Waspada Penipuan Telepon dari Kerabat Minta Uang karena Kena Tilang

2 Agustus 2022 18:22 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kontak telepon. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kontak telepon. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kejadian tak mengenakkan menimpa warga yang berdomisili di Beji, Depok, bernama Shofia. Ia mengaku menjadi korban penipuan bermodus kerabat meminta uang karena kena tindak pelanggaran (tilang) polisi pada Selasa (2/8) siang.
ADVERTISEMENT
Mula-mula, Shofia menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal yakni 085691522984 pada 12.40 WIB. Saat diangkat, penelepon menanyakan kabar dan mengaku sebagai paman Shofia.
Si penelepon juga sempat menanyakan kabar mengenai ibu dan adiknya di kampung. Hal tersebut membuat Shofia tidak curiga meski ia tak menyimpan nomor tersebut.
Kemudian, si penelepon yang mengaku paman Shofia itu memberitahukan ia sedang dalam perjalanan dan kena tilang di daerah Serpong, Tangerang Selatan. Ia naik sepeda motor dan lupa membawa STNK sehingga menurutnya polisi curiga dirinya menaiki motor curian.
Penelepon tersebut pun meminta bantuan agar Shofia menjadi penjamin ke pihak polisi yang menilang. Shofia lalu mengatakan bersedia. Telepon lalu dialihkan ke orang lain yang mengaku sebagai petugas polisi yang menilang.
ADVERTISEMENT
"Orang yang mengaku polisi yang menilang uwa (paman) saya, minta saya datang ke kantor bawa surat-surat. Menurut orang itu, saya yang harus datang karena awalnya saya yang menjamin," tutur Shofia kepada kumparan, Selasa (8/2).
Shofia pun kemudian bertanya ihwal bagaimana jika ia bisa membawa surat-surat kendaraan pamannya ke kantor polisi. Si penelepon yang mengaku polisi menjawab, prosesnya mesti dibuktikan di pengadilan dan memakan waktu paling cepat seminggu.
Orang yang mengaku polisi itu kemudian bertanya di mana Shofia tinggal. Shofia menjawab ia tinggal di Depok. Karena jarak Depok-Tangsel dianggap jauh, penelepon yang mengaku menilang paman Shofia menawari jalur cepat. Yakni agar Shofia membayar denda saja.
"Awalnya Rp 2,5 juta, tapi karena ada penjamin katanya jadi Rp 1,5 juta. Orang yang mengaku polisi itu meminta saya diskusi dengan paman saya tentang penyelesaian masalah ini," ujar Shofia.
ADVERTISEMENT
Telepon kemudian beralih lagi ke orang yang mengaku paman Shofia. Hasil diskusi dengan pamannya, Shofia diminta untuk berbicara ke orang yang mengaku polisi lagi, sembari sang paman akan mengambil uang ke ATM untuk membayar denda.
Setelah itu, Shofia kembali bertelepon dengan orang yang mengaku polisi. Namun menurut orang yang mengaku polisi itu menyebut komandannya tak mengizinkan pamannya pergi. Ia berdalih, setiap yang ditilang tak kedapatan membawa STNK diizinkan pergi, maka mereka biasanya tak pernah kembali.
"Kan saya bilang, itu ada motornya. Tetapi orang yang ngaku polisi itu nyebut motor itu barang bukti, barang bukti enggak bisa jadi jaminan katanya," kata Shofia.
Lalu Shofia kembali mengonsultasikan hal itu ke orang yang mengaku pamannya. Barulah si penelepon bilang ingin meminjam uang dulu ke Shofia untuk membayar denda tersebut. Namun Shofia mengaku tak memiliki uang sebesar Rp 1,5 juta. Shofia mengaku hanya memiliki uang Rp 500 ribu di rekeningnya. Pamannya pun meminjam uang tersebut.
ADVERTISEMENT
Penelepon yang mengaku polisi lalu mengarahkan Shofia untuk mentransfer uang yang dimiliki sebesar Rp 500 ribu ke nomor rekening Bank BRI 326201037943537 an Wahyu Pangestu. Shofia sempat curiga kenapa nomor itu atas nama pribadi.
"Si orang yang ngaku polisi bilang itu nomor bendaharanya kantor," kata Shofia. Shofia kemudian, karena ingin menolong pamannya, langsung mentransfer uang tersebut ke rekening yang dimaksud.
Namun permasalahan tak selesai di situ. Usai mentransfer uang, Shofia justru diberi tahu oleh orang yang mengaku polisi itu agar melunasi kekurangan sisa denda sebesar Rp 1 juta. Penelepon itu mengatakan komandannya marah, khawatir diduga bahwa uang denda tersebut sebagian dikira masuk ke rekening komandan dan bukan seluruhnya masuk ke rekening kantor.
ADVERTISEMENT
Si penelepon yang mengaku paman juga mengaku sudah dimarahi komandan dan bilang bahwa ada 23 orang lainnya yang ditilang seperti dirinya. Ia menyarankan agar Shofia mengikuti prosedur membayar sisa denda sekaligus berjanji di masa depan akan mengganti uang tersebut.
Shofia bingung karena tak memiliki uang yang diminta. Ia pun izin mencari kekurangan sisa uang denda. Namun, ia tak diperbolehkan menutup telepon orang orang yang mengaku polisi.
"Katanya telepon ini sebagai bukti laporan ke komandan. Lalu ketika minjam uang, katanya enggak boleh kasih tahu orang lain meminjam untuk bayar tilang, alasannya khawatir orang lain salah paham polisi minta uang atau malak," kata Shofia.
Shofia pun diancam untuk didatangi karena penelepon yang mengaku polisi itu punya intel dan menyebut punya alamat Shofia.
ADVERTISEMENT
Telepon tersebut kemudian diambil alih oleh suami Shofia yang baru mengetahui duduk perkara percakapan telepon itu. Suami Shofia sempat bertanya soal nama, pangkat, dan penugasan orang yang mengaku polisi di ujung telepon. Namun ia hanya menjawab Dimas dari Polres Tangerang Selatan tanpa menyebut pangkat.
Sementara Shofia berusaha menghubungi nomor pamannya yang ada di grup WA keluarga melalui telepon lain. Tak disangka, sang paman mengangkat telepon Shofia tersebut. Ia mengaku ada di rumah di Tangerang, tidak sedang ditilang polisi, dan sedang menonton televisi.
Suami Shofia pun segera menutup telepon tersebut.
Menanggapi kejadian ini, Kasi Humas Polres Tangsel Iptu Purwanto mengatakan bahwa menilik kronologi cerita, itu adalah penipuan. Terkait dengan pelaku yang mengaku polisi menilang paman Shofia, Purwanto menyebut bahwa itu adalah modus pelaku.
ADVERTISEMENT
"Itu modus pelaku. Banyak kan modusnya, yang katanya (misal mengaku) menabrak keponakan saya, kamu keponakan saya menabrak si itu. Intinya biar orang percaya aja bahwa saya ini polisi," kata Purwanto melalui sambungan telepon.
Purwanto mengimbau warga harus pandai menyikapi modus-modus penipuan yang terjadi di era media sosial kini.
"Karena kejadian itu sebenarnya sudah banyak diberitakan tapi kita kadang jarang baca berita, sehingga kita jadi korban," katanya.