WNI Korban Penipuan Loker di Kamboja Disekap 2 Hari Tanpa Diberi Makan

1 Agustus 2022 18:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perdagangan manusia.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Puluhan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban penipuan lowongan pekerjaan dari perusahaan online abal-abal di Kamboja tak hanya mendapati kondisi kerja yang tidak manusiawi. Seorang korban bahkan mengalami penyekapan hingga tiga hari.
ADVERTISEMENT
"Adik saya mengalami penyekapan beberapa hari. Dua hari pertama tidak diberi makan, hari ketiga diberi makan sekali," tutur seorang kerabat korban yang memberikan kesaksian dalam konferensi pers daring LSM Migrant Care pada Senin (1/8).
Lowongan kerja (loker) palsu tidak hanya marak tersebar di media sosial. Pelaku beserta jaringannya menjalin koneksi secara langsung pula.
Mengiming-iming upah tinggi, mereka mendekati warga di desa-desa tanpa membeberkan rincian pekerjaan, hanya menyebut sebagai tenaga customer service atau marketing. Kerabat korban menerangkan, mereka mengenal pelaku dari seorang teman.
"Ada seseorang yang menawarkan kepada istri saya saat itu. Karena adik saya tidak kerja, kami bingung satu keluarga," ujar kerabat korban.
"Istri saya pulang, cerita, kami tertarik dengan gaji seperti itu. Tidak ada cerita tentang jam kerja dan segala macam," sambung dia.
Ilustrasi Perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
Agen tersebut menawarkan upah hingga Rp 7-9 juta kepada korban. Tetapi, dia meminta Rp 4 juta sebagai biaya proses perekrutan, termasuk pembuatan paspor bagi calon pekerja.
ADVERTISEMENT
Kerabat korban sempat memiliki kecurigaan atas kondisi tersebut. Namun, mereka kemudian memutuskan untuk tetap memberangkatkan korban pada 15 Juli 2022.
"Karena inginnya kami memperkerjakan adik kami, dengan susah payah kami harus menjual emas, gelang, simpanan-simpanan untuk memberangkatkan adik kami," ungkap kerabat korban.
Menanggung eksploitasi tersebut, korban lantas jatuh sakit. Dia juga sempat tertidur saat bekerja akibat terlalu kelelahan. Alih-alih mendapatkan istirahat, korban dijatuhi hukuman oleh pelaku.
Usai melewati penyekapan hingga tiga hari, korban diperbolehkan menghubungi keluarga. Namun, pelaku justru menyuruh kerabatnya agar menasihati korban. Kini, perusahaan bodong tersebut telah memecat korban. Kendati demikian, dia masih berada di Kamboja.
ADVERTISEMENT
"Setelah hari ketiga, adik saya baru diperbolehkan berkomunikasi dengan kami setelah pihak sana menghubungi saya. Saya disuruh untuk memberi tahu adik saya untuk kerja betul-betul sementara adik saya sudah tidak kuat dengan keadaan seperti itu," terang kerabat korban.
Ilustrasi Perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
Kerabat korban menjelaskan, mereka tidak menerima perjanjian kerja sedari awal. Pelaku turut mengancam akan menjual korban ke perusahaan lain bila tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutannya.
Ketua Kajian Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, mengkonfirmasi pernyataan tersebut. Anis menyibak sejumlah laporan dari 62 WNI yang telah dievakuasi dari Kamboja.

Perbudakan Modern

Ketua Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Migrant Care
Migrant Care meyakini, situasi kerja para korban menyerupai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pihaknya mengatakan, mereka harus bekerja hingga 16-17 jam per hari tanpa kontrak kerja.
ADVERTISEMENT
Para korban tidak menerima fasilitas memadai. Memutus komunikasi, pelaku menyita gawai dan paspor mereka. Perusahaan investasi bodong juga memberlakukan target dalam sehari.
Akibatnya, PMI menghadapi denda bila tidak mencapai target tertentu. Sebagian besar korban bahkan tidak mendapatkan upah.
"Jika target perusahaan turun, maka pekerja migran yang bekerja di sana didenda sekitar USD 300. Dendanya jika telat per menit, USD 30 (Rp 446 ribu)," jelas Anis.
Pelaku menjual para korban ke perusahaan lain ketika mereka melakukan kesalahan, membuat komplain atau dicurigai mengajukan pelaporan.
Sebagian dari mereka lalu mengalami kekerasan. Pelaku memukul, mengeroyok, dan menyetrum korban hingga cedera. Sebagian lainnya mengalami penyekapan yang dapat berlangsung sampai 11 hari.
"Para korban dijual dengan harga yang sangat beragam, salah satunya dengan harga USD 2000 (Rp 29 juta) dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Mereka tidak hanya dijual sekali, tetapi beberapa kali," ujar Anis.
ADVERTISEMENT