Wahyu Setiawan: Karier Saya di KPU Selama 20 Tahun Sirna karena Nila Setitik

10 Agustus 2020 19:21 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani sidang kode etik bersama DKPP di Gedung KPK, Rabu (15/1).  Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani sidang kode etik bersama DKPP di Gedung KPK, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Rabu, 8 Januari 2020, menjadi hari kelam bagi Wahyu Setiawan. Ia tak menyangka bakal ditangkap KPK di atas pesawat yang akan berangkat ke Bangka Belitung. Peristiwa OTT yang membuatnya mundur sebagai Komisioner KPU RI 2017-2022.
ADVERTISEMENT
Kasusnya bergulir ke persidangan dan kini telah sampai pada tahap pembelaan (pleidoi). Wahyu mengakui kesalahannya telah menerima suap dari eks caleg PDIP, Harun Masiku. Suap tersebut untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR pengganti Riezky Aprilia melalui PAW.
Selain itu Wahyu juga mengakui penerimaan gratifikasi dari Sekretaris KPUD Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin, terkait seleksi Komisioner KPUD Papua Barat 2020-2025.
Wahyu menyatakan penyesalannya atas kasus yang menghancurkan kariernya selama 20 tahun yang dimulai dari KPUD Banjarnegara, Jateng.
EKs Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, Jakarta, Kamis (5/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Rekam jejak saya sebagai penyelenggara pemilu selama kurang lebih 20 tahun sirna. Saya benar-benar sedang merasakan pepatah 'nila setitik merusak susu sebelanga'. Saya menerima ini semua sebagai konsekuensi atas kesalahan saya," ujar Wahyu saat membacakan pleidoi dalam sidang virtual yang digelar Pengadilan Tipikor Jakarta seperti dilansir Antara pada Senin (10/8).
ADVERTISEMENT
Dalam pleidoinya, Wahyu menyatakan sudah bersikap kooperatif saat menjalani penyidikan hingga penuntutan. Ia buktikan sikap kooperatif tersebut dengan mengembalikan suap dari Harun senilai SGD 15 ribu dan gratifikasi dari Rosa senilai Rp 500 juta ke KPK.
"Saya berupaya menyampaikan fakta berdasarkan data serta informasi secara jujur dan terbuka, tidak ada fakta yang saya tutupi selama saya menjalani proses hukum," kata Wahyu.
"Secara sukarela saya juga telah mengembalikan uang 15.000 dolar Singapura dan uang Rp 500 juta kepada negara pada tahap penyidikan. Saya tidak menikmati uang yang saya terima karena seluruh uang sudah saya kembalikan kepada negara melalui rekening penampungan KPK," lanjutnya.
Harun Masiku. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Adapun mengenai uang tahap kedua senilai SGD 38.350 dari Harun Masiku, Wahyu menyatakan tak pernah menerimanya. Ia menyatakan uang tersebut masih berada di tangan eks caleg PDIP sekaligus eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridellina, yang turut didakwa dalam perkara ini sebagai perantara suap.
ADVERTISEMENT
"Terkait dengan uang senilai 38.350 dolar Singapura, tidak pernah saya terima. Uang tersebut dalam penguasaan Saudari Agustiani Tio Fredellina atas perintah Saeful Bahri (kader PDIP). Hal itu sebagaimana kesaksian dan keterangan Saeful Bahri dan Agustiani Tio yang disampaikan dalam persidangan," ungkap Wahyu.
Wahyu pun membantah tudingan jaksa KPK yang menyebutnya telah mengkhianati kedaulatan rakyat. Sehingga ia keberatan atas tuntutan jaksa KPK yang meminta hak politiknya dicabut selama 4 tahun.
"Tuduhan itu adalah tidak benar dan sangat kejam. Sebagai anggota KPU RI, saya tidak pernah mengkhianati kedaulatan rakyat yang terwujud dalam hasil pemilu," kata Wahyu.
"Saya juga tidak pernah menduduki jabatan politik. Saya berpandangan tuntutan JPU menghukum saya berupa pencabutan hak politik saya selama 4 tahun adalah tidak adil dan berlebihan," lanjutnya.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan (tengah) usai menjalani sidang kode etik bersama DKPP di Gedung KPK, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Terlepas dari semua itu, Wahyu menyesal telah menerima suap dan gratifikasi sehingga mengakibatkan keluarganya menderita. Untuk itu, Wahyu meminta majelis hakim menghukumnya seringan mungkin atas tuntutan selama 8 tahun penjara yang diminta jaksa KPK.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu, dari lubuk hati terdalam saya memohon maaf kepada istri dan anak-anak saya. Penyesalan terbesar saya adalah menyakiti hati Ibu tercinta, ingin rasanya bersujud di kakimu wahai Ibu dan memohon maaf. Ibu 'nyuwun pangapunte'. Sungguh tuntutan JPU meminta saya dihukum 8 tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan dan mencabut hak politik selama 4 tahun, saya rasakan sangat berat dan tidak adil," ucap Wahyu.
"Saya mohon kepada ketua dan anggota majelis hakim Yang Mulia untuk menghukum saya seringan-ringannya," tutupnya.