Yusril Respons Mahfud: Jokowi Minta Saya Telaah Pembebasan Ba'asyir

25 Januari 2019 23:50 WIB
Kuasa hukum HTI Yusril Iza Mahendra tiba di Kantor HTI, Jakarta Selatan, Selasa (8/7/2018).  (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum HTI Yusril Iza Mahendra tiba di Kantor HTI, Jakarta Selatan, Selasa (8/7/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra kembali menjelaskan rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir yang ditunda pemerintah. Yusril bicara setelah pakar hukum tata negara Mahfud MD menyebut ada prosedur yang keliru, karena Yusril dinilai tak memiliki wewenang mengumumkan pembebasan Ba'asyir.
ADVERTISEMENT
Yusril mengatakan, Presiden Jokowi bisa menugaskan siapa saja yang mampu dan tepat untuk memecahkan persoalan pembebasan bersyarat Ba'asyir. Sebab, selama ini, Ba'asyir terbentur persyaratan bebas bersyarat karena menolak menandatangani persyaratan untuk setia pada Pancasila.
"Untuk mengatasi masalah itulah Presiden meminta saya untuk menelaah, mencari jalan keluar dan juga memerintahkan agar saya berbicara dengan Ba'asyir. Solusi mengatasi masalah itu saya laporkan kepada Presiden, dan Presiden setuju dengan solusi yang saya ajukan. Saya mengumumkan langkah untuk memberikan pembebasan kepada Ba'asyir," ujar Yusril dalam keterangannya, Jumat (25/1).
Ia secara tegas menyatakan bukan dirinya yang berhak menjadi eksekutor atau menentukan pembebasan bersyarat kepada Ba'asyir. Tetapi Menkumham Yasonna Laoly dan jajarannya. Solusi yang diusulkan Yusril juga sudah diberitahu kepada Menkumham.
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur. (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya)
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur. (Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya)
Yusril menyebut tak pernah ada pendelegasian kewenangan untuk memberikan bebas bersyarat, karena itu adalah wewenang Menkumham.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada pendelegasian wewenang kepada saya dalam masalah Ba'asyir ini. Presiden tahu ada masalah yang terkatung-katung, lalu menunjuk seseorang untuk mencari jalan keluar mengatasinya. Hal seperti itu wajar dan sering terjadi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, baik dalam menangani masalah dalam negeri dan masalah yang bersifat internasional," tutur Yusril.
Kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf ini justru 'menyindir' Mahfud, yang mempertanyakan keputusan Jokowi menyuruhnya mencari jalan keluar terkait kasus Ba'asyir, dan bukan Mahfud yang notabene merupakan ahli di bidangnya. Ia menegaskan hanya menjalankan tugas untuk membantu Presiden Jokowi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
"Yang menjadi masalah bagi Pak Mahfud barangkali mengapa Presiden menyuruh Yusril mencari jalan keluar mengatasi masalah Ba'asyir, bukan meminta Mahfud MD. Kalau ini saya tentu tidak bisa menjawab," ujar dia.
ADVERTISEMENT
"Sama halnya saya tidak bisa menjawab mengapa Mahfud MD yang semula digadang-gadang jadi cawapres, tetapi yang jadi malah Kiai Ma’ruf. Kalau ini tentu hanya Presiden Jokowi yang bisa menjawabnya," tutupnya.
Sebelumnya, Mahfud menyebut kabar pembebasan bersyarat Ba'asyir yang pertama kali diungkapkan Yusril hingga berujung batal karena ada ketergesa-gesaan. Prosedur dan organisatorisnya juga keliru. Yusril dinilai tidak berhak mengumumkannya karena bukan seorang penasihat presiden maupun Menkumham.
"Ya saya kira prosedurnya keliru, dan organisatoris keliru. Kan menurut PP nomor 99 yang melakukannya itukan Menkumham. Menkumham bisa mendelegasikan ke Dirjen Pemasyarakatan. Yusril itu kan bukan. Dia juga bukan penasihat presiden, dia penasihat Jokowi. Saya kira ketelanjuran saja, keliru saja lah," jelas Mahfud di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jumat (25/1).
ADVERTISEMENT