Yusril Gugat AD/ART Demokrat: Disebut Tak Berguna hingga Dugaan Tarif Rp 100 M

1 Oktober 2021 8:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusril Ihza Mahendra dan anggota PBB sambangi Kompleks Istana Kepresidenan. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra dan anggota PBB sambangi Kompleks Istana Kepresidenan. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mendapat sorotan terutama dari DPP Demokrat. Sebab Yusril memutuskan menjadi pengacara kubu Moeldoko Cs untuk menggugat AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Yusril tidak sendiri. Ia didampingi Yuri Kemal Fadlullah menjadi pengacara empat orang anggota KLB Deli Serdang mengajukan gugatan judicial review AD/ART Demokrat ke MA.
Yusril tak merinci substansi AD/ART yang dipersoalkan. Namun, Yusril menyinggung kewenangan besar Majelis Tinggi yang kini dipimpin oleh SBY.
"Seperti kewenangan Majelis Tinggi yang begitu besar dalam Partai Demokrat, sesuai tidak dengan asas kedaulatan anggota sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik?," ujar Yusril.
Ketua Bappilu Demokrat Andi Arief. Foto: Twitter/@andiarief_

Disorot Andi Arief dan Dituding Ada Mahar Rp 100 Miliar

Kepala Bappilu Demokrat Andi Arief mengaku tidak habis pikir dengan keputusan Yusril. Andi bahkan menyebut ada mahar Rp 100 miliar dibalik keputusan Ketua Umum PBB itu membela Moeldoko Cs.
"Begini Prof @Yusrilihza_Mhd, soal gugatan JR pasti kami hadapi. Jangan khawatir. Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran Anda Rp 100 miliar sebagai pengacara, anda pindah haluan ke KLB Moeldoko," tulis Andi.
ADVERTISEMENT
Selain Andi Arief, politikus senior Partai Demokrat, Rachland Nashidik, ikut menyentil Yusri.
Rachland memastikan, dirinya akan membongkar beberapa klaim palsu yang disampaikan oleh Yusril.
"Saya tak bakal stop membongkar klaim palsunya Yusril, kecuali dia mengakui menjual jasa profesionalnya tanpa embel-embel demokrasi," ucap Rachland.
"Tapi di situ juga ada pertanyaan: apa karena Demokrat tak sanggup bayar 100 Miliar maka Yusril pindah membela kubu Moeldoko? Dibayar lebih mahal?" tutur dia.
Yusril Ihza Mahendra saat Sidang lanjutan PHPU di Mahkamah Konstitusi, Kamis (27/6). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan

Yusril Bantah Pernah Tawarkan Jasa Rp 100 M ke Demokrat

Setelah mendapat banyak serangan dari DPP Demokrat soal mahar Rp 100 miliar, Yusril buka suara. Ia dengan tegas membantah. Menurutnya, prinsip advokat adalah pasif dan ia konsisten dengan kebijakan itu.
"Advokat itu pasif. Dia tidak boleh menawarkan jasa kepada orang lain. Selama ini saya tetap konsisten dengan hal itu," kata Yusril.
ADVERTISEMENT
Terkait alasannya mau menjadi kuasa hukum Moeldoko Cs, Yusril menekankan seorang advokat bertindak secara profesional dengan mematuhi UU dan Kode Etik Advokat.
"Pengujian formil dan materil AD/ART partai ke MA merupakan suatu terobosan hukum," tutur Ketum PBB ini.
Bagi Yusril, partai adalah instrumen penting dalam menyelenggarakan negara dan membangun kehidupan yang demokratis.
Oleh sebab itu, AD/ART parpol yang pembentukannya didasarkan atas kewenangan dan delegasi UU, tidak boleh menabrak UUD 45 dan UU.
"Kalau permohonan ini dikabulkan MA, saya kira akan banyak AD/ART parpol yang diuji ke MA. Karena itu ke depan, tidak akan ada lagi parpol-parpol yang bercorak oligarkis, nepotis dan monolitik. Semua partai harus demokratis. Kalau partai demokratis, maka negara juga akan demokratis," tegas Yusril.
Yusril Ihza Mahendra (kanan) saat konferensi pers terkait putusan MK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Yusril Bicara Tarif Pengacara: Rp 1 M atau Rp 100 M Tak Dilarang, Halal

Yusril kemudian bercerita dunia advokat memang ada sisi bisnisnya. Terkait berapa fee yang dibayarkan klien kepada advokat, itu tidak ada batasannya. Bagi Yusril, hal tersebut tergantung kesepakatan dua pihak antara klien dan advokat.
ADVERTISEMENT
"Jika sepakat prodeo alias gratis, yang disepakati saja gratis. Kalau sepakat harus bayar, ya disepakati saja berapa bayarnya. Mau bayar Rp 1 miliar atau Rp 100 miliar tidak ada yang larang. Asal bayar pajak, semua halalan thayyiban (halal dan baik)," kata Yusril.
Eks Menkumham era Megawati ini menegaskan, praktik advokat tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan anggapan 'mungkin hukum bisa dibeli, tetapi tidak untuk keadilan'.
"Kalau jaksa, polisi dan hakim disuap untuk menyelewengkan hukum dan keadilan, memang ada kaitannya. Tetapi bagi advokat yang membela klien dengan benar menurut hukum, hal itu tidak ada kaitannya dengan 'jual beli' hukum," beber Yusril.
"Advokat membela perkara di pengadilan. Yang memutus adalah hakim. Advokat tidak bisa dan tidak boleh memberi jaminan kepada klien bahwa perkaranya pasti menang, meski dia mendapat bayaran untuk melakukan pembelaan," tambah Ketua Umum PBB ini.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, pendek kata, Yusril mengibaratkan pekerjaan advokat dengan seorang dokter.
"Advokat sama seperti dokter yang menjalankan tugas profesi. Dia mengoperasi untuk menyelamatkan jiwa pasien. Tapi dia tidak boleh dan tidak bisa menjamin nyawa pasien itu pasti selamat, meski dokter mendapat honorarium dalam menjalankan tugasnya," tegas Yusril.
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam

Mahfud MD: Gugatan Yusril Enggak Akan Ada Gunanya, Ketum Demokrat Tetap AHY

Polemik gugatan AD/ART Demokrat ini ternyata juga menyita perhatian Menko Polhukam Mahfud MD. Ia menilai gugatan Yusril ini tidak ada gunanya.
"Yang sekarang ini kan permainan di antara mereka kita enggak ikut ikut, enggak bela Moeldoko dan sebagainya. Tapi secara hukum gugatan Yusril ini enggak akan ada gunanya," ujar Mahfud.
Sebab sekalipun gugatan dinyatakan menang di MA, kata Mahfud, putusan itu tidak akan mengubah kepengurusan Partai Demokrat saat ini.
ADVERTISEMENT
"Karena kalau pun dia menang, tidak akan menjatuhkan Demokrat yang sekarang. Kalaupun dia menang menurut hukum kemenangan dijudicial review hanya berlaku ke depan," imbuhnya.
Mahfud menegaskan, pengurus di bawah AHY yang sudah terpilih kemarin tetap berlaku. Putusan MA paling hanya meminta perbaiki AD/ART, tapi tidak akan mengubah susunan pengurus sekarang.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Kalau mengabulkan enggak ada gunanya juga gitu, karena pihak pengurus sekarang tetap dia Agus Harimurti dan dia yang akan tetap memimpin," ucap Mahfud.
Jika soal urusan tata negara, kata Mahfud, baiknya gugatan dilakukan terkait SK Menteri yang memutuskan kepengurusan tersebut melalui ranah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Karena jika gugatan terhadap AD/ART dilakukan melalui ranah judicial review, menurutnya tak akan berdampak banyak pada putusan. Karena itulah ia menyebut gugatan tersebut tak ada gunanya.
Ketua tim hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra (tengah) saat konferensi pers terkait putusan MK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Yusril: Pak Mahfud Politisi atau Negarawan?

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Usai mendapat sentilan dari Mahfud MD, Yusril kembali buka suara. Ia mengaku heran dengan pernyataan yang disampaikan Mahfud tersebut.
"Kalau beliau seorang politisi yang pikirannya bagaimana merebut kekuasaan dan jatuh-menjatuhkan orang yang sedang berkuasa, ucapan Pak Mahfud mungkin ada benarnya. Karena itu, beliau menganggap uji formil dan materi ke MA itu tidak ada gunanya," kata Yusril.
"Namun jika beliau berpikir sebagai seorang negarawan, tentu akan beda pandangannya. UUD 1945 maupun UU secara normatif memerintahkan agar kita membangun kehidupan bangsa yang sehat dan demokratis," sambung Yusril.
Yusril menerangkan, partai memainkan peranan besar dalam penyelenggaraan negara. Ia mempertanyakan bagaimana negara akan sehat dan demokratis jika partai monolitik, oligarkis, dan nepotis.
"Keputusan-keputusan partai didominasi oleh seorang tokoh saja atau keputusan didominasi oleh elite tertentu melalui lembaga yang tidak demokratis di dalam partai itu. Kalau JR ini dikabulkan MA, di masa depan tidak akan ada lagi partai yang sesuka hatinya meligitimasi kemauan tokoh-tokohnya melalui AD/ART partai yang bertentangan dengan UU dan UUD 1945," urai Yusril.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itu, jika dilihat dari perspektif ini, Yusril menilai JR bukan tidak ada gunanya. Malah sangat besar manfaatnya.