Yang Perlu Kamu Ketahui soal Obat Corona yang Dipesan Jokowi

21 Maret 2020 6:11 WIB
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi telah memesan 5 ribu obat corona yang sudah digunakan di beberapa negara, Avigan. Selain Avigan, Jokowi juga memesan obat jenis lain, yaitu Klorokuin (Chloroquine).
ADVERTISEMENT
Obat-obat tersebut nantinya akan diantar oleh dokter keliling dari rumah ke rumah pasien. Penggunaannya juga akan diawasi langsung oleh rumah sakit dan puskesmas di lingkungan setempat.
"Soal obat, obat ini sudah dicoba oleh satu, dua, tiga negara dan memberikan kesembuhan, yaitu Avigan. Kita telah datangkan 5 ribu, akan kita coba dan dalam proses pemesanan dua juta," kata Jokowi, Jumat (20/3).
"Kedua, Klorokuin, ini kita telah siap 3 juta, kecepatan ini yang kita ingin sampaikan kita tidak diam tapi mencari hal-hal, info-info apa yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikan COVID-19," imbuhnya.
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Namun, apa sebenarnya Avigan dan Klorokuin itu?
Avigan merupakan obat anti-influenza yang dikembangkan oleh perusahaan Jepang, Fujifilm Toyama Chemical, pada 2014 silam. Obat yang juga dikenal dengan nama Favipiravir itu, oleh Otoritas Kesehatan China disebut efektif mengobati pasien yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
Meski produsen obat tersebut belum berkomentar, namun dokter-dokter di Jepang sudah mencoba menggunakannya untuk pasien corona dengan gejala ringan dan sedang. Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Jepang menyebut, Avigan ini tidak efektif untuk pasien COVID-19 dengan gejala kronis.
“Kami telah memberi Favipiravir pada 70 hingga 80 pasien, tetapi tampaknya tidak berfungsi dengan baik ketika virus sudah berlipat ganda,” ujar juru bicara Kemenkes Jepang, kepada Mainichi Shimbun.
Klaim keampuhan Avigan ini sebenarnya berawal dari uji klinis 340 pasien di Wuhan dan Shenzhen. Setelah empat hari, pasien yang mengonsumsi obat tersebut dinyatakan sembuh dari virus corona. Sedangkan pasien yang tidak mengonsumsi Avigan, rata-rata membutuhkan 11 hari hingga dinyatakan negatif virus corona.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hasil sinar-X menunjukkan adanya peningkatan kondisi paru-paru pasien yang mengonsumsi Avigan hingga 91 persen. Sementara pasien yang tidak menggunakan Avigan, hanya mengalami peningkatan sekitar 62 persen.
Ilustrasi virus Corona. Foto: Shutter Stock
Sedangkan Klorokuin, sebenarnya merupakan obat malaria yang sudah digunakan sejak Perang Dunia II. Menurut penelitian di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pada 2005, obat ini efektif melawan sel primata yang terinfeksi SARS atau coronavirus generasi pertama yang mempengaruhi manusia.
Namun, penelitian itu hanya berbasis pada tes in vitro. Alias, pengujiannya hanya melalui sel makhluk hidup dan bukan melalui makhluk hidup itu sendiri.
Masalah lainnya adalah, SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab COVID-19, adalah jenis terbaru dari coronavirus. Peradaban manusia baru pertama kali mengenal virus ini dan belum memiliki vaksin mau pun obatnya.
ADVERTISEMENT
Klorokuin Fosfat sebelumnya juga sempat menjadi kontroversi soal kemampuannya mengobati COVID-19. Pasalnya, keampuhan Klorokuin sebagai obat corona sempat dibantah oleh Kepala Perawatan Klinis dalam Program Emergensi WHO, Janet Diaz.
"Untuk Klorokuin, tidak ada bukti bahwa itu adalah pengobatan (COVID-19) yang efektif saat ini," kata Diaz, seperti yang dilaporkan AFP.
Tak hanya salah, anjuran mengonsumsi Klorokuin 500 mg selama delapan hari juga berbahaya. Menurut Goke Akinrogunde, Direktur Klinis di GTAK Health Clinic di Lagos, Nigeria, takaran 500 mg selama delapan hari dapat menyebabkan overdosis.
Bahkan, Klorokuin sudah dilarang beredar di Nigeria sejak tahun 2005. WHO juga sudah memperingatkan tingkat kegagalan obat yang tinggi dan temuan kasus resistensi obat di sejumlah negara.
ADVERTISEMENT
Namun, masih banyak negara yang menjajal obat ini sebagai pembasmi COVID-19. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi salah satu pendukung penggunaan Klorokuin untuk COVID-19. Padahal, Badan Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS (FDA) masih menguji obat ini sebelum bisa mengeluarkan izin peredarannya.
"Tidak ada terapi atau obat yang disetujui FDA untuk mengobati, menyembuhkan atau mencegah COVID-19," kata FDA dalam situs resmi mereka.
Yang jelas, meski kedua obat tersebut pernah diuji coba kepada pasien COVID-19 di sejumlah negara, namun efektivitasnya belum terbukti. Menurut Jokowi, hingga saat ini sebenarnya belum ada vaksin atau antivirus yang benar-benar ditujukan untuk melawan virus corona SARS-CoV-2.
Selain kedua obat tersebut, Jubir pemerintah terkait penanganan virus corona di Indonesia, Achmad Yurianto, menyebut beberapa negara juga tengah melakukan uji vaksin corona dan menggunakan obat HIV, Antiretroviral (ARV). Meski ampuh menyembuhkan pasien, namun menurut Yuri, cara ini belum berstandar internasional.
ADVERTISEMENT
"Di berbagai negara dan seperti yang kita tahu di China pernah melakukan uji, di beberapa tempat lain, seperti di Thailand menggunakan ARV untuk melakukan terapi. semuanya memberikan gambaran yang baik tapi masih belum jadi standar dunia," ungkap Yuri saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/3).
"Secara definitif, obat yang pilihan untuk COVID belum didapatkan, demikian juga dengan vaksin masih belum didapatkan," imbuhnya.
Yuri menjelaskan pasien positif virus corona bisa sembuh karena dipengaruhi faktor imun. Apabila imun pasien membaik maka kondisinya akan cepat sembuh.