news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Wishnutama soal Media AS Sebut Bali Tak Layak Dikunjungi: Masih Layak

22 November 2019 11:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama.  Foto:  Reza Aditya Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama. Foto: Reza Aditya Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio buka suara atas pemberitaan media wisata Amerika Serikat, Fodor's Travel, yang menulis Bali tak layak dikunjungi tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Menurut Tama, sapaan Wishnutama apa yang ditulis Fodor's Travel hanya bagian dari trik media untuk dibaca publik.
“Itu kan taktiknya dia untuk dibaca,” kata Wishnutama di Nusa Dua, Bali, Jumat (22/11).
Menurut Tama, Bali masih memiliki potensi pariwisata yang layak untuk dinikmati. Apalagi, Bali masih menjadi tempat wisata andalan Indonesia. Para wisatawan asing mengenal Indonesia melalui Bali.
“Itu bisa-bisanya media itu saja. Bali masih sangat layak dan punya potensi yang lebih banyak,” kata dia.
Meski demikian, Tama tetap akan membenahi pariwisata di Bali untuk meningkatkan citra pariwisata di Pulau Dewata. Satu di antaranya mengenai sampah yang paling disoroti media asing itu. Tama akan mempelajari cara menangani sampah di kawasan pariwisata secara umum.
Menteri Pariwisata Wishnutama Kusubandio dan Wakil Menteri Angela Tanoesoedibjo menghadiri acara seminar bertajuk Indonesia Tourism Outlook 2020 di Bali. Foto: Denita br Matondang/kumparan
“Tentunya kita terus berbenah diri, tetapi namanya media ya, (mengenai sampah) enggak sesederhana itu. Kita pelajari. Ini kaitannya dengan berbagai kementerian,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Fodor's Travel membeberkan ada beberapa pertimbangan yang membuat Bali tak layak dikunjungi. Di antaranya masalah sampah yang tidak dikelola dengan baik, over tourism, pungutan pajak 10 dolar AS bila masuk Bali atau setara dengan Rp 141 ribu.
Lalu ada pula masalah kekeringan air, dan masalah aturan etika wisatawan di tempat-tempat objek wisata serta tempat yang disucikan.