nah sekarang ada wacana Utusan Golongan. Nah yang begitu-begitu," sambungnya.
Pengamat Feri Amsari. Foto: Antara

Feri Amsari: Tak Usah Amandemen UUD, Buka Ruang Perpanjangan Jabatan Presiden

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, berpandangan lebih baik usulan amandemen UUD 1945 tak dijalankan karena dikhawatirkan akan berbuntut panjang. Menurutnya, lebih baik parlemen menjalankan amanah konstitusi yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
"Benar [tidak usah amandemen] karena situasi politiknya tidak stabil apalagi di saat pandemi. Fokus menjalankan yang ada. Yang sudah ada UUD saja belum mampu dilaksanakan benar. Kok, mau mengubah UUD," kata Feri, Selasa (29/6).
"Benahi dulu kinerja baru berpikir mengubah UUD 1945. Kalau kerja tidak benar berpotensi menyimpang," lanjut dia.
Potensi penyimpangan amandemen UUD 1945 dinilai terbuka. Sebab dalam pasal 37 UUD 1945 memberikan ruang untuk mengusulkan beberapa perubahan dalam UUD.
Feri Amsari. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dia pun khawatir jika usulan amandemen UUD 1945 dijalankan, maka membuka ruang bagi usulan perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden kembali dipilih oleh MPR.
"Pada titik ini terbuka ruang akan masuk berbagai usulan lain untuk perubahan UUD termasuk poin perpanjangan masa jabatan presiden atau pemilihan presiden melalui MPR. Nah dua hal ini tentu saja akan merusak gagasan reformasi konstitusi dan menjadikan DPD sebagai alat yang menentang kehendak reformasi yang pernah terjadi di Indonesia," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi sebenarnya subtansi usulan amandemen UUD 1945 yakni PPHN bukan merupakan keinginan publik. Menurutnya, hal itu terbukti saat pemilu 2019 lalu, tak ada satu pun calon anggota DPR dan DPD yang menawarkan isu itu kepada publik.
"Bukti bahwa isu PPHN atau GBHN ini tidak masuk ruang kepentingan publik, sama sekali tidak pernah di dalam pemilu 2019, ini menjadi concern seorang calon anggota DPR atau anggota DPD untuk bisa terpilih dalam pemilu menggagas perubahan UUD terutama PPHN. Ini menujukkan ini hanya kepentingan politik semata," tandasnya.