Wamenkumham soal Penghinaan Presiden di RUU KUHP: Lambang Negara, Diatur Khusus

14 Juni 2021 17:44 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
 Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menjelaskan mengapa pasal penghinaan terhadap presiden masuk dalam draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Diketahui, adanya pasal tersebut sempat menuai polemik di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Eddy Hiariej, begitu Wamenkumham disapa, mengatakan bahwa isu pasal penghinaan terhadap presiden adalah hal yang krusial. Ia pun menjawab sejumlah kritik soal masuknya pasal ini di RUU KUHP.
"Memang ada suara-suara yang mengatakan bahwa ini menghidupkan, membangkitkan, kembali dari kubur pasal-pasal yang sudah dimatikan oleh MK, ini adalah suatu kekeliruan," kata Eddy Hiariej di diskusi soal RUU KUHP di Hotel JS Luwansa, Senin (14/6).
Eddy Hiariej mengatakan, pasal yang dimatikan oleh MK merupakan delik biasa. Sementara yang disusun oleh pemerintah dan DPR dalam RUU KUHP ini merupakan delik aduan.
Selain itu, Eddy Hiariej juga menyampaikan ada juga kritik lainnya yang menyebut bahwa penghinaan terhadap presiden tidak perlu diatur tersendiri. Cukup dimasukkan dalam pasal penghinaan dan pencemaran nama baik secara umum sebagaimana pasal 310 dan 321 dalam KUHP.
ADVERTISEMENT
"Saya mengatakan begini, kalau pasal penghinaan terhadap presiden itu dihapus dan dimasukkan saja ke dalam pasal penghinaan secara umum, maka hapus saja pasal-pasal tentang makar, toh makar itu pembunuhan terhadap presiden dan wakil presiden, mengapa kita tidak hapus saja dan masukan saja ke dalam pasal pembunuhan biasa, toh ada juga dalam KUHP," kata Eddy Hiariej.
Presiden Joko Widodo. Foto: Tracey Nearmy / POOL / AFP
"Presiden itu adalah simbol negara, presiden itu adalah personifikasi dari suatu negara, masuk dalam lambang kehormatan sehingga itu harus diatur secara khusus," sambung dia.
Eddy Hiariej mengatakan, isu soal KUHP materi muatannya di seluruh dunia sama. Namun ada beberapa yang dibedakan dengan Indonesia. Sehingga, tidak bisa disamakan antara Indonesia dengan sejumlah negara lainnya.
"Jadi kalau bicara soal penghinaan terhadap presiden, tidak bisa kita mengatakan di Amerika begini, di Prancis begini, kita sedang membuat KUHP Indonesia yang multi culture, multi religi, multi etnis," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pasal dalam draf RUU KUHP memang menuai sorotan. Salah satunya yakni pasal yang memuat penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Bagi penghina presiden dan wakil presiden di depan umum diancam penjara 3,5 tahun. Bila penghinaannya dilakukan di media sosial, ancaman hukumannya 4,5 tahun penjara.
RUU KUHP diketahui masuk dalam Prolegnas 2019-2024. Hingga kini RUU KUHP masih dalam tahap mendengar masukan publik. Aktivitas terkini, Badan Keahlian DPR tengah safari ke berbagai universitas di Indonesia untuk menyerap masukan.