WHO: Campak Berisiko Jadi Wabah, 22 Juta Anak Tak Divaksin Akibat COVID-19

11 November 2021 2:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak campak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak campak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
WHO menyoroti bahaya penyakit campak terhadap anak. WHO menyebut, campak bisa menjadi wabah di dunia karena 22 juta anak di dunia melewati imunisasi campak akibat pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
WHO menuturkan, pada 2020 sekitar 3 juta anak di Amerika Serikat melewatkan suntikan vaksin campak. Penyebabnya, karena AS saat itu disibukkan dengan penanganan COVID-19.
Jika dibandingkan tahun sebelumnya, angka ini merupakan jumlah terbesar selama 2 dekade terakhir.
WHO mengatakan, akan berbahaya jika anak tidak mendapat vaksin campak. Sebab mereka akan rentan terpapar dan menghambat upaya dunia memberantas virus yang sangat menular tersebut.
"Banyaknya anak yang tidak menerima vaksin campak, deteksi dan diagnostik penyakit yang dialihkan untuk mendukung pencegahan COVID-19 adalah faktor yang meningkatkan kemungkinan kematian terkait campak dan komplikasi serius pada anak-anak," kata Kepala Imunisasi CDC AS, Kevin Cain, dikutip dari Reuters, Kamis (11/11).
Campak merupakan penyakit paling menular. Tingkat penularannya melebihi COVID-19, Ebola, TBC dan Flu. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi bayi dan anak.
ADVERTISEMENT
Tercatat pada 2019, kasus campak dilaporkan mencapai titik tertinggi dalam seperempat abad terakhir. Setahun kemudian, pada 2020 vaksinasi campak di 23 negara tertunda akibat COVID-19. Akibatnya, 93 juta orang berisiko tertular penyakit ini.
“Sangat penting bagi negara-negara untuk memvaksinasi COVID-19 secepat mungkin, tetapi ini membutuhkan sumber daya baru sehingga tidak membebani program imunisasi esensial,” kata Direktur Departemen Imunisasi WHO, Vaksin dan Biologi Dr Kate O'Brien.
Menurut Kate, imunisasi campak harus rutin dijalankan dan diperkuat guna mencegah penularan penyakit-penyakit mematikan lainnya.
"Imunisasi rutin harus dilindungi dan diperkuat, jika tidak, kita berisiko menukar satu penyakit mematikan dengan penyakit mematikan lainnya," tutup dia.