Cover-To the Point Arsitek Revitalisasi Monas

Wawancara Khusus Arsitek Revitalisasi Monas: Di Balik Wajah Baru Monas

3 Maret 2020 17:44 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Monumen Nasional (Monas) akan segera memiliki wajah baru. Pagar-pagar 'angkuh' yang menjadi sekat nantinya akan dirubuhkan. Monas pun akan bersalin rupa menjadi monumen yang dekat dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Arsitek revitalisasi Monas, Deddy Wahjudi, mengaku ingin memberikan kesan berbeda dengan desain yang diusungnya. Meski nantinya masyarakat bisa mengakses Monas lebih mudah, ia tetap mempertahankan Ruang Agung yang sakral itu.
Lantas, seperti apa detail rancangannya terhadap wajah Monas yang baru? Simak wawancara kumparan berikut ini.
Arsitek Revitalisasi Monas. Foto: Aditia Noviansyah & Argy Pradypta/kumparan
Terkait dengan penebangan pohon di plaza selatan Monas, apakah hal itu sebenarnya masuk ke dalam master plan yang diajukan ke Pemprov DKI?
Hal yang paling kritis adalah bagaimana merespons kondisi existing itu, jadi sayang kami tidak ada saat pengambilan keputusan, bagaimana merespon existing ketika berada di lapangan, saya kira itu perlu menjadi review ke depan. Bagaimana proses kehati-hatian mengembangkan desain ini menjadi sesuatu yang baik, karena konsep yang kami usulkan adalah hal-hal yang ideal, dan harus diperjuangkan prosesnya seideal mungkin. Tapi, saya melihatnya mungkin ada ketergesa-gesaan Pemprov DKI, juga ada inisiasi, sudah ada anggaran ingin sesegera mungkin digunakan. Semangatnya sama untuk kepentingan publik, sayang kalau anggarannya hangus, jadi mungkin cukup tergesa-gesa, hal-hal ideal yang saya sebut tadi belum dilalui dan itu menjadi review bersama. Seharusnya, dalam proses berikutnya tidak hanya terfokus kepada konstruksi, tapi sebetulnya orientasi matang harus dilakukan, pengembangan desain seluas 81 hektar itu harus dilakukan terlebih dahulu sebelum tahapan konstruksi yang sifatnya parsial. Jadi, DED harus rampung dulu baru proses revitalisasi dimulai agar tidak setengah-setengah.
ADVERTISEMENT
Artinya, dalam master plan, tidak sama sekali mengurangi ruang terbuka hijau?
Jadi, kalau berdasarkan Keppres 25 tahun 1995 yang menjadi salah satu rujukan dalam kompetisi yang kami lakukan, karena kami juga mengusulkan berdasarkan riset yang kami lakukan, jadi tidak semata-mata desain ini berupa imajinasi yang dituangkan di dalam gambar, tapi kami juga melakukan riset dan melalui KAK (Kerangka Acuan Kerja) yang disampaikan oleh Pemprov DKI. Kami mempelajari semua hal, intinya adalah ada peningkatan kalau dibandingkan dengan yang dilakukan tahun 1995 itu, yang disebutkan di ruang terbuka hijaunya 53% di dalam proposal. Desain yang kami sampaikan meningkat menjadi 64% jadi sekitar 51 hektar dari 81 hektar di kawasan Taman Merdeka.
Deddy Wahjudi (kanan) arsitek yang merancang desain revitalisasi Monas saat diwawancarai kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Apakah proses untuk penambahan ruang terbuka hijau itu ada kemungkinan penebangan pohon lebih dulu?
ADVERTISEMENT
Kita tidak bisa bicara parsial, menebang pohon atau menanam kembali, tapi kita harus melihat master plan disebut 81 hektar dengan peningkatan 64% dari 53%, itu yang saya kira kita harus melihat secara global, bagaimana sebetulnya ruang-ruang terbuka hijau itu dipertahankan. Ada di ruang terbuka yang perkerasan (beton) saat ini, seperti di barat daya ada parkir kendaraan dan Lenggang Jakarta, itu yang nantinya akan hijaukan, volumenya atau luasnya juga cukup signifikan untuk meningkatkan ruang terbuka hijau. Jadi, fungsi baru misalnya ada pos keamanan yang kita lihat saja di sisi barat laut, pos pengamanan terhadap istana yang sifatnya temporer, kemudian yang kita lihat sekarang, itu nanti akan kita buat memang permanen tetapi harus masuk ke dalam tanah misalnya. Kemudian, ada kepentingan soal nanti ada stasiun MRT, yang akan keluar di Monas, itu juga akan tenggelam di dalam tanah misalnya, tapi pintunya kami atur penempatannya. Plaza Selatan yang sekarang sejak akhir 2019 dibangun dan masih berjalan, sudah diutarakan dalam TOR (Terms of References) atau KAK dari sayembara, termasuk Lenggang Jakarta yang akan dipindahkan, itu semua sudah kami tampung dan kami analisa bagaimana supaya penempatannya dalam konsep masa depan berada pada pola perkerasan yang ada, bukan di ruang terbuka hijau misalnya seperti itu. Hal-hal itu yang saya kira juri melihat bahwa memang karya kami ini mungkin minim intervensinya terhadap kondisi alamnya dan minimum intervensinya terhadap hal tentang konservasi cagar budayanya.
ADVERTISEMENT
Terkait DED (Detil Engineering Design) yang belum selesai tetapi ternyata revitalisasi terus dilakukan seolah terburu-buru, Anda melihatnya seperti apa?
Itu adalah hal yang kritis. Yang pertama bagaimana sebetulnya setelah sayembara, meskipun ini adalah hal yang sudah diutarakan Pak Anies sebagai Gubernur, menyebutkan bahwa beliau ingin mengimplementasikan konsep sayembara ini menjadi sebuah hal yang nyata. Tapi, masalahnya bagaimana ketika memang skema tentang pelibatan pemenang sayembara itu belum umum dilakukan di Indonesia, bukan hanya di Pemprov DKI, skema sayembara ruang publik dan bangunan pemerintahan di Indonesia. Jadi, kami tidak serta-merta mendapatkan kesempatan secara kontraktual langsung untuk melanjutkan apa hasil yang kami menangkan.
Kedua, proses ideal yang sudah dilakukan kan ada 3,4 hektar dari 81 hektar dan saya kira memang patutnya tidak dilakukan terburu-buru, karena memang bisa dilakukan 81 hektar ini dulu, baru ketika proses konstruksi berkompromi dengan jumlah anggaran yang ada, konstruksinya bisa parsial, tetapi pengembangan desainnya seharusnya 81 hektar dulu. Jadi, ada informasi-informasi yang mungkin miss (terlewat) ya. Oke, misalnya ada prosedur ketika sebelum kita memetakan kondisi existing yang kita dapat ketika proses yang berlangsung, karena proses yang berlangsung dari sifatnya memang sangat global dan makro, pengembangan desain harus ada pemetaan. Pemetaan ukuran Taman Medan Merdeka, topografinya seperti apa, levelnya seperti apa, titik pohonnya, hal-hal utilitas, fungsi vital seperti jalur listrik, jalur air dan lain-lain, termasuk juga patung-patung yang ada di sekitar Taman Merdeka yang posisinya mungkin tidak boleh digeser-geser. Informasi itu yang seharusnya dipetakan dulu sebelum melakukan pengembangan desain. Itu seharusnya dilakukan 81 hektarnya dulu, meskipun pelaksanaannya 3,4 persen.
Deddy Wahjudi arsitek yang merancang desain revitalisasi Monas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Anda sebagai pemenang sayembara desain kan tidak dilibatkan, apakah memang itu ketentuan sejak awal sayembara?
ADVERTISEMENT
Saya kira Pemprov DKI sudah memperjuangkan hal itu, di dalam TOR sayembara juga disebutkan bahwa pemenang sayembara akan dilibatkan dalam pengembangan kompetisi ini. Tadi yang saya sebutkan bahwa Pak Anies saat pengumuman pemenang konsep master plan ingin diwujudkan secara baik, tetapi dalam perjalanannya Pemprov DKI sedang mencari skema, bagaimana supaya kami bisa terlibat di dalam selanjutnya. Bukan hanya DED tapi juga soal pengembangan sampai revitalisasi yang sifatnya makro, bisa diwujudkan secara baik. Itu PR pemerintah Indonesia bukan hanya Pemprov DKI, jadi ini menjadi hal yang penting untuk sayembara-sayembara desain ke depan.
Jadi, apakah bisa dibilang keterlibatan Anda dalam pengembangan desain di Monas sekadar formalitas?
Pada kenyataannya, yang saya tahu bahwa ada upaya dari Pemprov DKI untuk tetap menginginkan kami ada di sana, cuma memang belum dapat skemanya. Melalui beberapa isu yang berkembang terutama antara Pemprov DKI dengan Komisi Pengarah serta beberapa kementerian, kami sudah utarakan juga, khususnya ke Menteri PUPR Pak Basuki, bahwa seperti konsep di Indonesia, bisa ada aturan yang bisa memperlakukan pemenang sayembara terlibat di dalam pengembangan desainnya secara kontraktual, dan itu langsung direspon oleh beliau, dan beliau berupaya bagaimana pemerintah bisa mengatur hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Anda sempat kecewa dengan kondisi tersebut?
Kecewa sih, iya. Saya melihatnya bahwa ini adalah hal baik yang harus sama-sama kita dukung, kalau kita lihat secara objektif, ada kebutuhan baru dalam waktu dekat, ada peningkatan kualitas lingkungan yang kita perjuangkan dan saya kira juga merupakan kewajiban moril buat kami, bukan hanya sayembara ini, kita juga bisa mengawal proses revitalisasi ini.
Setelah sempat terhenti dan kembali dilanjutkan, apa yang menjadi solusi dari revitalisasi Monas? Hasil apa yang Anda dapat ketika bertemu dengan Pemprov DKI dan DPRD DKI?
Ada beberapa komunikasi, ada beberapa poin yang menjadi penting adalah tentang komunikasi publik, bagaimana sebetulnya proses revitalisasi ini adalah hal yang positif yang harus disampaikan kepada publik, sehingga publik bisa memahami konsep besar yang kami ajukan. Yang kedua adalah soal kehati-hatian, karena ini adalah kompetisi yang cukup prestisius, karena memang berada di pusat kota Jakarta, dan Monas ini kan bukan hanya ikon Jakarta tapi juga negara. Ini tempat cukup vital dan strategis dan banyak arsitek juga mengikuti sayembara ini yang cukup menguras energi untuk menghasilkan karya yang baik. Poin saya adalah suatu hal yang ideal sebenarnya juga harus dilanjutkan dengan proses yang ideal dan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Dari proses pekerjaan yang diamanahkan kepada kami, dalam sayembara kami ikuti, ada hal-hal yang tidak semua ideal, jadi tugas arsitek tidak hanya mendesain tetapi juga bagaimana memperjuangkan desain itu menjadi sebuah hal yang wujudnya menjadi hal yang baik, di kompetisi ini ada tantangan juga bagi kami, ketika kami diamanahkan jadi pemenang kita memiliki kewajiban moral untuk membantu ini menjadi sesuatu yang baik.
Salah satu yang menjadi review buat kami adalah kebetulan kami juga menjadi master planner revitalisasi kawasan Gelora Bung Karno saat Asian Games 2018, sama kompleksnya, kawasan cagar budaya juga, dan ruang terbuka hijau, jadi hal-hal yang sebetulnya sudah kita perjuangkan di GBK tetapi ada hal-hal yang belum terjadi kita perjuangkan di Monas, harapannya salah satunya konservasi air, misalnya bawa 81 hektar, bisa bayangkan 64%, 51 hektar dari 81 hektar yang penuh dengan pohon-pohon itu harus dirawat dengan baik dan membutuhkan air, jadi bagaimana konservasi air, tidak hanya meresap kedalam tanah tapi juga untuk kebutuhan fasilitas-fasilitas publik yang lain, toilet misalnya untuk publik, kebutuhan air tidak hanya disuplai dari tempat lain tetapi yang jatuh di 81% itu.
Foto udara proyek revitalisasi Monas. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Berdasarkan skema, berapa persen penambahan ruang terbuka hijau?
ADVERTISEMENT
Salah satu konsep yang diusung adalah semangat dari konservasi, itu ada 2 hal, jadi ada konservasi cagar budaya dan alam, kalau lihat di Taman Merdeka ada sumbu utara, barat, selatan, ada juga silang monas. Untuk konservasi kalau kami lihat kondisi existing ada pulau-pulau dari sumbu-sumbu itu mulai berkurang vegetasinya, terutama di barat daya kawasan IRTI dan Lenggang Jakarta. Ada hal dari Pemprov DKI punya kemauan untuk memberlakukan moda kunjungan ke Taman Medan Merdeka dengan transportasi publik, apalagi sudah ada halte TransJakarta Gambir, setelah ada MRT tahap 2 akan ada stasiun MRT di sisi barat, dan itu sudah pasti akan menunjang dan mempermudah dengan transportasi publik. Pengerasan tempat parkir kendaraan akan ditutup dan diganti dengan RTH. Ada sisi Lenggang Jakarta, sekarang muncul bangunan ke atas tanah, ada panduan cagar budaya, bangunan di cagar budaya 1,2-1,5 meter di atas tanah, tidak seperti sekarang, seperti Lenggang Jakarta temporer tapi seperti permanen, itu patut masukkan agenda kami dipindahkan ke area timur. Meskipun ada di dalam tanah, kami desain seperti bagian luar, sehingga masih bisa lihat view Monasnya, itu bagian konsep desainnya, dan bagian Lenggang Jakarta itu nanti kita hijaukan lagi, jadi kalau kita lihat keseluruhan di sumbu-sumbu yang ada, lot-lot tanah lebih banyak ruang hijaunya.
ADVERTISEMENT
Apakah ini bisa dibilang kritik untuk Pemprov DKI bahwa memang seharusnya keterlibatan pembuat master plan itu sangat penting?
Ya, bukan hanya DKI Jakarta, Monas ini juga sangat bermanfaat untuk teman-teman arsitek ke depan ketika ada motivasi lebih. Tidak hanya sayembara, tapi juga ada komitmen untuk mengimplementasikan hasil sayembaranya.
Terkait dengan hal-hal existing itu apa tidak disampaikan dalam master plan?
Kan ada 3 konsep besar, pertama adalah monumentalis baru, semangat konservasi, dan bagaimana kesederhanaan merespon alam, hal dasar yang harus jadi filosofi dalam pengembagangan, itu harusnya ada dalam pengembangan desain. Meskipun tidak diatur secara detail, misalnya perkerasan menggunakan apa, seharusnya ada di dalam desainnya.
Dinas Kehutanan memotong pohon yang tumbang di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (24/2/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jadi, yang tidak paham apakah pengembang yang mengeksekusi 3,4 hektar atau Pemprov DKI-nya?
ADVERTISEMENT
Ini yang sudah dilakukan adalah hal untuk review sama-sama, ya kita kan baru melakukan di lapangan 3,4 hektar, masih ada sisanya, saya kira ada effort yang bagus pengembangan desainnya akan dilakukan secara ideal di tahun 2020 ini. Mungkin salah satu makanan berdasarkan masukan yang kita berikan.
Aspek apa saja yang menjadi pertimbangan dalam merevitalisasi Monas dalam kaitannya dengan cagar budaya?
Yang pertama pola geometri, kedua soal hierarki yang juga diatur dalam master plan, konsep yang pertama monumen nasional baru, bagaimana orang dibuat lebih dekat kepada Monas. Kalau kita melihat konsep yang pertama dilakukan untuk Monas baru, bagaimana supaya orang dibuat untuk bisa lebih dekat kepada Monas. Sebelumnya, kalau kita lihat Monas itu kawasan Medan Merdeka berada di dalam pagar ya, dari orang masih jauh. Dalam master plan, yang kami butuhkan orang melintas bisa lebih dekat dengan monumen untuk merasakan bagaimana sebetulnya sakralitas dari sebuah monumen, tetapi memang ada sampai ring-ring tertentu, Ruang Agung itu yang akan menjadi batas. Kalau kami lihat konsep tahun 1995 bahwa Ruang Agung itu adalah hal-hal yang sifatnya sakral, kontemplatif gitu ya, jadi orang di situ melihat bagaimana tentang perjuangan pahlawan Indonesia untuk mendirikan negara ini. Jadi, intensitas aktivitas itu memang kegiatan di ring dalam. Hal-hal publik yang sifatnya kasual ada di ring luar, konsep ring air, kolam retensi, untuk membatasi hal-hal yang sifatnya publik.
ADVERTISEMENT
Berarti area tengah memang tidak akan diubah ya?
Ada hal-hal yang paling vital namanya adalah Monumen Nasional, ada beberapa area luar yang mungkin dianggap masih diperdebatkan. Tapi, kalau konsep keseluruhan kawasan cagar budaya, apa saja yang mungkin masih bisa diubah, mana yang tidak. Nah, hal itu pula bagaimana arsitek itu ditantang untuk mereduksi egonya. Arsitektur ini seperti perjalanan spiritual, dalam kompetisi yang dilakukan seperti itu, tapi menyesuaikan lebih sederhana, ada sedikit bubuhan, kami menguatkan hal kenusantaraan, dengan membuat pola garis-garis yang merupakan hal orientasi ke semua ibukota provinsi di Indonesia. Kalau orang berada di plaza nusantara akan merasakan bahwa tempat ini menjadi pelabuhan nusantara.
Deddy Wahjudi arsitek yang merancang desain revitalisasi Monas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Apa yang menjadi alasan Anda membuat Monas lebih dekat dengan masyarakat?
ADVERTISEMENT
Dari hasil disertasi di IPB yang saya bimbing, salah satu temuan atau kesimpulan tentang monumental, sebaiknya orang itu dibuat lebih dekat dengan monumen. Kalau dulu mungkin monumen dibuat jarak, orang harus jauh, kemudian ditinggikan sehingga orang itu tidak lebih tinggi dari monumen itu. Monumen sekarang itu harus lebih dekat, kalau perlu bisa dijamah. Bagaimana semangat Bung Karno untuk membuat Monas suatu yang agung karena bagaimana orang bisa merasakan sakralitas dari sebuah perjuangan pahlawan Indonesia untuk merdeka negara ini. Melalui desain yang kami usulkan tidak bertolak belakang, orang didekatkan tetapi juga masih dibatasi, ada semacam ring yang nanti kami buat, ring airnya, kolam retensi itu, kalau sekarang Monas ditutupi pagar sehingga sulit mengakses, dengan adanya master plan baru ini orang bisa dengan leluasa mendekat meskipun tidak terlalu dekat karena ada Ruang Agung yang dibatasi kegiatannya. Di dalam desain, kami buat penampang baru, ada monumen nasional, ada ring air, ada kolam retensi, dan ada semacam tempat duduk. Jadi, sehari-hari orang bisa duduk, kalau kolam retensi ada genangan air bisa merefleksikan Monas. Sumbu-sumbu di utara, selatan, barat, dan timur juga akan diperbaiki dan itu akan menjadi transisi untuk merenung dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten