Garuda

Wawancara Khusus Awak Kabin Garuda: Melawan Diskriminasi dan Pelecehan

18 Desember 2019 21:47 WIB
comment
34
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Berawal dari kasus penyelundupan Harley Davidson di pesawat Garuda Indonesia, isu tak sedap bertubi-tubi menghantam sang mantan Direktur Utama I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara. Selain adanya dugaan pelecehan kepada sejumlah pramugari, tindakan diskriminasi terhadap pegawai lainnya juga semakin membuat sosok Ari Askhara disorot banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Sekitar dua pekan isu hangat ini bergulir, kumparan berbincang dengan tiga orang awak kabin Garuda Indonesia. Mereka adalah Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda (IKAGI) Zaenal Muttaqin, Sekjen IKAGI Jacqueline Tuwanakotta, dan Pramugari Senior Yosephine Chrisan Ecclesia.
Dari ketiganya terungkap bahwa semenjak Ari Askhara menjabat, banyak regulasi yang diubah. Tak hanya itu, mereka juga mengaku banyak karyawan dimutasi dengan sangat mudah hanya karena masalah sepele, hingga muncul istilah ‘Di-Papua-kan’.
Lantas, apa saja penderitaan yang dirasakan para awak kabin Garuda Indonesia itu ketika berada di bawah pimpinan Ari Askhara? Mari simak wawancara khusus berikut ini.
Awak Kabin Garuda Indonesia Foto: Jamal Ramadhan
Setelah dua pekan sejak pencopotan Ari Askhara, adakah perbedaan kondisi di dalam saat ini?
Zaenal: Setelah kejadian ini ada sedikit perubahan, terkait dengan kebijakan yang tadinya agak menyengsarakan kita, terutama kebijakan tentang penerbangan jarak jauh, sekarang dikembalikan normal. Kebijakan lainnya yang terkait dengan konsesi ID yang tidak diperoleh oleh pensiun awak kabin, sekarang juga dikembalikan lagi, karena memang hak dia dapat konsesi ID tiket. Kemudian, kebijakan terkait dengan N2C, ada kebijakan dulu khususnya peserta KSM (kerja sama manajemen), kalau berangkat menggunakan konsesi ditempatkan di kelas bisnis lagi. Kebijakan Pak AA dievaluasi dan jika ada yang merugikan awak kabin dan pegawai darat itu ditinjau kembali dan dikembalikan ke peraturan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Anda sendiri kabarnya di-grounded dalam beberapa bulan terakhir, benarkah?
Zaenal: Ya memang saya di-punishment (hukum) dan saat ini sudah jalan empat bulan tapi menurut manajemen ini pembinaan. Namun, kami mempertanyakan kembali apa dasar hukumnya, tapi mereka tidak bisa menjawab, padahal itu tidak diatur di dalam perjanjian kerja bersama, dan perjanjian khusus juga tidak ada. Jadi, dasar hukum grounded adalah kewenangan dia (Ari Askhara), dan ini yang membuat saya berpikir bahwa ini ‘kan perusahaan negara, enggak ada kewenangan pribadi karena semua harus termasuk atau terbungkus dalam sebuah perjanjian kerja bersama. Itu akhirnya yang menjadi sebuah perdebatan, dan kami sudah laporkan ke Sudinakertrans (Suku Dinas Tenagakerjaan dan Transmigrasi) dan sudah masuk proses mediasi. Kemudian dari mediasi akan menjadi masuk ke wilayah PHI (Pengadilan Hubungan Industrial).
ADVERTISEMENT
Selain di-grounded, Anda juga dipaksa mundur sebagai Ketua IKAGI, apa permasalahannya?
Zaenal: Pengurus menjalankan keputusan sesuai dengan aturan main, jadi logikanya itu enggak mungkinlah kami nuntut yang enggak-enggak, nuntut yang tidak berdasar atau tidak wajar. Tuntutan kami itu sederhana, meminta hak bersikap kami sesuai dengan apa yang dinamakan serikat bekerja dan undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang pekerjaan, undang-undang dasar juga mengatur tentang berorganisasi dan berserikat. Itu yang menyebabkan Pak AA ini merasa ada sesuatu kekuasaan di Garuda yang menentang dia, sehingga Pak AA ini sebagai direktur beserta dua serikat kerja yang besar di Garuda, melindungi dari semua serangan atau kritik yang kami pertanyakan, sehingga kami mempertanyakan keluar karena pertanyaan kami tidak dijawab di dalam. Kami pertanyakan ke kementerian, dan disitulah gerakan serikat dilakukan kepada kami, disuruh turun dan tidak percaya kepada saya selaku ketua IKAGI.
ADVERTISEMENT
Selain diskriminasi, isu lain yang beredar adalah tentang dugaan pelecehan terhadap pramugari. Bagaimana sebenarnya isu itu berkembang?
Yosephine: Kalau itu sih sebenarnya sudah banyak yang keluar dari mulut-mulut orang, tapi ‘kan sejauh pelecehan itu terjadi pada perempuan enggak semua perempuan itu gampang untuk mengungkapkan dia telah dilecehkan, karena ada beberapa perempuan yang kalau mengungkapkannya, dia merasa kayaknya harga dirinya tuh terinjak-injak dan jadi diketahui orang.
I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Askhara. Foto: AFP/IBNU ANJAR
Di media sosial (medsos) ramai disebut bahwa ada pramugari yang punya kekuasaan di dalam karena dekat dengan Ari Askhara…
Yosephine: Menurut mata-mata awak kabin yang ada di Garuda, kita lihat spesialnya dia seperti apa sih sampai bisa pakai fasilitas kelas bisnis, jadwal yang tadinya dari Bali-Sydney, oknum-oknum (pramugari) dari kota lain yang bukan dari Bali dijadikan ekstra kuota sampai dijadikan penumpang. Misalnya, dari Kota A terbang ke Denpasar sebagai penumpang, baru terbang Bali-Sydney. Padahal, di Denpasar itu banyak pramugari dan pramugara yang stand by.
ADVERTISEMENT
Zaenal: Akibat dari yang diistimewakan itu...Ini pengalaman saya sendiri tentang jadwal penerbangan kami. Jadi, misalkan di bulan Desember, berarti dua hari sebelum Desember itu sudah tahu jadwal kami. Saya sudah tahu nih di pertengahan bulan saya terbang ke Jepang bersama pramugari yang dekat dengan AA ini, tapi begitu hari H nama saya hilang begitu saja. Artinya, begitu kuatnya sinyalnya dia ke AA sampai minta Chief Management telepon saya untuk meng-cut jadwal saya. Bukan diganti jadwal lain, tapi jadi stand by. Itu kelihatan banget orang seperti ini melakukan intervensi terhadap bisnis Garuda.
Ada isu juga yang beredar yakni adanya kelas pramugari yang sampai didatangi secara langsung oleh para direksi karena mereka ingin ‘menandai’ pramugari yang disukai. Benarkah?
ADVERTISEMENT
Yosephine: Memang banyak laporan dari rekan-rekan yang sedang melaksanakan kelas di Garuda Indonesia Training Center, mereka memang lebih dari satu kali didatangi oleh para direksi seakan-akan sidak ke kelas-kelas, saya enggak tahu bagaimana cara memilih pramugarinya tapi dia menunjuk dan menanyakan sudah sekolah triple seven atau belum, di mana triple seven adalah seperti tipe rating pesawat yang bisa terbang ke London dan Amsterdam, yang termasuk penerbangan favorit awak kabin. Terus ditanya juga apa sudah Maitre D’ Cabin atau belum, sudah karyawan tetap atau belum. Mungkin mereka mengincar adik-adik yang masih jadi pegawai kontrak.
Isu pelecehan terhadap pramugari bahkan melebar hingga adanya orang yang dituduh sebagai ‘germo’. Pernah dengar sebelumnya?
ADVERTISEMENT
Zaenal: Ya, sudah mendengar, tapi ini mungkin ya, apa yang disebut dengan tanda kutip tadi itu (germo) adalah substansi kegiatannya, mungkin melalui sebuah kedinasan dilakukan oleh orang-orang yang punya kekuatan atau kewenangan dalam pengelolaan manajemen ini. Karena antara pramugari ini dia melihatnya dari satu sisi, bukan dari dari sesuatu yang umum, mungkin menafsirkan dari sebuah kegiatan khusus, yang kegiatan itu seperti mirip-mirip yang disebut tadi (germo). Itu yang berkembang, tapi apakah itu benar atau tidak, mari kita cari sama-sama. Itu sebenarnya bagian dari bumbu-bumbu pergerakan kami, sehingga menjadi menarik. Tapi, substansi masalah yang sebenarnya malah eggak diangkat, iuran saja masih dipotong juga ternyata, yang lain masih di-cut juga enggak selesai-selesai. Kenapa harus yang begini diangkat?
Infografik sepenggal sejarah perkara Garuda. Foto: Argy Pradypta dan Indra Fauzi/kumparan
Bentuk diskriminasi lainnya adalah pramugari yang sudah lebih lama kerap dilewati oleh pramugari yang baru dalam jenjang karier. Benarkah?
ADVERTISEMENT
Yosephine: Sebenarnya kalau di peraturan perusahaan kami memang ada bahwa tidak lebih dari 6 bulan awak kabin mendapatkan training penambahan tipe pesawat, tapi kami lihat selama ini praktiknya semenjak di bawah kepemimpinan AA tidak seperti itu. Karena tiba-tiba ada anak yang baru lulus training bisa langsung sekolah ke triple seven di mana dia belum melalui sekolah Airbus. Yang lebih sangat terlihat adalah seperti adanya pramugari kesayangan, seperti adanya pemindahan base dari Surabaya ke Jakarta, ada beberapa pramugari yang dipilih dalam tanda kutip untuk pindah duluan, sementara pramugari yang lain itu pindahnya di kuarter belakangan.
Sebelum Ari Askhara menjabat apakah regulasinya sudah seperti sekarang ini yang dirasa tak adil bagi sebagian karyawan?
ADVERTISEMENT
Yosephine: Zaman sebelum Pak AA regulasinya benar-benar tertulis dan kami mengikuti teks tertulis itu. Seperti contohnya ada pramugari yang mempunyai hubungan khusus dengan penumpang, lalu penumpang itu komplain, dan lapor ke Garuda, dia bisa dipecat. Tapi, sekarang di saat pramugari mempunyai hubungan khusus dengan direksi atau pihak manajemen malah sudah jadi seperti lifestyle di Garuda.
Apakah Anda pernah berusaha untuk bersuara dengan kondisi seperti itu?
Yosephine: Kami sebenarnya sudah komplain, tapi kami enggak bisa berbuat apa-apa karena kalau komplain, bahkan hanya lewat melalui media sosial ataupun mengirim email kepada direksi, itu pasti kami mendapatkan intimidasi. Seperti halnya saya komplain ke direktur utama pada saat itu, email saya langsung diblokir, jadi kami juga agak sedikit menjaga dan lebih hati-hati dalam bersikap.
Ketua IKAGI Zaenal Muttaqin, Sekjen IKAGI Jacqueline Tuwanakotta (tengah), dan pramugari senior Yosephine Setyawati (kanan) saat berbincang dengan kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ada istilah yang beredar di kalangan pegawai Garuda yaitu ‘Di-Papua-kan’, sebenarnya apa maksud dari istilah itu?
ADVERTISEMENT
Jacqueline: Kebetulan saya juga mau mengklarifikasi bahwa istilah ‘Di-Papua-kan’ itu mungkin sudah tidak akan kami pakai lagi ya. Yang yang pasti adalah dipindahkan ke luar Jakarta dan kebetulan luar Jakarta-nya itu memang sangat jauh. Jadi, itu terjadi pada teman-teman yang kerja di kantor pusat dan pegawai darat, itu bukan di awak kabin. Ketika mereka menurut Pak AA dan kelompoknya mereka melakukan pelanggaran, maka langsung secara otomatis mereka dipindahkan ke luar daerah. Memang pada saat itu beberapa teman dipindahkan ke daerah Papua seperti ke Sorong, Biak dan sebagainya. Hal itu memang menakutkan bagi mereka karena mereka harus pisah dari keluarga, kemudian ada yang anaknya sudah sekolah di Jakarta, sehingga memberatkan untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Apakah memang segampang itu Ari Askhara memindah tugaskan seseorang?
Jacqueline: Beberapa teman yang sudah mengalami hal itu menceritakan kepada kami bahwa mereka dengan sangat mudah dipindahkan begitu saja, karena berdebat dan ada beberapa keputusan beliau yang tidak disetujui. Mungkin karena merugikan perusahaan, kemudian teman ini mengkritisi kebijakan Pak AA, dan secara otomatis langsung dipindahkan ke luar daerah.
Dengan diskriminasi seperti itu, apakah tidak ada perlawanan sama sekali dari karyawan?
Jacqueline: Kalau dari IKAGI, awalnya memang kami sudah melawan terkait dengan persoalan serikat kerja, karena kami selalu tidak pernah keluar dari ranah itu. Karena serikat Itu otomatis akan menyangkut kepada anggota dan keluarganya. Saat itu kami mengkritisi kebijakan perusahaan dan saat itu juga kami diberangus dengan diberhentikannya iuran anggota yang otomatis operasional IKAGI berhenti, kegiatan IKAGI juga dibekukan dengan tidak diberikannya fasilitas-fasilitas untuk melakukan seminar atau pertemuan-pertemuan. Akhirnya, hal ini membuat seluruh pegawai Garuda menjadi ketakutan karena memang selama ini yang hanya mampu bersuara dan berani bersuara hanya IKAGI. Konsekuensinya adalah Mas Zaenal di-grounded dan yang paling menurut kami tidak benar adalah dibentuknya serikat kerja tandingan.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang diperjuangkan IKAGI adalah soal perjanjian kerja bersama, kalau tidak salah sampai kirim surat ke Presiden?
Yosephine: Perjanjian kerja bersama (PKB) itu pada dasarnya mengacu pada undang-undang, dan di Garuda itu ditiadakan. Perjanjian kesepakatan bersama ini yang menjadi pangkal perselisihan. Jadi perjanjian ini mengacunya bukan kepada Undang-Undang No 13 tahun 2003, dan ini yang jadi perdebatan. Baru pada 2018-2020, kepengurusan ini melakukan kritik terhadap pembahasan PKB, kalau mengacu kitab undang-undang perdata, perjanjian tidak bisa dinyatakan perjanjian itu kalau sebatas ditandatangani dua belah pihak tapi harus mengacu harus kepada pasal sebelumnya, harus mengacu ke undang-undang yang berlaku. Dan, itu harus dilakukan dulu, baru masuk kepada sahnya kedua belah pihak. Tapi, mereka hanya mengambil sahnya kedua belah pihak, dan kalau diteliti isi perjanjian itu ada pelanggaran, di dalam pelaksanaan pembuatan PKB itu yang kami kritisi sehingga berkembang bahwa kami seolah-olah tidak menerima pembahasan PKB yang sudah ditandatangani. Padahal bukan soal itu, karena pembahasan awalnya saja tidak disepakati.
ADVERTISEMENT
Contoh pembuatan PKB tentang bagaimana tata tertib yang baik, bagaimana pembahasan berapa kuota yang kuorum yang dibutuhkan di dalam perundingan PKB ini seperti yang diatur dalam undang-undang, itu dilakukan apa enggak? Semua dibuat dari awal dan kami datang rapat itu sudah diketok palu. Ini ‘kan persoalan ribuan orang, ini ‘kan bukan pegawai saja, ada anak-anak mereka juga.
Spare part Harley Davidson dan sepeda Brompton yang diselundupkan lewat pesawat baru Garuda Indonesia. Foto: Abdul Latif/kumparan
Jacqueline: Artinya PKB ini ‘kan merupakan satu hal yang tidak bisa di setir oleh satu pekerja saja, karena di Garuda itu ada 3 serikat pekerja. IKAGI pekerja yang independen, sehingga kami punya hak bersuara, berunding, dan hak untuk menandatangani PKB. Hal inilah yang tidak disetujui oleh serikat pekerja yang lainnya yang didukung oleh manajemen di bawah kepemimpinan Pak AA. Ini yang akhirnya kami kritisi, kami sampai menulis surat ke presiden. Hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi dan hal ini sudah sering merugikan IKAGI, karena beberapa tahun yang lalu dibuat perjanjian kerja bersama tahun 2014-2016 yang sangat merugikan awak kabin yaitu usia pensiun awak kabin menjadi 36 tahun. Itu kami tentang karena tidak mungkin, yang sebelumnya itu ‘kan harusnya usia pensiun 46 tahun dan 56 tahun. Kami menentang itu karena kami tidak ingin anggota kami bekerja hanya sampai di usia 36 tahun, itu sangat tidak manusiawi. Ketika kami menentang ini pun kami harus berhadapan dengan mereka-mereka yang tidak setuju dengan kami, padahal yang kami perjuangkan itu adalah usia pensiun teman-teman yang bekerja di awak kabin.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan serikat kerja tandingan, berhembus kabar soal dana CSR Garuda Indonesia sebesar Rp 50 juta yang diduga diselewengkan untuk IKAGI tandingan. Benarkah?
Zaenal: Saya sudah dengar isu itu, cuma memang hanya nyium baunya. Ibaratnya, bau tikus mati sudah tercium, tapi tikusnya enggak pernah dapat. Karena itu, perlu ada pendalaman lagi tentang isu ini, apakah memang sistemik atau bagaimana, sampai-sampai dana sosial perusahaan itu diselewengkan untuk serikat kerja. Malah dari isu yang beredar, nominalnya lebih dari Rp 50 juta. Sebenarnya siapa saja sih yang menerima ini, kenapa harus diberikan, untuk apa, dan itu yang harus di dalam ini pihak terkait.
Ketika Anda dipaksa mundur sebagai Ketua IKAGI, adakah ucapan langsung dari Ari Askhara?
ADVERTISEMENT
Zaenal: Sebenarnya kami minta untuk bertemu untuk membahas isu yang berkembang di lapangan, pada saat itu juga Pak AA langsung di depan saya bilang ‘kalau kamu nggak suka saya bilang. Waktu itu ada satu pertanyaan saya, ‘bisa enggak ketemu bapak? Dia bilang enggak mau dan hanya mau ketemu dengan orang-orang dia dan akan melakukan pertemuan serupa di bulan berikutnya. Dia juga mengatakan tidak respek dengan IKAGI saya, karena saya dituduh tidak berbuat apa-apa untuk anggota dan banyak anggota saya yang lapor ke dia.
Dengan adanya berbagai permasalahan di dapur, apakah berdampak terhadap pelayanan kepada konsumen?
Jacqueline: Yang jelas kondisi kerja itu membuat teman-teman tidak tenang karena banyak peraturan yang ganti, kemudian adanya intimidasi yang membuat suasana tidak kondusif. Banyak teman-teman yang resah karena ancaman grounded itu tidak hanya kepada Mas Zaenal saja, untuk teman-teman yang melakukan perdebatan di media sosial saja bisa di-grounded, yang berdebat dengan oknum yang dekat dengan Pak AA, di-grounded.
ADVERTISEMENT
Ada satu orang anggota IKAGI yang langsung WhatsApp saya bilang “Jac, nanti sore saya mau terbang dengan oknum ini (pramugari yang dekat dengan Ari Askhara), saya takut nih, karena nanti salah ngomong sedikit saya di-grounded, saya mau negor karena saya seniornya nanti di-grounded”. Menurut kami, kondisi-kondisi ini sudah tidak bagus yang akhirnya membuat banyak sekali anggota IKAGI tidak fokus kerja dan akhirnya menjadi marah, tapi ‘kan mereka tidak bisa bicara, makanya marahnya di dalam hati dan mengeluh berkepanjangan.
Konfrensi pers Sekretariat bersama serikat karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terkait kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di restoran Pulau dua. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Dengan melakukan perlawanan seperti ini, apakah Anda semua sadar akan konsekuensinya yang akan diterima nanti?
Yosephine: Tentunya sudah dipikirkan, dan saya juga siap menerima konsekuensi terburuknya, kalaupun saya dapat konsekuensi ini, saya pasti akan terima. Alasan saya berbicara seperti ini untuk mengungkap kebenaran di Garuda, apa yang perlu diungkapkan ke publik, begitu aja.
ADVERTISEMENT
Jacqueline: Kami sudah mengalami penindasan dari setahun yang lalu, jadi kami sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Artinya, ketika penindasan itu terus dilakukan dan kami membukanya kepada publik, ada pihak-pihak yang akan mengintimidasi kami, dan itu bagian dari konsekuensi. Kami terima konsekuensi itu dan akan kami hadapi dengan cara yang sangat bertanggung jawab baik secara pribadi maupun organisasi. Ketika publik tahu, kami sangat berterima kasih ada ada respons positif dari publik karena ini perusahaan negara yang orang harus tahu bahwa apa yang terjadi di Garuda. Dan, ketidakbenaran yang ada di Garuda itu harus diungkapkan. Kalau seandainya intimidasi itu datang secara personal pada saya ataupun pada rekan-rekan saya dan kepada IKAGI, itu akan kami selesaikan baik melalui jalur hukum maupun dengan jalur-jalur yang memang sudah seharusnya kami lakukan.
ADVERTISEMENT
Zaenal: Karena kami serikat pekerja, kalau orang bilang yang masuk serikat pekerja, adalah orang yan upnormal dalam tanda kutip. Karena dia punya orang banyak tapi dia juga sengsara. Jadi kalau kondisi seperti itu sudah biasa, bukan nantang ya, ini adalah perusahaan terbuka, perusahaan negara, enggak boleh lagi ini dilakukan oleh orang-orang yang seolah-olah raja, seolah-olah punya kekuasaan. Saya ingin sampaikan juga kepada pemerintah terkait dengan persoalan ini, harus diselesaikan dengan itikad baik, bukan hanya euforia sesaat lalu hilang. Ini pasti banyak juga yang kesal kepada kami.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten