Wadah Pegawai KPK Meminta Jokowi Cegah Koruptor Bebas karena Corona

3 April 2020 15:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi memimpin ratas melalui sambungan video di Istana Negara, Jakarta. Foto: Dok. Biro Pers Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi memimpin ratas melalui sambungan video di Istana Negara, Jakarta. Foto: Dok. Biro Pers Setpres
ADVERTISEMENT
Wadah Pegawai KPK meminta Presiden Jokowi berani bertindak mencegah Menkum HAM Yasonna Laoly yang hendak merevisi PP 99/2012 terkait remisi bagi koruptor. Hanya Jokowi yang bisa menghentikan niatan Yasonna membebaskan koruptor dengan alasan virus corona.
ADVERTISEMENT
Dalam siaran pers, Jumat (3/4), Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menyampaikan bahwa masa krisis ekonomi 1998 dahulu yang memicu lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Hal tersebut pula yang melahirkan adanya ketentuan pemberatan sampai hukuman mati bagi koruptor yang melakukan tindak pidananya pada saat kondisi krisis," jelas Yudi.
Sayangnya, lanjut Yudi, hal tersebut tidak selaras dengan kebijakan yang akan diambil dengan adanya inisiatif dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Langkah revisi itu justru pada saat kondisi krisis epidemi COVID 19 sedang terjadi di Indonesia untuk meringankan hukuman terhadap koruptor.
Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo memberi keterangan pers terkait pengembalian salah satu penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Terkait dengan hal tersebut, Wadah Pegawai KPK menilai terdapat beberapa argumentasi mengapa inisiatif tersebut sangat berbahaya bagi cita pemberantasan korupsi dan harus ditolak," tegas Yudi.
ADVERTISEMENT
Berikut argumentasi wadah pegawai KPK:
Pertama, Indonesia saat ini sedang menggelontorkan uang senilai kurang lebih Rp 405 Triliun yang akan disalurkan dalam berbagai bentuk untuk mengatasi COVID 19. Hal tersebut bukan terlepas dari potensi adanya penumpang gelap ( free rider ) untuk mengambil manfaat melalui korupsi. Untuk itu, pesan serius yang memberikan efek deterrence haruslah semakin ditekankan bukan malah dihilangkan. Termasuk salah satunya diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi yang menekankan pemberatan sampai hukuman mati bagi pelaku korupsi ditengah bencana. Terlebih, Indonesia telah mengalami potensi korupsi yang justru meningkat disaat krisis. Untuk itu, wacana pembebasan koruptor termasuk dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan justru pada saat kondisi krisis epidemi COVID 19 merupakan bentuk untuk meringankan bahkan mereduksi deterrence effect dari pemidanaan terhadap koruptor.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Kedua, korupsi merupakan kejahatan yang serius. Untuk itu, penempatan tindak pidana korupsi setara dengan terorisme dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan bentuk politik hukum negara
ADVERTISEMENT
untuk menempatkan posisi seriusnya kejahatan korupsi. Hal tersebut mengingat landasan kuat dilakukannya reformasi adalah karena persoalan korupsi di republik Indonesia.
Ketiga, sebetulnya wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan bukanlah hal baru bahkan telah diwacanakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sejak tahun 2016 dan telah mendapatkan respons penolakan dari publik sehingga ditolak. Untuk itu, jangan sampai epidemi COVID 19 justru malah menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk memuluskan rencana tersebut.
Keempat, banyak metode lain yang dapat diterapkan untuk menghindari resiko COVID 19 bagi para terpidana korupsi. Mulai dari adanya pengaturan soal sel sampai dengan kunjungan sehingga seharusnya tidak menjadi alasan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan alasan tersebut kami dari Wadah Pegawai KPK sebagai pihak yang anggotanya terlibat langsung dalam penanganan korupsi merasa perlu untuk menyampaikan aspirasi ini dan menyatakan sikap:
1. Untuk mendorong Bapak Presiden Joko Widodo agar memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk tidak melanjutkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan upaya lain yang dapat menghilangkan atau mengurangi hukuman bagi koruptor.
2. Mengajak berbagai pihak terkait di Pemerintahan termasuk Menteri Hukum dan HAM agar menolak rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan upaya lain yang dapat menghilangkan atau mengurangi hukuman bagi koruptor.
ADVERTISEMENT
Semoga kita dapat melewati krisis ini dengan selamat dan sebaik-baiknya. Semoga Allah Yang Maha Kuasa menolong langkah kita semua dalam menghadapi epidemi COVID 19.
Hormat Saya,
Yudi Purnomo Harahap
Ketua Wadah Pegawai KPK.