Yasonna Bebaskan Napi, Polri Malah Mau Pidanakan Penghina Jokowi saat Corona

7 April 2020 0:50 WIB
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Bareskrim Polri mengeluarkan perintah untuk menindak penghina pejabat pemerintah termasuk presiden dalam situasi pandemi corona. Perintah ini mendapat kritikan karena di saat yang sama, Kemenkumham tengah berupaya mengeluarkan napi sebagai upaya pencegahan virus corona di lapas.
ADVERTISEMENT
"Yang lain sedang mengeluarkan orang dari tahanan, kok ini malah mau menindak orang yang ujung-ujungnya bisa bikin orang ditahan," kata Ketua YLBHI Asfinawati, saat dihubungi, Senin (6/4).
Perintah penindakan tersebut tertuang dalam ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang ditujukan ke Dipittisiber Bareskrim Polri. Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Dipittisiber untuk menindak tegas penyebar hoaks terkait corona dan penghinaan Presiden Jokowi serta pejabat Pemerintah.
Asfinawati, ketua YLBHI Foto: Aria Pradana/kumparan
Penindakan tersebut menggunakan pasal 207 KUHP. Berikut bunyinya:
Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
ADVERTISEMENT
Asfinawati mengatakan, Pasal 207 yang digunakan oleh Kabareskrim dalam mempidanakan penghina Pejabat Pemerintah justru tak bisa diberlakukan kepada Jokowi sebagai Presiden.
Sebab, penghinaan terhadap Presiden diatur di pasal lain, yakni pasal 134 KUHP. Dan pasal itu sudah 'dicabut' oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Sehingga penerapan pasal 207 kepada Presiden dinilai tak tepat.
"Enggak tepat dan melihat putusan MK secara sempit," kata Asfinawati.
"Lagipula di abad modern ini PBB sudah bilang penghinaan seharusnya tidak dengan pidana," sambungnya.
Asfinawati mengatakan telegram Kabareskrim tersebut justru hanya untuk menakut-nakuti sejumlah pihak. Padahal, kata dia, di saat masa krisis seperti ini kritik sangatlah diperlukan.
"Karena yang di atas sulit kalau mau dibilang enggak akan bisa merasakan yang di bawah, kritik-kritik inilah yang akan membantu presiden dan pemerintah tuk memahami masalah sebenarnya. Dan membuat kebijakan yang sesuai," kata dia.
ADVERTISEMENT
Asfinawati menambahkan, apabila Presiden merasa terhina dengan kritik yang diajukan, dia bisa melaporkannya ke aparat penegak hukum. Tidak diwakilkan langsung oleh polisi. Hal tersebut atas asas kesamaan di depan hukum.
"Tapi sebenarnya presiden itu enggak bisa merasa dihina. Karena Presiden itu lembaga bukan orang. Tapi kalau dikritik kerja Jokowi sebagai Presiden masa merasa dihina. Kalau tidak mau dikritik ya jangan jadi pejabat publik," pungkasnya.