WRC 5 Gencarkan Perlindungan Sosial dalam Manajemen Pascabencana COVID-19

24 Mei 2022 21:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pejabat penting dari dalam negeri maupun luar negeri yang berada di perhelatan World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 di BICC, Bali, Selasa (23/5/2022). Foto: Jemima Shalimar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pejabat penting dari dalam negeri maupun luar negeri yang berada di perhelatan World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 di BICC, Bali, Selasa (23/5/2022). Foto: Jemima Shalimar/kumparan
ADVERTISEMENT
World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 menyatukan pandangan dan pengalaman dari ratusan perwakilan negara di seluruh dunia pada Selasa (24/5/2022). Pihaknya kemudian menegaskan satu pemikiran, yakni bahwa manajemen bencana pascapandemi COVID-19 memerlukan perlindungan sosial yang inklusif.
ADVERTISEMENT
WRC ialah forum global bagi para pembuat kebijakan dan pakar, serta praktisi dari pemerintah, organisasi internasional, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan sektor swasta.
Mewakili negara berkembang maupun negara, para perwakilan berkumpul untuk berbagi pengalaman dalam pemulihan dan rekonstruksi bencana.
Tiga mitra mengorganisir WRC. Ketiga pihak itu ialah Uni Eropa, UNDP, dan Bank Dunia. International Recovery Platform turut bergabung sebagai mitra kali ini. Pertemuan kelima WRC berlangsung di Bali pada 24-25 Mei 2022 bersamaan dengan GPDRR 2022.
Agenda kali ini mengusung tema "Merekonstruksi untuk masa depan yang berkelanjutan: Membangun ketahanan melalui pemulihan di Dunia yang Ditransformasikan COVID-19."
Deputi Pencegahan BNPB, Lilik Kurniawan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
WRC 5 terus menyinggung dampak pandemi COVID-19. Pasalnya, virus tersebut tidak hanya merenggut jutaan nyawa. Pandemi juga membawa konsekuensi sosial-ekonomi merisaukan.
ADVERTISEMENT
Selama pertemuan, para pemimpin menekankan, konsekuensi sosial-ekonomi bahkan akan bertahan lebih lama dari pandemi itu sendiri.
Bagaimanapun juga, komunitas internasional tengah menghadapi era krisis yang kompleks dan berlapis.
Selain pandemi, dunia juga menyaksikan bencana alam, perubahan iklim, degradasi lingkungan, konflik bersenjata, intensifikasi kekerasan, pemindahan paksa, serta radikalisasi dan terorisme.
Kelompok paling rentan menghadapi dampak dari rentetan krisis tersebut secara tidak proporsional. Dengan demikian, manajemen bencana pascapandemi perlu menggarisbawahi perlindungan sosial-ekonomi bila ingin meraih masa depan yang inklusif dan berlanjut.
Pemulihan menuju masa depan yang berkelanjutan berarti merombak cara individu, komunitas, dan institusi bekerja sama. WRC 5 lantas mengumpulkan orang-orang yang mewakili 160 negara.
"WRC tahun ini datang saat waktu yang penting. Kita telah mengarungi lebih dari dua tahun peristiwa 1 dalam 100 tahun, pandemi COVID-19. Kita telah melihat jutaan nyawa hilang, dan konsekuensi dari pandemi berdampak pada setiap aspek masyarakat," tutur Direktur UNDRR, Ricardo Mena.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pejabat penting dari dalam negeri maupun luar negeri yang berada di Perhelatan World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 di BICC, Bali, Selasa (24/5/2022). Foto: Jemima Mubaroq/kumparan
Usai pertemuan, para pemimpin menggarisbawahi sejumlah urgensi. Mereka menilai, pemulihan dari bencana pandemi bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk membangun dunia yang lebih ramah lingkungan dan tangguh.
Pihaknya mengedepankan upaya mengatasi dampak sosial-ekonomi dari pandemi. WRC 5 menekankan perlunya tanggapan singkat dan perlindungan sosial bagi seluruh kelompok rentan. Sehingga, mereka bisa tetap memiliki pendapatan pascapandemi.
"Selama bencana sebelum pandemi, kita telah Identifikasi kelompok-kelompok paling rentan, tetapi bencana yang terjadi di masa pandemi telah memunculkan kelompok rentan baru yang sebelumnya belum diketahui," tambah Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Lilik Kurniawan.
Untuk mencapainya, berbagai pihak perlu mengevaluasi model tata kelola pemulihan. Solusi inovatif, perencanaan, dan investasi berperan penting demi meraih pembangunan berkelanjutan tersebut.
"Infrastruktur kritis membutuhkan kolaborasi yang kuat dengan masyarakat sipil dan komunitas, pemanfaatan pengetahuan lokal dan koherensi," jelas Asisten Sekretaris Jenderal PBB/Asisten Administrator dan Direktur Biro Krisis UNDP, Asako Okai.
ADVERTISEMENT
"Kami mencari kerja sama dari semua pemerintah, mitra, dan lembaga untuk memantau dengan cermat program pemulihan untuk memastikan bahwa itu berkelanjutan," sambung dia.
Petugas BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) menunjuk peta potensi gelombang tinggi. Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA FOTO
Keterlibatan kelompok rentan turut meliputi peran perempuan dalam manajemen pascabencana. Sebab, bencana mendatangkan risiko berlipat ganda bagi mereka. Perempuan menghadapi peningkatan kekerasan, kesenjangan, kerawanan pangan, dan marginalisasi.
"Kami berusaha untuk mengembangkan dan mengadopsi strategi dan proses pemerintah pemulihan yang tanggap gender untuk mengatasi dimensi gender dari bencana, konflik, dan kerapuhan serta ancaman lainnya," ujar Okai.
Negara-negara di seantero dunia memang telah memobilisasi sumber daya selama pandemi. Namun, efektivitas mobilisasi perlu dipastikan kembali dalam upaya membangun ketangguhan dan keberlanjutan.
Mengingat skala kehancuran, pihak nasional dan internasional dari beragam sektor perlu terlibat dalam respons bencana. WRC 5 diharapkan dapat mewujudkan ambisi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Model tata kelola yang ada belum melakukan tugasnya dalam perencanaan dan pengelolaan pemulihan, terutama dalam peristiwa bencana dan konflik yang saling terkait," tegas Direktur Urban Disaster Risk Management and Resilience Bank Dunia, Sameh Wahba.
"Berdasarkan pertimbangan dan komitmen kami, kami berharap dapat mencapai janji konferensi ini," pungkas Wahba.