WALHI Soal Banjir Kalsel: 50% Wilayah Berganti Jadi Tambang Batu Bara dan Sawit

18 Januari 2021 16:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banjir meliputi daerah di Sarigading di Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1/2021). Foto: Fathurrahman/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Banjir meliputi daerah di Sarigading di Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1/2021). Foto: Fathurrahman/ANTARA
ADVERTISEMENT
Banjir besar di Kalimantan Selatan melanda 10 kabupten dan kota sejak sepekan yang lalu. Banjir ini jadi yang terparah sejak 50 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) berpendapat, banjir memiliki korelasi langsung dengan kerusakan alam yang terjadi di sekitar Kalimantan Selatan. Sebagian kerusakan tersebut terjadi akibat industri ekstraktif, seperti kebun sawit dan tambang batu bara yang mengurangi daya serap tanah.
"Sebanyak 50 persen wilayah provinsi Kalsel hilang digantikan pertambangan batubara dan perkebunan sawit. Dari 3,75 juta hektare (ha) wilayah Kalsel, sebanyak 1,2 juta ha (33 persen) menjadi lokasi pertambangan batu bara dan 618 ribu ha (17 persen) berubah menjadi perkebunan sawit berskala besar," ucap Edo Rahman, Wakil Kepala Departemen Kampanye WALHI, kepada kumparan, Senin (18/1).
Tim SAR Banjir TNI Angkatan Laut Kalimantan Selatan menyisir daerah-daerah terisolasi yang terkena musibah banjir. Foto: Dispen TNI AL
Maka WALHI mendesak, agar pemerintah segera menghentikan izin perkebunan sawit atau batu bara di kawasan yang seharusnya menjadi penyangga tersebut. Sebab, peristiwa banjir ini sudah sedemikian parahnya menghajar Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT
"Tentu pemerintah itu lebih mengerti soal itu, jangan terjebak dengan sistem penetapan fungsi oleh pemerintah saja, jika wilayah penyangga itu secara geografis memberikan pengaruh, ya harus dilepaskan dari semua bentuk intervensi perizinan dan harus dilindungi. Harus dibebaskan dari intervensi perizinan, selama memberikan pengaruh penyangga," ucap Edo.
Banjir melanda permukiman warga di Sarigading, Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, pada Jumat (15/1/2021). Foto: Fathurrahman/ANTARA
Ia juga menambahkan, jika pemerintah berkeras banjir ini tidak berhubungan langsung dengan kerusakan hutan, maka mereka harus menyampaikan hal tersebut. Termasuk data, bagaimana banjir bisa terjadi.
"Kalau pemerintah masih membantah bahwa tidak ada hubungannya dengan menurunnya daya dukung ekosistem hutan karena pengaruh tambang dan sawit, ya pemerintah harus sampaikan ke publik hasil kajian mereka bahwa banjir itu tidak ada hubungannya dengan daya dukung ekosistem hutan," tutup Edo.
ADVERTISEMENT