Waketum IDI: Puncak Corona di RI Belum Bisa Diprediksi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Jadi kita belum bisa memprediksi apakah kita sudah sampai puncaknya atau sudah saat landai atau sudah saat turun. Karena memang polanya selalu berubah-ubah," ujar Slamet dalam Talkshow 'Pembukaan Hotel Isolasi Mandiri (pasien corona ) dan Pengaruhnya Terhadap Wisma Atlet' di Graha BNPB, Senin (5/10).
Slamet mencontohkan perbandingan grafik corona di DKI Jakarta dan Jawa Timur. Kedua wilayah ini memiliki kasus corona yang tinggi dan angka penularan yang sulit diprediksi.
"COVID-19 ini susah ditebak. Saya masih ingat di bulan Maret-April saat itu kita DKI Jakarta tinggi, setelah itu pindah ke Surabaya, Jawa Timur. Kita (DKI) merendah, turun, tapi begitu Jawa Timur, Surabaya sudah menurun, kita naik, nih, meledak lagi," ujar Slamet.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Indonesia, Slamet mengaku hal serupa juga terjadi di sebagian negara. Masih banyak yang belum bisa memprediksi puncak penularan di negaranya sendiri.
"Di negara-negara lain juga sama, belum ada, atau sebagian negara hari ini nol [kasus] masih jarang sekali. Rata-rata ada infeksi baru terus," tutur Slamet.
Oleh karena itu, Slamet mengajak masyarakat Indonesia mematuhi protokol 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun. Selain bisa menekan angka infeksi, 3M dapat membuat beban RS berkurang.
"Harapan kami untuk masyarakat, yaitu kesadaran akan 3M. Untuk pemerintah, kami mohon untuk semua logistik yang terkait dengan pengobatan harus tercukupi, termasuk ventilator maupun obat-obatan," tuturnya.
"Jadi kalau kita siap, tapi obatnya tidak ada, kan akan mengganggu pelayanan, kita ingin semuanya sudah ada," pungkas Slamet.