Yasonna Anggap Pembebasan Napi demi Corona Bukan Program Gagal

13 April 2020 18:58 WIB
Menkumham, Yasonna Laoly. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Menkumham, Yasonna Laoly. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Hukum dan HAM menjadi sorotan lantaran mengeluarkan kebijakan membebaskan napi dengan alasan pencegahan penyebaran corona di lapas. Sebab, kebijakan itu dinilai justru meresahkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa sebab. Sejumlah napi yang dibebaskan, justru kembali berulah.
Meski demikian, Menkumham Yasonna H. Laoly menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkannya itu bukan merupakan produk gagal.
Politikus PDIP itu berpendapat, tertangkapnya para napi yang kembali berulah itu berdasarkan koordinasi yang baik dari pihak Lapas dengan aparat penegak hukum lain. Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa program pembebasan napi bukan produk gagal.
"Ada yang bilang program ini gagal dan mengancam keamanan nasional. Saya rasa sebaliknya. Ini bukti koordinasi pengawasan berjalan baik," kata Yasonna dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (13/4).
Menkumham Yasonna Laoly. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Sejak keputusan diteken Yasonna pada 30 Maret 2020 lalu, sudah sekitar 35 ribu napi yang dibebaskan. Menurut Yasonna, napi yang dibebaskan melalui asimilasi dan integrasi itu hanya yang memenuhi syarat. Salah satunya sudah menjalani 2/3 masa hukuman.
ADVERTISEMENT
Ia pun mengaku sudah mendapat laporan soal napi yang kembali berulah setelah dibebaskan. Ada setidaknya 10 napi yang masuk dalam laporannya.
Mulai dari kasus pencurian, kekerasan, hingga kasus narkoba. Menurut Yasonna, tidak ada alasan untuk menolerir napi yang berulah kembali saat menjalani asimilasi dan integrasi.
Ia menyatakan pembebasan napi itu bisa dibatalkan. Ia pun menginstruksikan napi tersebut ditarik kembali ke lapas dan ditempatkan di sel khusus.
"Jika berulah lagi, warga binaan asimilasi dimasukkan ke straft cell (sel pengasingan). Saat selesai masa pidananya, diserahkan ke polisi untuk diproses tindak pidana yang baru,” kata Yasonna.
“Jika ada berita tentang warga binaan kembali berulah, segera koordinasi ke Polres setempat. Periksa, jika itu adalah warga binaan yang diasimilasikan, langsung masukkan lagi ke straft cell,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data per tanggal 8 April 2020, Kemenkumham sudah membebaskan lebih dari 35 ribu napi. Hal itu dilakukan dalam waktu 9 hari sejak keputusan diteken Yasonna.
Pembebasan melalui mekanisme asimilasi dan integrasi masih akan dilakukan hingga status darurat COVID-19 dihentikan. Hal itu sebagaimana termuat Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang diteken Yasonna.
Ilustrasi tahanan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kemenkumham beralasan pembebasan dilakukan karena jumlah napi yang berada di rutan dan lapas sudah melebihi kapasitas. Sehingga, social distancing untuk mencegah corona dinilai tak efektif dilakukan.
Hal itu kemudian menuai polemik. Sebab, justru menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal itu kemudian terbukti dengan adanya beberapa napi yang kembali berulah.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, meminta Kemenkumham agar mengevaluasi program pembebasan ini. Bahkan kalau perlu Kemenkumham menyetop program pembebasan napi tersebut agar kejadian napi berulah tak terulang lagi.
ADVERTISEMENT