Cover To the Point Abdul Halim

Wawancara Mendes Abdul Halim: Menjawab Kredibilitas dan Desa Siluman

18 November 2019 18:33 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tiga figur asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tercatat menduduki posisi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT). Terkini, Presiden Joko Widodo memberikan amanah tersebut kepada Abdul Halim Iskandar.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, ditunjuknya Gus Halim pada periode kedua kepemimpinan Jokowi ini diiringi nada sumbang. Terpilihnya mantan Ketua DPRD Jawa Timur itu sebagai Mendes PDTT dituding tak lebih karena kedekatan adiknya, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang tak lain ialah Ketua Umum PKB, dengan Jokowi.
Tak hanya itu, kredibilitas Gus Halim juga sempat dipertanyakan sejumlah pihak menyusul latar belakang dan pengalamannya yang dinilai minim dengan tugasnya untuk membangun desa dan daerah tertinggal. Akan tetapi, Gus Halim tentu saja tak sependapat dengan tudingan miring tersebut. Karena, baginya posisi Mendes yang didudukinya saat ini tak lepas dari kerja kerasnya di ranah politik yang dimulai dari bawah.
Di awal kepemimpinannya, Gus Halim juga dihadapkan kepada permasalahan 'Desa Siluman' yang ramai disorot oleh masyarakat. Lantas, bagaimana ia menjawab soal kredibilitas dan 'Desa Siluman' tersebut? Simak wawancara mendalam kumparan berikut ini.
To the Point Abdul Halim. Foto: kumparan
Tak ada dipungkiri di balik penunjukan Anda sebagai Mendes, terselip nada sumbang bahwa hal itu tak lepas dari kedekatan adik Anda, Cak Imin, dengan Jokowi. Bagaimana menanggapinya?
ADVERTISEMENT
Begini, orang boleh saja berpendapat seperti itu, tetapi yang masyarakat juga perlu pahami bahwa saya berkarier dari bawah. Sejak tahun 1999, saya jadi ketua DPRD Jombang sampai dua periode dan itu juga karena PKB, yang kedua saya berkarier sampai ke provinsi, saya mendukung pemenangan Pak Jokowi di Pilpres 2014 di saat PKB satu-satunya partai berbasis Islam yang waktu menjadi pengusung Jokowi. Saya menjadi ketua DPRD Jombang dan DPRD Jawa Timur, saya berkontestasi di Dapil dan dapat suara cukup signifikan. Memang saya dari PKB, kebetulan Ketua Umum PKB itu Pak Muhaimin Iskandar. Jadi supaya dipilah, apakah Pak Muhaimin bisa menjadikan saya Ketua PKB waktu itu, ya enggak bisa karena dipilih di daerah, waktu tahun 1999 ‘kan dipilih, kemudian tahun 2004 dipilih di daerah, dipilih oleh anggota, apa pun posisi Pak Muhaimin tidak bisa mengintervensi partai-partai lain untuk memilih saya. Artinya, ya memang saya cukup mampu untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
Pendapat lain adalah soal kredibilitas Anda yang diragukan sejumlah pihak, seperti latar belakang Anda untuk mengurusi persoalan desa...
Saya orang desa, saya terlibat di pemerintahan sejak tahun 1999, saya tahu persis permasalahan di desa-desa, saya berkampanye juga dari desa ke desa. Pak Jokowi blusukan, sebenarnya saya juga blusukan, cuma saya tidak diliput media. Saya tidur di desa, dari satu desa ke desa lain, itu hampir tiap tahun saya lakukan ketika saya di Kabupaten Jombang baik menjadi ketua DPRD maupun sebagai ketua partai. Itu berhenti karena saya ke provinsi, dan ini bukan berarti saya tidak mengurusi desa, saya tetap berkomunikasi dengan masyarakat desa yang saya miliki, tapi orang berpendapat macam-macam.
Bagaimana sebenarnya perbincangan awal dengan Presiden hingga akhirnya diberikan tanggung jawab sebagai Mendes?
ADVERTISEMENT
Kebetulan saya sudah sejak 2014 sudah kenal dengan beliau karena pada saat itu Jawa Timur ‘kan lumbung yang agak krusial pada Pilpres 2014 dan satu-satunya partai yang berbasis di Jawa Timur yang mendukung Pak Jokowi ‘kan PKB. Jadi ketika itu tantangannya memang luar biasa, utamanya menghadapi Obor Rakyat, utamanya di kawasan Madura dan Tapal Kuda, kami bekerja maksimal untuk itu. Dan, kunjungan Pak Jokowi pada beberapa kali ke Jawa Timur selalu mendampingi dan mengkomunikasikan dengan beberapa tokoh agama. Nah, dari situ saya kenal beliau, saya diskusi dengan beliau, pernah satu mobil dan beberapa kali ketemu beliau. Alhamdulillah, beliau juga masih ingat saya. Pada saat periode kedua, PKB mengusung beliau lagi untuk memaksimalkan dukungan pada saat kampanye. Pada saat itu beliau langsung diskusi tentang pembangunan SDM, diskusi tentang berbagai hal, tentang upaya memajukan Indonesia dan beliau tidak bilang mau dikasih mandat apa, besok saya umumkan, tapi saya tahu Pak Halim itu orang desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Terkait dengan PKB, sudah dua Mendes sebelumnya selalu dari PKB, apakah memang PKB berjodoh dengan Kemendes?
ADVERTISEMENT
Siapa yang akan dijadikan menteri mutlak hak presiden, jadi mau ditaruh di mana dan siapa, itu hak prerogatif presiden, mungkin kebetulan saja Kemendes, ini menurut bayangan saya loh ya, PKB memang cocoknya di Kemendes, itu hak beliau (presiden) untuk menilai, kemudian PKB untuk periode ini juga ditaruh di Kemendes.
Belakangan, publik menyoroti tentang adanya desa fiktif atau siluman, yang di antaranya ada di Konawe, Sulawesi Selatan. Bagaimana perkembangannya sejauh ini?
Jadi kami tidak mengusut, kami juga tidak melakukan investigasi karena kami punya data lengkap tentang desa, mulai dari dana alokasikan sampai peruntukan di desa itu. Ketika ada soal desa fiktif, kami cek datanya ke pusat yang disebut sebut war room atau ruang pertempuran, untuk melawan kemiskinan dan ketertinggalan melawan stunting. Kami lihat desa itu satu persatu, semua laporannya detail, lalu yang mana sih yang dimaksud dengan desa fiktif itu? Untuk kasus Konawe, Sulawesi Selatan, itulah makanya saya selalu mengatakan dalam perspektif yang ada di kewenangan Kementerian Desa (Kemendes) tidak ditemukan sama sekali adanya desa fiktif. Dalam artian, ketika desa itu ada atau tidak ada, tapi dapat alokasi dana, dan dana itu tidak digunakan untuk membangun sesuatu sesuai dengan aturan, kalau konteksnya seperti itu, maka selalu saya katakan di Kemendes tidak ditemukan.
ADVERTISEMENT
Kemendes bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan juga pihak terkait kabarnya akan membuat tim investigasi gabungan, benarkah begitu?
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tidak, kami tidak buat. Jadi, koordinasinya bukan hanya ketika masalah ini, jadi setiap tahun itu ada dua sampai tiga kali pertemuan antara Kemendes, Kemenkeu dan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan sinkronisasi terkait dengan perencanaan pengucuran dana, dalam konteks pertanggung jawaban ini juga jelas dana desa itu cair itu tiga tahap. Tahap pertama 20%, lalu 20% setelah cair dilaporkanlah penggunaan dana tahun sebelumnya, sampai laporan ringkas terkait 20 persen. Setelah 75% desa di kabupaten itu selesai melaporkan, maka dicairkan tahap kedua sebesar 40% dari besaran alokasi dana. Selesai laporan penggunaan 40% dana, baru kemudian cair termin ketiga. Jadi tidak ada ceritanya dana desa misalnya Rp 600 juta langsung masuk ke desa Rp 600 juta. Itu tidak ada.
ADVERTISEMENT
Yang juga harus dipahami betul bagaimana mekanisme pencairan dana desa itu dari Kemenkeu melalui rekening nasional ke rekening daerah. Misalnya, kalau kasus di Konawe berarti dari Kemenkeu lewat rekening nasional ke rekening Kabupaten Konawe. Di Konawe kemudian didistribusikan ke desa-desa, itu pun lewat transfer. Terkait dengan kapan pencairannya dan seterusnya, ini yang dipakai oleh Kemendes melalui data desa, pendamping desa. Kemudian, juga kami pantau beberapa pelaporan juga, kami cermati sehingga kalau kemudian tiba-tiba muncul desa hantu atau desa fiktif makanya kami bingung. Rasanya enggak mungkin, kami cek juga enggak ketemu.
Temuan dari kumparan, salah satu daerah bernama Desa Uepai sudah berubah status menjadi kecamatan sejak 2003, tetapi masih ada aliran dana desa. Bagaimana Anda meresponnya?
ADVERTISEMENT
Temuan-temuan kumparan itu itu sudah dicek ke desa itu, memang ada dana masuk ke desa atau baru ke kabupaten. Itu yang kami tidak tahu kenapa di data kami enggak ada, makanya kami cari betul proses pembangunan, enggak ada dana desa tersalur, juga enggak tahu gimana prosesnya kok ada namanya temuan desa yang dianggap fiktif. Nah, sekarang ‘kan harus begini, fiktif itu ketika dia teraliri dana tidak ada, permasalahan desanya enggak ada atau tidak berubah status jadi kelurahan kok masih di sana enggak mundur.Kalau ini konteksnya kami bisa memantau dari Kemendes, di situ ada tanda masuk tapi tidak ada pembangunan karena kami di Kemendes itu tidak ada dana masuk ke situ dan tidak ada proses pembangunan, tidak ada laporan. Kami menganggap itu tidak ada, sehingga tidak ada masalah.
Infografik Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Itulah yang harus ada kesamaan persepsi dulu, yang dimaksud dengan desa hantu itu yang bagaimana? Yang dimaksud dengan desa siluman itu yang bagaimana? Karena dari data yang kami cermati, memang kami tidak temukan desa siluman. Memang ada Desa Siluman, tapi memang betulan namanya siluman, itu ada di Lebak, Banten.
ADVERTISEMENT
kumparan juga sempat mewawancarai Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara yang mengakui ada Rp 5 miliar di kas daerah...
Kemendes itu posisinya adalah menerima data-data terkait dengan desa-desa yang melaksanakan penggunaan dana desa, melakukan proses pembangunan, melakukan proses pelaporan. Itu kewajiban kita untuk terus mengawal, makanya saya bilang dalam perspektif Kemendes sesuai dengan tupoksinya, kami tidak menemukan ada desa yang dialiri duit, kemudian tidak melaksanakan pembangunan dan tidak melaporkan. Kami tidak menemukan itu.
Anda menegaskan tidak ada desa fiktif atau siluman, apakah berani adu data dengan KPK dan Kemenkeu?
Ayo, kami tunggu informasinya. Pasti nanti kalau sudah ada temuan, kroscek ke kami, bagaimana dari perspektif kewenangan Kemendes, kami cek di data kami, lihat bareng-bareng terkait dengan yang dimaksud dengan fiktif itu bagaimana. Ada yang menanyakan begini, bagaimana dengan kepala desa yang kena kasus hukum karena penyalahgunaan dana desa? Bedakan antara desa fiktif dengan penyalahgunaan dana desa. Kalau bicara soal kasus itu ‘kan bicara hal lain lagi, itu ada mekanisme tersendiri dan banyak pihak yang terlibat di dalam pengawasan penggunaan dana desa.
ADVERTISEMENT
Meskipun baru menjabat sebagai Mendes, evaluasi apa yang telah dilakukan, khususnya terkait kasus desa siluman ini?
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
Pertama, kami terus melakukan upgrade terhadap proporsi penggunaan dana desa secara nasional, kenapa kami upgrade karena perintah presiden periode kedua difokuskan proses pembuatan sumber daya manusia (SDM) tapi tetap tidak meninggalkan infrastruktur. Proporsinya nanti akan akan yang berubah, dari pembangunan infrastruktur yang menjadi pendorong, berubah menjadi pembangunan SDM. Pembangunan SDM kuncinya yang menjadi perhatian kami ada dua. Pertama, kesehatan, di sini bicara stunting dan yang kedua pendidikan. Pembangunan infrastruktur dengan menggunakan dana desa seyogyanya dioptimalkan untuk mensupport penguatan SDM, misalnya kalau dulu mungkin untuk jalan desa, jalan poros pertanian dan lain-lain, sekarang mungkin untuk sanitasi dan jambanisasi, karena salah satu faktor terbesar penyebab stunting adalah sanitasi. Itu contoh-contoh konkret tentang betapa kami akan memfokuskan semua kerja di desa untuk kepentingan penguatan SDM dan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Untuk ke depannya, langkah konkret apa yang akan dilakukan Kemendes terkait dengana segala persoalan yang terjadi di desa-desa?
Digitalisasi, penguatan lagi, sekarang sudah jalan digitalisasi ya, penguatan input data-data, kemudian penguatan Artificial Intelligence (AI) di sistem kami, sehingga ketika data dari desa masuk kemudian diolah oleh AI, keluar rekomendasi-rekomendasi dan ini pasti bagus dan signifikan sesuai dengan permasalahan. Kami sedang upayakan untuk percepatan peningkatan status, kami ‘kan punya 5 status yaitu Desa Mandiri, Desa Maju, Desa Berkembang, Desa Tertinggal, dan Desa Sangat Tertinggal. Lalu, ada pertanyaan kenapa Kemendes punya 5 status, sementara BPS (Badan Pusat Statistik) hanya ada 3 status yaitu Tertinggal, Maju, dan Mandiri? Nah, kami menggunakan itu supaya lebih rigit (ketat) lagi dan ini referensinya adalah Skala Likert. Kami ingin percepat di desa tidak normatif lagi, jadi Desa Sangat Tertinggal tidak harus kemudian (naik) menjadi Desa Tertinggal, kenapa? Kalau bisa kita loncat dari Desa Sangat Tertinggal menjadi Desa Berkembang dan dari Desa Tertinggal untuk menjadi Desa Maju, salah satu instrumen yang kita persiapkan betul adalah sistem digital yang kami bangun.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, kami juga akan terus melakukan upaya untuk penguatan pendamping desa. SDM kita di situ, kualifikasi pendamping desa ditingkatkan, karena itu kami akan melakukan training of trainee, pelatihan-pelatihan terus sesuai dengan arahan Pak Presiden terkait peningkatan SDM, dan itu bukan berarti hanya masyarakatnya, yang mengelola pun harus ditingkatkan SDM-nya. Kami lakukan penilaian, mana pendamping desa yang memang memenuhi kualifikasi, mana yang layak diteruskan, mana yang sudah tidak layak. Di sinilah keterbatasan dari jumlah itu akan terpenuhi, karena hari ini kalau dibikin rata-rata 11 orang menangani 2 desa. Tetapi, kalau SDM bagus, maka berbagai hal di desa bisa mudah kami ketahui.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Yang ketiga, kami terus fokus pada setiap permasalahan Indonesia, makanya kami akan rutin, bukan hanya melakukan kunjungan ke daerah tapi juga melakukan komunikasi dengan kepala desa melalui sistem yang telah kami bangun. Kita akan tunjukkan nanti, kami akan telepon Kepala Desa di daerah yang terpencil misalnya, kami tanya bagaimana pengelolaan dana desa dan seterusnya, apa yang sudah dilakukan, bagaimana dengan BUMdes (Badan Usaha Milik Desa). Yang kami lakukan kunjungan ke beberapa daerah yaitu dalam rangka belanja masalah, karena ini sangat penting, supaya kami tahu persis permasalahan apa yang sedang dihadapi di desa-desa utamanya di luar Jawa. Kemungkinan kami juga akan segera ke wilayah Indonesia Timur untuk belanja masalah berikutnya, supaya kemudian kami rumuskan pada 2020, yang dimulai pada Januari seperti pesan Pak Presiden untuk segera melangkah, enggak usah nungguin ini-itu, lakukan hari ini yang bisa lakukan hari ini. Pak Presiden juga tidak memberikan batasan kerja 100 hari karena ini periode kedua, beliau bilang tidak ada batasan kerja 100 hari, ya pokoknya semakin cepat lakukan saja, enggak usah nunggu 20 hari, 25 hari, apalagi 100 hari.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten