Yusril: GBHN Perlu Agar Pembangunan Sesuai Kesepakatan Rakyat

18 Agustus 2019 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Advokat Yusril Ihza Mahendra di Polda Metro Jaya. Foto: Raga Imam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Advokat Yusril Ihza Mahendra di Polda Metro Jaya. Foto: Raga Imam/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dihidupkan kembali terus mencuat. Hal ini membuat sebagian kalangan menolak wacana tersebut karena dinilai sebuah kemunduran dan akan kembali ke era Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, penghidupan GBHN untuk saat ini sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia. Yusril berpendapat, arah pembangunan negara tetap terarah, meski setiap lima tahun berganti pemerintahan.
"Saya berpendapat GBHN itu adalah sesuatu yang diperlukan bagi bangsa dan negara ini, agar arah pembangunan dan perjalanan bangsa selama lima tahun ke depan betul-betul merupakan kesepakatan seluruh warga bangsa yang diputuskan oleh MPR," kata Yusril dalam keterangannya, Minggu (18/8).
Yusril menjelaskan, posisi MPR jika GBHN kembali dihidupkan. MPR kata Yusril, bukan MPR yang memiliki sistem seperti saat ini. MPR seharusnya menjadi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
"MPR yang dimaksud tentulah bukan MPR seperti sekarang sebagaimana dihasilkan oleh amandemen UUD 45. MPR-nya haruslah merupakan 'penjelmaan seluruh rakyat Indonesia' yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan daerah-daerah dan golongan-golongan," jelas Yusril.
ADVERTISEMENT
"MPR seperti itu sesungguhnya lebih sesuai dengan 'staatsidea' bangsa kita yang didasarkan kepada hukum adat dan ajaran Islam tentang negara daripada konsep MPR sekarang," lanjutnya.
Dengan GBHN yang disiapkan oleh MPR sebagai perwujudan rakyat Indonesia, Presiden, kata Yusril, wajib melaksanakannya dengan merincinya ke dalam program-program kongkret.
"Jadi ada arahan bagi Presiden dalam melaksanakan tugas membangun bangsa, bukan program yang dia susun menurut maunya sendiri. Kalau sudah demikian keadaannya, maka kembali harus bertanggung jawab kepada MPR, bukan seperti sekarang, Presiden tidak jelas bertanggung jawab kepada siapa," jelas dia.
"Kalau dikatakan bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya secara langsung, maka bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya. Bagi saya itu tidak jelas mekanismenya," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini.
ADVERTISEMENT
Penempatan posisi MPR seperti itu, lanjut Yusril, justru mencerminkan ide bernegara bangsa Indonesia yang dilatar belakangi adat dan Islam.
"Saya malah berpendapat sebaliknya. Apa yang dibuat oleh BPUPKI tahun 1945 itu adalah sesuatu yang benar dan sesuai dengan ide bernegara bangsa kita. Negara itu harus dibangun berlandaskan pandangan filosofis dan kesadaran hukum yang ada pada bangsa itu sendiri," kata Yusril.
"Akar filosofinya ada pada adat dan Islam. Kita mentransformasikannya ke dalam konsep atau gagasan sebuah negara modern yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Jangan biarkan bangsa kita tercabut dari akar filosofis dan akar budayanya sendiri. Kita akan gagal kalau menempuh jalan seperti itu," papar Yusril.
Yusril kemudian menceritakan tentang pembentukan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Menurut Yusril, anggota BPUPKI justru lebih berpikir visioner dan canggih daripada anggota MPR yang mengamandemen UUD 1945.
ADVERTISEMENT
"Para anggota BPUPKI lebih paham landasan filosofis bangsa ini yang berakar pada adat dan Islam, bukan 'western minded' apalagi 'American minded' tentang demokrasi, status, dan kedudukan Presiden serta posisi MPR sebagaimana tercermin dalam pasal-pasal UUD 45 pasca-amandemen," kata Yusril.