Yusril: Revisi UU KPK Kita Serahkan pada Kebijakan Presiden

11 September 2019 15:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Advokat Yusril Ihza Mahendra di Polda Metro Jaya. Foto: Raga Imam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Advokat Yusril Ihza Mahendra di Polda Metro Jaya. Foto: Raga Imam/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah saatnya diperbaiki. Sebab, menurutnya, UU tersebut tidak pernah mengalami perubahan sejak pertama kali disahkan.
ADVERTISEMENT
"Sudah layak dilakukan evaluasi, mana yang perlu diperbaiki, mana yang perlu disempurnakan. Saya pikir, tidak ada UU yang sempurna. Saya pikir normal saja," kata Yusril di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
Menurut Yusril, UU KPK sudah beberapa kali diusulkan untuk direvisi, namun selalu terhenti prosesnya. Selain itu, meski inisiatif untuk merevisi UU KPK berasal dari DPR, namun dibahas atau tidaknya RUU tersebut tergantung keputusan Presiden Joko Widodo.
"Maka sekali ini, kita serahkan kepada kebijakan presiden, apakah yang terbaik untuk dilakukan. Tapi saya berpendapat, tidak ada instansi, lembaga kepresidenan, kejaksaan, yang berkali-kali diubah. Kalau memang ada yang perlu diperbaiki, silakan direvisi," tuturnya.
DPR diketahui berencana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Namun, upaya ini ditolak sejumlah pihak karena dianggap melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa poin yang akan dibahas dalam revisi UU KPK. Yakni, pegawai KPK menjadi ASN, kewenangan penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, KPK tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), peralihan pelaporan LHKPN, serta kewenangan KPK untuk menghentikan perkara.
Rencana revisi UU KPK tersebut, belakangan juga ditolak keras oleh KPK. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, revisi itu justru akan berdampak buruk pada kerja KPK.
"Bagi kami saat ini, KPK belum membutuhkan revisi terhadap UU 30 tahun 2002 tentang KPK. Justru dengan UU ini KPK bisa bekerja menangani kasus-kasus korupsi, termasuk OTT serta upaya penyelamatan keuangan negara lainnya melalui tugas pencegahan," ujar Syarif kepada wartawan, Rabu (4/9).