Yusril: Sistem Pemilu Terbuka Lemahkan Fungsi Parpol, Padahal Perannya Krusial

8 Maret 2023 11:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait menyampaikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait menyampaikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyampaikan keterangannya dalam sidang lanjutan gugatan terhadap perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu soal sistem pemilihan proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi, Rabu (8/3).
ADVERTISEMENT
Yusril menjadi pihak terkait dalam gugatan itu mewakili PBB. Yusril menegaskan, Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 1 huruf d, Pasal 386 ayat 2 huruf d, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422 dan Pasal 426 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945.
Pakar Hukum Tata Negara ini kemudian membeberkan mengapa sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya, sistem proporsional terbuka melemahkan fungsi dari partai politik.
"Penerapan sistem proporsional terbuka melemahkan mereduksi fungsi partai politik," kata Yusril.
Yusril menjelaskan, ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 telah menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Penegasan terhadap kedaulatan dari tangan rakyat itu memastikan bahwa rakyat Indonesia murni negara demokrasi yang disusun dan diisi, dijalankan sendiri oleh warganya.
ADVERTISEMENT
"Indonesia tidak dijalankan oleh sekelompok orang tertentu dan tidak pula oleh golongan dinasti yang hanya mewariskan kekuasaan kepada garis keturunannya saja secara turun temurun," jelas Yusril.
"Setiap rakyat RI adalah pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi untuk menyusun, mengisi dan menjalankan roda pemerintahan," lanjut dia.
"Namun meskipun kedaulatan itu berada di tangan rakyat, luasnya wilayah dan kompleksnya urusan pemerintahan di seluruh pelosok tanah air menjadikannya tidak mungkin bagi 270 juta lebih rakyat RI untuk menjalankan roda pemerintahannya secara langsung. Mau tidak mau roda pemerintah harus dijalankan oleh sebagian orang saja yang dipilih karena memang mampu dan berkompeten dalam menjalankan tugas tersebut. Untuk itulah diterapkan sistem perwakilan," kata Yusri.
sejumlah logo partai peserta Parpol Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jumat (30/12). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Yusril kemudian membedah ketentuan Pasal 22 E UUD 1945 yakni: Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Pemilu dijalankan dalam rangka menjalankan sistem perwakilan di mana 270 juta lebih rakyat Indonesia diberikan kesempatan untuk memilih langsung wakil-wakilnya.
"Dalam ketentuan Pasal 22 E ayat 1 disebutkan Pemilu dilaksanakan secara langsung umum, rahasia, jujur dan adil setiap 5 tahun sekali. Pada ayat 2 dijelaskan apa saja pos jabatan yang dipilih yaitu jabatan anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden," ucap Yusril.
"Sementara ketentuan Ayat 3 UUD 1945, kita kembali menegaskan bahwa yang ikut kontestasi Pemilu anggota DPR dan DPRD adalah parpol yakni peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah parpol," kata dia.
"Begitupun Presiden dan Wakil Presiden sama, ketentuan Pasal 6 A ayat 2 menegaskan bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan Pemilu," tutur Yusril.
Yusril Ihza Mahendra, jelang sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (18/6/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Oleh sebab itu, berkaca dari ketentuan itu, Yusril mengatakan dapat diambil kesimpulan bahwa dalam urusan kedaulatan rakyat, UUD telah menempatkan parpol dalam posisi yang dominan.
ADVERTISEMENT
"Parpol yang berkontestasi, bukan rakyat yang berkontestasi secara langsung. Tanpa ada kepesertaan parpol dalam Pemilu, tidak akan pernah ada penyaluran kedaulatan," kata Yusril.
"Tanpa ada penyaluran kedaulatan itu, maka tidak akan pernah ada wakil rakyat yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan yang pada hakikatnya ketiadaan parpol dalam kontestasi Pemilu akan meniadakan negara demokrasi itu sendiri," tegas Yusril.
"Atas dasar itu, eksistensi peran sentral parpol menjadi ciri kuat dari negara modern, saking pentingnya posisi parpol sebagai wadah untuk mengisi keberlangsungan roda pemerintahan, dapat dikatakan parpol telah menjadi ciri dari negara hukum modern saat ini," ucap Yusril.
"Melalui parpol, setiap warga negara membagi, menyalurkan dan mengembangkan gagasan dan aspirasi tentang perbaikan-perbaikan," kata Yusril.
ADVERTISEMENT