YLBHI Catat Kekerasan Polisi di Sejumlah Daerah saat Demo Omnibus Law

9 Oktober 2020 10:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang demonsran berlindung di balik pembatas jalan saat unjuk rasa menolak Omnibus Law di Jakarta, Kamis (8/10/2020). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang demonsran berlindung di balik pembatas jalan saat unjuk rasa menolak Omnibus Law di Jakarta, Kamis (8/10/2020). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Sejak 6-8 Oktober, aksi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja merebak. Unjuk rasa muncul di berbagai daerah dan diwarnai kericuhan.
ADVERTISEMENT
Namun dalam berbagai kericuhan itu ada tindakan aparat polisi yang dinilai tak sesuai aturan.
"Dan YLBHI-LBH menemukan kegiatan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945 tersebut tersebut ditanggapi represif dan brutal oleh aparat kepolisian," demikian siaran pers YLBHI mengkritik sikap aparat keamanan, Jumat (9/10).
Berikut laporan bentuk-bentuk represifitas aparat yang diterima kantor LBH-YLBHI dalam demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja:
Ribuan masa buruh berorasi di depan Gedung DPRD Sumut Foto: Rahmat Utomo/kumparan
1.Polisi memukul advokat/penasihat hukum mahasiswa yang ditangkap di Semarang (Jawa Tengah) dan Manado (Sulawesi Utara). di Manado Polisi juga mencekik leher, dan berupaya, untuk menangkap penasihat hukum di Manado
2.Polisi menghalang-halangi dan tidak memberikan akses pengacara/penasihat hukum LBH untuk mendampingi masyarakat yang ditangkap dan dibawa ke kantor-kantor polisi;
3.Polisi menghalang-halangi aksi dengan menangkapi masyarakat yang mau berunjuk rasa di jalan-jalan, stasiun kereta api, jembatan, dll
ADVERTISEMENT
4.Menstigma “perusuh” bagi peserta aksi;
5.Memprovokasi warga untuk perang kelompok yang berdampak pada aksi mahasiswa. Akibatnya banyak mahasiswa yang menjadi korban anak panah;
6.Polisi membubarkan massa aksi tanpa alasan dengan menembakkan gas air mata dan water canon;
7.Polisi menyerang paramedis dengan gas air mata;
8.Polisi memukuli massa aksi ketika ditangkap;
9.Polisi menelanjangi massa aksi ketika ditangkap.
10.Polisi tidak memberikan makanan pada massa yang ditahan sejak siang sampai malam hari.
11. Polisi merampas HP dan mengangkut motor
12. Pengerahan tentara dalam pengamanan dan sweeping aksi massa
13. Polisi memukul, menangkap, lalu membebaskan kembali peserta aksi dengan keterangan salah tangkap.
Berdasarkan hal-hal di atas kami menyatakan:
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
ADVERTISEMENT
Selain melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, polisi juga melanggar Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2019 tentang Penindakan Huru Hara (PHH).
PHH dilaksanakan apabila terjadi peningkatan situasi dari situasi kuning menjadi situasi merah. Sementara aksi massa dilakukan dengan damai, tetapi justru polisilah yang melakukan kekerasan. Kerusuhan terjadi karena tindakan aparat yang dengan sengaja membubarkan massa aksi dengan kekerasan.
Atas segala kejadian tersebut, Kami meminta
- Presiden dan Kapolri untuk menghormati UUD 1945 & amandemennya serta UU 9/1998 yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya termasuk pendapat di muka umum.
- Kapolri memerintahkan aparatnya untuk menghentikan tindakan-tindakan brutal dan represif.
ADVERTISEMENT
- Presiden RI agar segera mengeluarkan PERPPU yang mencabut UU Cipta Kerja
Demikian pers rilis ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih
Jakarta, 8 Oktober 2020
YLBHI dan 16 kantor LBH Indonesia: LBH Banda Aceh, LBH Medan, LBH Padang, LBH Palembang, LBH Pekanbaru, LBH Lampung, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, LBH Surabaya, LBH Manado, LBH Makassar, LBH Bali, LBH Papua, LBH Palangkaraya