WP KPK: 2 Penyidik Harusnya Dapat Penghargaan Ungkap Kasus Bansos, Bukan Dihukum

12 Juli 2021 18:35 WIB
ยท
waktu baca 1 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo. Foto: Dwi Herlambang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo. Foto: Dwi Herlambang/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap buka suara soal hukuman sanksi etik yang dijatuhkan oleh Dewas KPK kepada dua penyidik kasus bansos COVID-19. Kedua penyidik itu adalah Mochamad Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga.
ADVERTISEMENT
Yudi menilai, seharusnya kedua penyidik itu mendapatkan penghargaan karena bisa membongkar kasus kakap seperti bansos COVID-19 yang memakan anggaran negara Rp 6,4 triliun, bukan justru dijatuhi hukuman etik.
"Seharusnya Praswad dan Yoga diberikan penghargaan karena berhasil membongkar kasus korupsi bansos yang menjadi perhatian publik, bukannya dihukum seperti ini," kata Yudi kepada wartawan, Senin (12/7).
Diketahui, dalam putusannya, Dewas KPK menyatakan Praswad dan Yoga terbukti melanggar etik melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi kasus bansos, mantan Senior Assistant Vice President (SAVP) Bank Muamalat Indonesia, Agustri Yogasmara alias Yogas.
Tersangka dari pihak swasta Harry Sidabuke (kiri) menyerahkan sepeda Brompton kepada perantara anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus, Agustri Yogasmara saat rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bansos Kemensos untuk COVID-19. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Atas hal tersebut, Praswad divonis sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10% selama enam bulan. Sedangkan Yoga, dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama tiga bulan.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan putusan ini, Praswad sudah buka suara. Ia menilai sanksi pemotongan gaji 10 persen terhadapnya bukanlah apa-apa dibandingkan dengan dampak dari korupsi bansos terhadap rakyat Indonesia.
Ia juga menganggap hal itu sebagai bentuk serangan balik terhadap upaya pemberantasan korupsi. Terlebih perkara yang ditanganinya ini besar, melibatkan pejabat sekelas menteri dan hajat hidup orang banyak.
"Laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp 6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana COVID-19," ujar Praswad, terpisah.