Waspada, Korban Cyberbullying Bisa Bunuh Diri

2 November 2019 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Korban perundungan Foto: Wokandapix
zoom-in-whitePerbesar
Korban perundungan Foto: Wokandapix
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring perkembangan zaman, teknologi digital membawa pengaruh baik dan buruk. Salah satu pengaruh buruk teknologi adalah mulai maraknya cyberbullying atau perundungan di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Masih ingat anggota idola grup f(x), Sulli? Senin (14/10), ia ditemukan tewas di kediamannya. Sulli dikabarkan melakukan tindakan bunuh diri akibat komentar negatif dan pandangan orang-orang yang terus membully-nya.
Fenomena cyberbullying ini akan terus terjadi bak bola salju. Terlebih banyak masyarakat masih meremehkan perundungan di dunia maya.
Yanuar Fahrizal, Dosen Departemen Keperawatan Jiwa PSIK FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan, cyberbullying jika tidak ditangani dengan benar bisa berujung bunuh diri pada remaja.
Hal itu dia sampaikan dalam materi bertajuk Penanganan Risiko Bunuh Diri pada Remaja saat mengisi Continuing Nursing Education XXVI yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners FKIK UMY, Sabtu (2/11).
Cyberbullying, bullying adalah ketidakseimbangan. Yang superpower mengintimidasi yang lemah. Soal cyberbullying kalau saya melihat remaja hampir semua punya gadget,” kata Yanuar.
ADVERTISEMENT
Lantaran dilakukan di dunia maya, pelaku tidak bisa bertemu korban, hal ini yang menjadi peluang seseorang melakukan cyberbullying. Padahal bisa saja saat itu pelaku menuliskan makian atau cacian yang bagi dia biasa saja namun berdampak luar biasa bagi korban.
“Misalnya di Instagram artis Korea kesehariannya dia artis dia punya haters ketika ada haters ketika seseorang dibenci dan dibully dia tidak punya ketahanan psikologis yang baik maka dia akan rentan depresi,” kata dia.
Namun nahas, ketika sudah depresi itulah orang terdekatnya meremehkan dan menganggap hal itu biasa. Tanpa disadari mental setiap orang berbeda, ketika bullying terjadi harusnya korban mendapatkan dukungan.
“Belum lagi ditambah masalah-masalah lain ujung-ujungnya bunuh diri,” ujar Yanuar.
ADVERTISEMENT
Yanuar mengatakan sudah banyak penelitian tentang cyberbullying termasuk oleh mahasiswanya. Namun secara statistik belum bisa dilihat berapa persen bunuh diri yang disebabkan cyberbullying. Namun dia mengingatkan bahwa cyberbullying tetaplah berbahaya.
“Kita tidak mungkin menghindari perkembangan teknologi yang diperkuat adalah sisi remajanya kita memperkuat daya reseliensi atau daya lenturnya jadi ketika si remaja punya masalah ambang terhadap masalahnya lebih lebar lebih luas sehingga ketika mendapat masalah tidak langsung frustrasi. Harapannya ketika ada masalah dia mampu lebih tangguh,” kata dia.
Pemahaman seperti ini mutlak harus diketahui orang tua dan lingkungan termasuk sekolah. Sebab, persoalan kesehatan jiwa pada anak merupakan tanggung jawab bersama baik dari individu itu sendiri, orangtua, lingkungan sekolah, dan instansi terkait.
ADVERTISEMENT
Sementara itu di saat yang sama, Perawat Rumah Sakit Jiwa Prof Dr Soerojo Magelang, Abdul Jalil, mengatakan, kunci pencegahan bunuh diri paling efektif yang bisa dilakukan yakni pendekatan dari keluarga.
“Diperkirakan 22-38 persen remaja berpikir tentang bunuh diri. Penangan pencegahan bunuh diri ke community base atau familly base,” kata dia.
“Jangan sampai tiga hari dari rumah sakit, pasien ada keinginan bunuh diri lagi,” katanya.